Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tenggelamnya sang primadona

Km selat bintan yang tenggelam di pulau pelangkat di sinyalir memang disengaja untuk mengelakkan proses hukum. karena kapal tersebut mengangkut barang-barang impor tanpa dokumen yang sah. (nas)

17 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HEBOH mengguncang Riau menyusul tenggelamnya kapal Selat Bintan dua pekan lalu. Kisah dimulai pada 30 Juni lalu. Malam itu KM Selat Bintan, berbobot 140 ton, dalam perjalanannya dari Singapura menuju Tanjungpinang, dicegat kapal patroli polisi perairan (Satpolair) 401 di perairan Tanjunguban. Menurut polisi sejumlah barang di kapal ini ternyata tidak dilindungi dokumen yang sah. Harian Kompas pekan lalu mewartakan, beberapa saat sebelumnya enam kapal patroli Bea Cukai sudah meloloskannya masuk perairan Indonesia. Komandan patroli Satpolair 401 Serda (pol) Aziz memerintahkan nakhoda Selat Bintan mengarahkan kapalnya ke markas Satpolair di Tanjungbatu, Kundur, sekitar 7 jam pelayaran dari tempat tersebut. Saleh, sang nakhoda, kemudian mengungkapkan perintah itu diberikan petugas Satpolair tersebut sembari menodongkan pistolnya. Paginya, 1 Juli, ketika Selat Bintan dalam kawalan kapal patroli 401 berada di dekat Pulau Takom, gelombang besar mulai menghantam kapal tersebut mengakibatkan kebocoran di kamar mesin yang menurut nakhoda tidak dapat diatasi. Untuk menyelamatkan kapal, nakhoda memerintahkan jurumudi mengarahkan kapal ke Pulau Pelangkat yang terdekat, walau menurut Saleh, dua polisi yang mengawal melarang dan memaksa kapal meneruskan ke Tanjungbatu. Mendadak mesin induk kapal mati sehingga -- karena angin kencang dan ombak besar -- kapal terseret arus dan terbawa ke karang di Pantai Pulau Pelangkat. Lewat isyarat tembakan, kapal patroli 401 mendekat. "Tapi bukan menolong kami melainkan menolong dua anggota polisi yang tadi mengawal di kapal kami," cerita Saleh. Untunglah 17 orang awak kapal bisa menyelamatkan diri ke Pulau Pelangkat. Sekitar pukul 11.00 kapal mulai miring. Sorenya tiga kapal polisi muncul. Setelah menyelamatkan sebagian muatan dari kapal yang hampir tenggelam, mungkin untuk barang bukti, para awak kapal itu ditolong dan dibawa ke Tanjungbatu. Setelah diperiksa, malam itu juga para awak kapal tersebut diizinkan kembali ke Tanjungpinang. Pemilik Selat Bintan segera melancarkan protes terhadap cara penangkapan itu. Nakhoda Saleh juga membuat laporan tertulis, antara lain disampaikan pada Kadapol IV, tentang perlakuan buruk para petugas patroli. Mereka mendakwa kapal patroli Satpolair itu tidak memiliki surat perintah operasi sebagaimana lazimnya ketentuan operasi patroli laut. Di Pakanbaru, Kadapol IV Riau Brigjen Bobby Rahman membenarkan adanya laporan itu. Untuk mengetahui duduk perkara sebenarnya, satu tim khusus dipimpin Kepala Dinas Provost Kodak IV telah diperintahkan mengusutnya. "Kalau terbukti nanti bawahan saya bersalah, mereka gua piting," tegasnya. Tampaknya Kadapol itu sudah melihat beberapa kekeliruan bawahannya. Menurut petunjuk operasi patroli, bila terjadi penangkapan di laut, tangkapan itu harus digiring ke pos atau unit Polri terdekat atau ke pelabuhan tujuan kapal itu. Karena itu Bobby Rahman ingin tahu alasan Serda Aziz memutuskan membawa KM Selat Bintan ke Tanjungbaru, padahal Tanjunguban atau Tanjungpinang lebih dekat. Di daerah Riau sudah menjadi rahasia umum KM Selat Bintan dianggap "primadona" dalam binis bolak-balik Tanjungpinang-Singapura. Ada desas-desus kapal ini sering memuat barang impor kapal ini sering memuat barang impor dalam jumlah besar tanpa dilindungi dokumen yang sah. Bahkan di Tanjungpinang hampir tak ada yang berani mengutik-utik kapal ini karena "punya deking kuat", ujar sebuah sumber TEMPO. Kapal patroli kayu Satpolair 401 yang berbobot 30 ton itu juga hanya memiliki perintah berlayar rutin dan tidak memiliki perintah patroli khusus. Tenggelamnya Selat Bintan memang mencurigakan. Betulkah kapal tenggelam karena kebocoran di kamar mesin? "Kok tiba-tiba saja bocor," kata Kol. Kussparmono Irsan, Asisten Intelpam Kodak IV Riau. Ada dugaan kapal sengaja ditenggelamkan untuk mengelakkan proses hukum. Apalagi ada laporan bahwa ketika ditangkap pengurus kapal mencoba menyogok petugas, sampai Rp 10 juta. Menurut suatu sumber, kapal Selat Bintan antara lain mengangkut 30 ton aluminium bahan kerangka jendela nako serta barang impor lain seharga lebih dari Rp 600 juta. APA pun hasil pengusutan nanti, kasus Selat Bintan ini menunjukkan betapa semrawutnya soal patroli laut di Riau. Imam Sudrajad, Ketua DPC Insa Tanjungpinang mengakui sering menerima keluhan anggotanya soal terlalu banyaknya kapal patroli yang mencegat kapal yang berlayar pulang dari Singapura, terutama kapal feri. Sering satu kapal feri sampai empat atau lima kali dicegat patroli dari instansi yang berbeda. Selain mengancam keselamatan karena kapal dibiarkan berayun-ayun menunggu pemeriksaan, kantung para cincu kapal juga terkuras. "Satu kapal feri sedikitnya harus menyediakan upeti antara tiga sampai lima juta rupiah untuk satu trip," cerita seorang nakhoda kapal feri. "Seharusnya main cegat-cegatan di laut itu memang tak boleh," kata Laksma R. Sugiatmo, Pangdaeral II. Namun diakuinya sulit untuk mengontrol penyimpangan tersebut karena masing-masing instansi, Bea Cukai dan Polri, melakukan patroli sendiri-sendiri. Padahal menurut keputusan bersama Menhankam, Menteri Keuangan, Perhubungan, Kehakiman dan Kejaksaan Agung semua kapal patroli dimasukkan ke dalam patroli gabungan Kamla (Keamanan Laut). Ternyata pada prakteknya keputusan itu tidak berjalan. Hingga di celah-celah pulau sering puluhan kapal patroli nongkrong "menunggu mangsa". Kapal-kapal feri itu sendiri memang tidak bersih, sering mengangkut barang tanpa dilindungi dokumen. "Kalau tak menyelundup dan hanya mengangkut penumpang, banyak kapal feri yang akan gulung tikar," seorang pengusaha kapal mengakui.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus