Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terkecoh Samaran Azahari

2 November 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Endang Omo tampak pucat pasi. Ia mengaku syok kena tipu anak kosnya sendiri. Syahdan, dua bulan lalu, datang tiga orang ke rumahnya di Jalan Kebon Kembang 24-A, Taman Sari, Bandung, Jawa Barat. Mereka mengaku sebagai mahasiswa S-2 Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sedang menyelesaikan tesis sembari berdagang sepatu dan sandal. Ketiganya mengaku berasal dari Padang, Sumatera Barat. Kebetulan logat Melayu mereka begitu kental. Setelah negosiasi, mereka lalu mengambil dua kamar. Jadilah mereka anak kos dengan tarif sebulan Rp 200 ribu per kamar.

Kamis pekan lalu, kakek 77 tahun itu baru sadar bahwa rumahnya menjadi tempat persembunyian tersangka teroris paling dicari polisi: Dr. Azahari, 42 tahun, dan Noordin Mohammad Top, 36 tahun. Mereka selama ini dicari polisi karena diduga menjadi otak dua peledakan bom: di Bali setahun silam dan di Hotel JW Marriott, Jakarta, 5 Agustus lalu. Dua rekannya, Tohir dan Ismail, sudah dibekuk polisi lebih dulu. Dari dua orang inilah polisi mendapat informasi ihwal Kebon Kembang. "Saya tak menyangka mereka orang yang dicari polisi," kata Omo lemas.

Tetangga di sekeliling rumah juga kaget. Mereka tak menyangka selama ini hidup berdampingan dengan Azahari dan kiloan bom miliknya. Maklum, dalam keseharian, Azahari selalu memperkenalkan diri sebagai mahasiswa dengan nama Haryadi. Warga setempat baru sadar bahwa Haryadi orang berbahaya setelah polisi menggerebek kamar kosnya pada Rabu malam hingga Kamis dini hari pekan lalu. Tapi yang diburu keburu kabur. Polisi saat itu hanya menemukan empat bom aktif, empat kilogram TNT, rompi, 12 batang paralon, tas jinjing, handy-talkie, kardus, buku cara merakit bom, dan benda mirip bolpoin yang diduga remote control.

Jumat keesokan harinya, polisi kembali menggeledah kamar Azahari. Kali ini temuan mereka tak kalah hebat: 15 paket bom siap rakit, tiga kilogram TNT, dua detonator, jam, kabel, dan baterai. Siangnya, setelah salat Jumat, polisi kembali dikejutkan dengan ditemukannya dua bom yang tersimpan di tas ransel di kamar yang sama. Bom inilah yang kemudian diledakkan polisi di Lapangan Sabuga ITB.

Menurut sumber intelijen yang ikut dalam operasi perburuan tersebut, pada Rabu malam itu Azahari mengenakan jaket hitam dengan rambut ikal sebahu. Badannya sedang dan berkacamata minus tebal. Penampilannya berbeda jauh dengan sosok yang digambarkan sebagai Azahari yang berambut pendek, rapi, dan berkulit putih. Karena polisi tak menyangka pria berambut panjang itu buron yang mereka cari, ia melenggang santai kabur lewat Gang Dahlia, yang jaraknya hanya 20 meter di sebelah kanan rumah kos itu.

Kabar lain menyebut, Azahari bisa lolos dari sergapan polisi berkat bom yang melekat di tubuhnya. Antara Azahari dan polisi sempat terjadi pergumulan. Namun, karena Azahari mengancam akan meledakkan bom yang melilit di tubuhnya, polisi memilih "melepas" Azahari, dengan pertimbangan keselamatan warga. "Pertimbangannya, di sana kan banyak penduduk. Kita tak mau jatuh korban warga sipil, sehingga tak mengambil risiko dengan menembaknya," ujar Kepala Bagian Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng.

Bisa jadi Azahari sudah mencium "bau" polisi di sarang persembunyiannya. Ini terbukti, pada Rabu malam itu, ia menitipkan kunci kamarnya kepada Lilis, menantu Omo. "Saya mau pergi dulu. Nitip kunci, ya," kata Lilis, menirukan Azahari. Lilis kaget. Tak biasanya Azahari menitipkan kunci.

Noordin juga beruntung. Saat hendak pulang ke tempat kosnya, Rabu malam itu, ia sempat berpapasan dengan polisi. Menurut Sutisna, 52 tahun, anak Omo yang tinggal berdampingan dengan rumah kos itu, ia sempat melihat Noordin hendak masuk rumah kos. Tapi sepertinya pria itu sadar sedang diincar polisi, lalu menyelinap ke gang lain yang berada 200 meter di arah barat, menuju Jalan Kebon Bibit, dan menghilang. "Dia enggak jadi masuk ke kosnya," katanya.

Polisi terus mengejar dua warga negara Malaysia itu. Operasi digelar besar-besaran. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Inspektur Jenderal Dadang Garnida, optimistis dapat menangkap dua buron kakapnya itu. Sumber TEMPO yang ikut melacak Azahari menyebut, pada Jumat malam pekan lalu, mereka sempat menangkap sinyal telepon genggam Azahari di daerah pelesir Lembang, tapi menghilang dalam waktu singkat. Polisi meyakini, dua buron itu masih berada di sekitar Bandung. Aparat juga menyisir Hotel Holiday Inn di kawasan Dago. Tapi nihil. "Semua titik potensial pelarian sudah ditutup rapat. Cepat atau lambat, mereka pasti tertangkap," ujar Dadang Garnida.

Adi Prasetya (Jakarta), Upiek Supriyatun (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus