Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional atau TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman, mengklaim menemukan surat suara tercoblos pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar-Mahfud di Malaysia. Mereka menyebut melaporkan kasus dugaan kecurangan ini kepada Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu pada Selasa, 6 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami minta Bawaslu untuk menindaklanjuti masalah ini secara hukum dan kami pun akan membuat laporan resmi ke Bawaslu sore ini juga," kata Habiburokhman dalam jumpa pers di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Februari 2024, dikutip dari keterangan tertulis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, TKN Prabowo-Gibran mengklaim mengantongi bukti video yang menunjukkan sejumlah orang mencoblos surat suara Pileg 2024 untuk partai tertentu dan surat suara Pilpres 2024 untuk pasangan Ganjar-Mahfud. "Nanti bisa dilihat saja dan surat suara pilpres yang dicoblos itu pasangan calon nomor urut 3 Ganjar-Mahfud," kata Habiburokhman.
Politikus Partai Gerindra itu mengatakan dugaan pencoblosan surat suara secara ilegal itu melibatkan panitia pemilihan luar negeri (PPLN) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia. Dia mengatakan akan segera mengirim tim pencari fakta untuk mengusut dugaan kecurangan itu.
Sebelumnya, TKN Prabowo-Gibran mengungkap adanya potensi kecurangan Pemilu 2024 yang terjadi di Malaysia. Dugaan itu disampaikan Wakil Komandan Alpha TKN Prabowo-Gibran, Fritz Edward Siregar dalam jumpa pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis, 1 Februari 2024.
Dugaan kecurangan adalah adanya 90 persen DPT yang sudah tidak bekerja di Malaysia, upaya mencuri suara oleh Pantia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, temuan 3.000 surat suara yang dikirim via POS bukan ke alamat PPLN, hingga upaya PPLN menyogok petugas Pos agar 7.000 surat suara tidak dikirimkan melalui Pos.
"Ada potensi kecurangan pemilu yang terjadi di Malaysia dan adanya potensi bahwa PPLN Malaysia tidak bekerja dengan profesional dan tidak berintegritas," kata Fritz, dikutip dari keterangan tertulis.
Fritz mengatakan jika terbukti, dugaan 90 persen DPT di Malaysia yang tidak akurat melanggar Pasal 489 UU Nomor7 Tahun 2017. Beleid itu menyebut setiap PPS atau PPLN yang tidak mengumumkan dan atau tidak memperbaiki DPS setelah mendapat masukan bisa dipidana penjara 6 bulan.
Pilihan Editor: Bawaslu akan Patroli di Masa Tenang untuk Cegah Politik Uang