Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Soroti Alih Fungsi Pegawai KPK Jadi ASN, Aktivis Antikorupsi: Ini Doomsday

Nursyahbani Katjasungkana menyatakan upaya alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus ditolak mentah-mentah.

8 Mei 2021 | 06.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Advokat dan aktivis antikorupsi Nursyahbani Katjasungkana menyatakan upaya alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus ditolak mentah-mentah. Nursyahbani mengingatkan KPK awalnya lahir lantaran para aparatur negara, Kepolisian, dan Kejaksaan tak menjalankan fungsi mereka secara independen dalam pemberantasan korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Oleh karena itu kita membutuhkan sebuah komite pemberantasan korupsi yang independen, ini ide awalnya dan kita harus mengembalikan KPK pada fungsi itu," kata Nursyahbani dalam konferensi pers daring, Jumat, 7 Mei 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Nursyahbani, KPK saat ini bukannya bergerak maju dan makin berprestasi dalam pemberantasan korupsi, tapi berjalan mundur. Ia lantas mengibaratkan kondisi KPK hari ini seperti kiamat bagi orang-orang yang selama ini bergiat dalam upaya pemberantasan rasuah.

"Saya kira ini betul-betul doomsday bagi kita yang selama ini bergulat pada upaya-upaya pemberantasan korupsi," kata Nursyahbani.

Nursyahbani menyoroti tes wawasan kebangsaan bagi pegawai KPK. Tes wawasan kebangsaan itu dinilai janggal lantaran diduga memuat banyak pertanyaan yang bernada seksis, rasis, dan diskriminatif seperti alasan belum menikah, kesediaan menjadi istri kedua, apakah salat subuh menggunakan doa qunut, sikap terhadap LGBTQ, pandangan terhadap etnis Cina, dan sebagainya.

"Pertanyaan rasis itu tidak pernah dimunculkan KPK sebelum ini. Koruptor ya koruptor, mau Jawa, mau Chinese, mau Batak, mau apa saja itu tidak menjadi isu karena yang dikejar adalah perilaku koruptifnya itu," kata Nursyahbani.

Menurut Nursyahbani, pertanyaan-pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan itu inkonstitusional lantaran melanggar hak privasi yang diatur dalam Pasal 28g Undang-undang Dasar 1945. Ia juga menilai tak ada korelasi antara sikap dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan tindakan yang dilakukan.

Nursyahbani pun mendesak Ketua KPK Firli Bahuri memberikan penjelasan ihwal keberadaan pertanyaan-pertanyaan yang rasis dan diskriminatif itu. Dia juga meminta Presiden Joko Widodo membatalkan hasil tes wawasan kebangsaan tersebut.

"Karena sama sekali tidak relevan dan tidak berguna bagi peningkatan prestasi KPK yang kita harapkan," ujarnya.

Di sisi lain, Ketua Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini juga sepakat bahwa pelemahan komisi antirasuah berjalan sistematis dan nyata lewat revisi undang-undang serta perekrutan pimpinan KPK periode sekarang. Upaya pelemahan lainnya, kata dia, terlacak pula dari rencana mengkategorikan korupsi bukan lagi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) melainkan pidana biasa melalui Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus