HERMANTO, salah seorang buruh Indonesia yang terlibat dalam
kasus "perbudakan" di Los Angeles sudah mengirim surat pada
orang tuanya, di Desa Turen, Malang. Ia sudah membaca
koran-koran Indonesia yang memuat berita "perbudakan" itu: "Ayah
tidak perlu khawatir. Kami dapat perlindungan dari Imigrasi
Amerika dan dari Konsulat Indonesia di Los Angeles," tulis
Hermanto dalam suratnya yang diterima ayahnya, M. Hamin hari
Minggu siang lalu. Mereka menggambarkan punya hubungan baik
dengan Konsulat karena sering membantu membikin dekorasi dan
juga menari kalau ada acara khusus.
Ada empat pemuda Turen yang sekarang berada di Los Angeles. Di
samping Hermanto: M. Sale, Herry Wahyudi dan Akbar Rosyid.
Mereka ini bertetangga dan berangkat bersama-sama bulan Oktober
1980 lalu. Herry, tamatan SMEA Negeri Malang tahun 1972
sebelumnya pernah bekerja kasar di pabrik gula Krebet Malang
dengan gaji Rp 12.000 per bulan.
Merasa tidak cukup ia melamar kerja di sana-sini tapi tidak
berhasil. Perllah pula membuka perscwaan komik, berdagang kursi
dan menjadi agen kaus produksi Bandung. Keempat pemuda itu
pertengahan 1980 pergi ke Jakarta dengan maksud mencari kerja.
Tiga bulan mereka di Jakarta tapi sampai bekal habis belum juga
dapat pekerjaan.
Ketika kembali ke Desa Turen mereka lapor kepada orang tuanya
tentang rencana kepergiannya ke Amerika. "Ada seorang Yahudi
yang baik sekali menawarkan pertolongan," kata Herry pada orang
tuanya. Di Malang mereka mengurus paspor dan minta surat jalan
ke kepala desa dan camat untuk pergi mencari kerja ke Amerika.
Orang tua Herry maupun Hermanto tidak banyak tahu tentang
hubungan kerja anaknya dengan orang Yahudi itu. Yang jelas
keempat pemuda itu kini sangat dikenal oleh penduduk sebagai
pahlawan keluarga mereka. Hampir tiap tiga bulan mereka pasti
mengirim uang paling sedikit Rp 500 ribu.
"Kalau tidak ada kiriman dari Amerika tidak mungkin dua adiknya
ini bisa meneruskan sekolah ke IKIP," uja ayah Herry Wahyudi,
Moch. Soche kepada TEMPO.
Di samping untuk membiayai sekolah, uang kiriman itu juga untuk
memperbaiki rumah. Ayah Herry kebetulan bekerja sebagai tukang
emas dengan gaji Rp 15.000. Surat-surat juga terus datang hampir
setiap bulan. "Saya lihat dari fotonya mereka kelihatan lebih
gemuk sekarang," ujar Hamin, ayah Hermanto.
Pakaian bagus, seperti jean dan shirt sering juga dikirimkan
dari Amerika. Kini mereka itu di Los Angeles kabarnya sedang
berusaha untuk mendapatkan kartu hijau--kartu izin kerja di AS.
Bahkan sudah ada yang mempunyai rencana kawin dengan orang sana
seperti direncanakan Herry Wahyudi.
Keempat pemuda Turen itu menda patkan flat dekat dengan tempat
kerja nya di suatu perusahaan elektronika Herry bekerja sebagai
mekanik pengeras suara dengan gaji 300 dollar tiap bulan Sewaktu
baru datang dulu gajinya 200 dollar tiap bulan. Mereka dapat
tambahan sampai Rp 30.000 tiap hari kalau mau bekerja di luar
tiap hari libur, misalnya membongkar rumah atau mengecat
bangunan.
Hermanto menceritakan pada ayahnya bahwa ia baru akan pulang dua
tahun lagi kalau sudah cukup tabungan untuk modal. "Mereka ini
sangat berjasa pada keluarga. Kami tersinggung sekali kalau
mereka itu dikatakan budak," ujar Hamin. "Mereka selalu
menceritakan hal-hal yang menyenangkan seperti kalau cuti bisa
ke Hollywood, hampir tiap malam nonton film dan sering pula ke
Las Vegas," sambungnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini