Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani atau yang akrab disapa Syekh Yusuf, pada 3 Juli 1626 ia dilahirkan di Gowa, Sulawesi Selatan. Pria yang juga dijuluki Syekh Yusuf al-Makassari al Bantani ini dalam karya-karyanya menekankan keilmuan yang beraliran sufisme. Tidak hanya itu, ia juga diberikan gelah Pahlawan Nasional oleh Presiden Soeharto.
Sebelum memiliki gelar, ia berama Muhammad Yusuf oleh Sultan Alaudin, Raja Gowa. Syekh Yusuf mulai mempelajari agama sejak ia berusia 15 tahun dari Daeng Ri Tassamang, guru kerajaan Gowa.
Dengan mempelajari ilmu agama ini pula yang membawanya pergi ke Banten dan Aceh. Selain itu, dengan pergi kedua tempat tersebut, ia menjadi sahabat dari sultan ke-6 kerajaan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa, yang kelak menjadikannya sebagai mufti kesultanan Banten.
Syekh Yusuf yang juga seorang mufti, dalam ajaran-ajarannya ia selalu menekankan perihal tarekat yang berkisar pada usaha manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengacu pada peningkatan kualitas akhlak, serta amal shalih dan zikir. Syekh Yusuf juga mewajibkan pengikutnya untuk senantiasa melakukan zikir. Pokok ajaran Syekh Yusuf dapat dilihat dalam risalahnya An Nafhatu As Sailaniyah.
Selain sebagai seorang sufi, Syekh Yusuf juga dikenal sebagai pejuang yang bergerak bersama Sultan Sgeng Tirtayasa. Ketika itu terjadi perlawanan bersenjata antara Sultan Ageng dengan Sultan Haji dan Belanda. Syekh Yusuf yang sudah bersahabat lama dengan Sultan Ageng, tentu ia berada di pihak Sultan Ageng. Namun, dalam gencatan senjata tersebut kesultanan Banten akhirnya menyerahkan diri setelah Sultan Ageng tertangkap Belanda.
Syekh Yusuf yang bergeriliya dengan 5.000 pasukannya ke daerah Jawa Barat, akhirnya tertangkap oleh Belanda pada 14 Desember 1683 di Sukapura. Sebelum menangkap Syekh Yusuf, Belanda menangkap Asma, putri Syekh Yusuf terlebih dahulu.
Tidak lama setelah tertangkap, Syekh Yusuf ditahan di Batavia dan Cirebon. Melihat pengaruhnya yang cukup kuat dalam mempropagandakan masyarakat untuk melawan Belanda, akhirnya ia diasingkan di Srilangka pada September 1684. Di Sri Langka ia masih aktif untuk menyebarkan agama Islam dan memiliki ratusan pengikut.
Pengasingan Syekh Yusuf tidak berhenti disitu saja, ia juga diasingkan di Cape Town, Afrika Selatan dan juga meninggal di sana pada 23 Mei 1699, di umur 72 tahun. Di Afrika ia tetap berdakwah dan memiliki banyak pengikut. Mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, menjadikannya role model dalam melawan apartheid. dari pemerintah Afrika Selatan ia juga diberi gelar pahlawan pada 23 September 2005. “Salah Seorang Putra Afrika Terbaik” oleh mantan Presiden Nelson Mandela.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Begini Syekh Yusuf al-Makassary Dianggap Memberi Mukjizat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini