Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Kreativitas dalam keterbatasan (?)

Sebagain besar mahasiswa masih keras menolak nkk/bkk. sejumlah mahasiswa ipb mengikuti rekan mereka dari ui, its, ugm & uki mendatangi dpr. tapi di unhas bisa berjalan. (pdk)

22 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAH satu acara sidang paripurna DPR pekan ini ialah soal usul interpelasi sejumlah anggotanya, mengenai penerapan NKK/BKK Usul ini memang beralasan. Jumat pekan lalu misalnya, 100 mahasiswa Institut Pertanian Bogor muncul pula di DPR -- mengikuti UI, ITB, ITS, UGM dan UKI sebelumnya. Mereka langsung menunjuk masalah pokok. NKK/BKK baik-baik saja, dan sangat mungkin diterapkan -- dengan syarat kehidupan demokrasi dijamin adanya, sehingga aspirasi mahasiswa bisa tersalurkan. Mengapa tak menyalurkan aspirasi lewat organisasi di luar kampus? Jawaban bisa didapat dari misalnya Ausie Gautama, fungsionaris DM ITB. Dengan mengutip Master Plan ITB, bahwa "ITB berfungsi juga sebagai penjaga nilai-nilai," dia tidak setuju membawakan aspirasi lewat organisasi massa atau politik di luar kampus. "Sebab mahasiswa tak punya target politik, dan orpol maupun ormas geraknya dibatasi," katanya kepada Hasan Syukur dari TEMPO. Beban Psikologis Anggapan itu semua dikarenakan duduknya Purek (Pembantu Rektor) III sebagai Ketua BKK dan memang "BKK adalah aparat rektor, bukan pengganti dewan mahasiswa yang dulu," kata Dr. Harsono, Purek III ITB. Harsono pun -- lewat telepon kepada TEMPO - membenarkan adanya Master Plan ITB yang menyebutkan ITB sebagai penjaga nilai-nilai. "Tapi harus jelas dulu, nilai apa. Kalau tak jelas bisa kacau " Ada suara lain mengenai dihapusnya DM. Salah satu sebab penghapusan itu ialah para pengurusnya tak bisa mempertanggungjawabkan masalah keuangan. "Wah, itu alasan naif dan dicari-cari," jawab Sahala Eddy, juga salah seorang fungsionaris DM ITB. Diceritakannya, dulu hubungan mahasiswa dengan rektor selalu baik, sifatnya konsultatif. Rektor pun berhak menegur DM kalau ada kesalahan. "Dan kita pun menerima teguran dengan penuh hormat," kata Sahala. Ditambahkannya pula, MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) pun berhak mengontrol keluar-masuk keuangan DM. Jawaban seperti itu dinyarakan juga oleh Indra Budenani dan Henri Rumeser dari UI. "Sistemnya itu sendiri sudah tak memungkinkan DM korup. Semua uang keluar harus ada persetujuan rektor," kata mereka kepada wartawan TEMPO Widi Yarmanto. Mungkin juga penolakan NKK/BKK memang lebih terletak pada kondisi psikologis. Sebuah kertas kerja ir. Sarlito Wirawan dalam satu seminar di IKIP Jakarta beberapa bulan yang lalu, menyebutkan turunnya NKK/BKK yang berendeng dengan pembekuan DM dan SM (Senat Mahasiswa) seluruh Indonesia memang tak menguntungkan Ditambah lagi, "suasana pengadilan atas beberapa mahasiswa," kata Purek III ITB, membuat suasana kampus memang tak tenang. Kewibawaan rektor dan staf pengajar, cara-cara penjelasan soal NKK/BKK kepada mahasiswa, dan kondisi perguruan tinggi itu sendiri, agaknya sangat mempengaruhi penerapan NKK/BKK. Prof. Dr. Amiruddin, Rektor Unhas, akhir pekan lalu kepada TEMPO mengatakan: "Solidaritas terhadap teman terhadap dewan mahasiswa, tak bisa hilang begitu saja. Ketakutan peranan seperti DM akan hilang, merupakan beban psikologis." Diceritakan oleh Amiruddin dia membutuhkan dialog dengan para fungsionaris DM Unhas selama dua bulan sebelum mereka mau menerima NKK/BKK. "Terus terang kepada mereka saya katakan, bahwa setiap usaha ada juga korbannya. Dengan NKK/BKK, apa boleh buat, sebagian dari kebebasan bia diambil." Tapi dikatakannya juga bahwa dengan NKK/BKK bisa lebih diperbaiki sistem pendidikan di perguruan tinggi. "Memang tak ada jaminan pendidikan langsung bisa baik," katanya di ruang tunggu Dep P&K "Tapi NKK/BKK adalah sarana untuk, misalnya, menatar dosen." Sekarang tak ada alasan dosen menolak penataran. Dan kini, di Unhas, intensitas dosen dalam memperhatikan mahasiswa dikatakannya meningkat. Dengan terlebih dahulu mengatakan pendapatnya sebagai pendapat pribadi, menurut Amiruddin, bahwa dengan NKK/BKK mahasiswa lalu akan kehilangan kontrol sosial, "tak mungkin dan tak benar." Lanjutnya "Kalau mahasiswa yang radikal tak ada, universitas akan menjadi menara gading. Tak perlu kebebasan dihilangkan sama sekali. Tapi harus dicegah supaya hal itu tak menjadi budaya kampus satu-satunya." Tapi bagaimana caranya? "Saya tak tahu,' Jawab Amiruddin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus