Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit Systemic Lupus Erythematosus atau disingkat lupus disinyalir terus meningkat di Indonesia seiring kondisi global. Ketua Umum Perhimpunan Reumatologi Indonesia, Rudy Hidayat mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus lupus meningkat seperti zat kimia dari makanan dan lingkungan sekitar, serta udara. “Keilmuan berkembang untuk diagnosis dan deteksi, juga kepedulian dari dokter dan masyarakat meningkat,” katanya di acara seminar Nasional World Lupus Day secara daring, akhir bulan lalu.
Belum Ada Data Jumlah Orang dengan Lupus atau Odapus
Namun begitu, sejauh ini belum diketahui jelas berapa jumlah orang dengan lupus atau odapus di Indonesia karena data epidemiologinya belum ada. Adapun prakiraan jumlah kasus baru atau insidensi lupus secara global mencapai 400 ribu orang per tahun. Sementara di sisi lain, jumlah penyintas lupus disebutnya meningkat. “Karena perkembangan pengobatan saat ini sehingga banyak pasien yang survive,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penanganan pasien lupus yang kerap dilakukan dokter reumatologi sejauh ini masih terkendala. Dari sisi jumlah menurut Rudy berdasarkan data per 16 April 2023, jumlah reumatologis di Indonesia baru sebanyak 72 orang, yang sebarannya paling banyak di Jawa. Beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur bahkan nihil reumatologis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Ari Dwi Aryani, dari hitungan prevalensi 5 per 100 ribu penduduk, maka proyeksinya akan ada 13.500 odapus. Pada 2022 ada 6.580 odapus yang menjadi peserta BPJS Kesehatan. Kurang dari setengahnya atau 2.027 orang merupakan pasien rujuk balik. “Ada kendala dari fasilitas kesehatan, kondisi stabil pasien, dan keterbatasan jumlah obat,” kata dia. Selain itu apotek bagi pasien rujuk balik belum ada dan obat-obatan yang belum seluruhnya tersedia di Puskesmas.
Dian Syarief Pratomo dari Syamsi Dhuha Foundation mengatakan, lupus termasuk dalam daftar penyakit kronis berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014. Pasien yang sudah dalam keadaan stabil bisa melakukan rujuk balik atau ditangani oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti Puskesmas. Menurutnya ada beberapa faktor yang menjadi kendala pasien lupus untuk rujuk balik, seperti pemahaman dokter, kondisi stabil pasien tanpakomplikasi, dan keterbatasan jumlah obat.