Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JOKO Widodo tak bisa mengalihkan perhatiannya dari layar televisi di rumah dinas Gubernur Jakarta, Rabu malam pekan lalu. Presiden terpilih itu terus memantau perkembangan politik di gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang sedang menentukan pemilihan ketua. Telepon dan pesan pendek tak henti masuk ke telepon selulernya.
Tontonan sidang yang melelahkan ternyata tak dapat sepenuhnya diikuti. Letih karena didera aktivitas seharian, sekitar pukul 01.00, Jokowi akhirnya memilih tidur. Tiga jam kemudian, ia terbangun.
Seusai salat subuh, presiden terpilih itu melihat lagi layar televisi. Sidang paripurna DPR sudah ketuk palu: koalisi penyokong Prabowo Subianto mutlak menguasai pimpinan DPR. Politikus Golkar, Setya Novanto, menjadi Ketua DPR, dengan wakil Fadli Zon (Gerindra), Agus Hermanto (Demokrat), Taufik Kurniawan (Partai Amanat Nasional), dan Fahri Hamzah (Partai Keadilan Sejahtera).
Kepada Tempo yang menemuinya di Balai Kota, Kamis pagi pekan lalu, Jokowi mengaku tak kaget oleh hasil pertarungan itu. Hingga tengah malam, Jokowi sudah tahu upaya penghadangan laju kubu Prabowo di DPR bakal kandas-meski malam sebelumnya presiden terpilih itu sudah bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas.
Hasil pertemuan awalnya terasa menjanjikan: Demokrat bersedia mendukung kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Yudhoyono dan Jokowi bertemu kembali pada upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Mereka juga bersua di sela-sela pelantikan anggota DPR periode 2014-2019. "Tapi tiap detik, tiap menit, (situasi politik) bisa berubah," kata Jokowi.
Menurut politikus PDI Perjuangan, awalnya Demokrat akan bergabung sekaligus membawa gerbong Partai Amanat Nasional. Posisi kedua partai ini sangat ditunggu karena Jokowi akan segera merampungkan formasi 16 kursi menteri "jatah" partai politik. Jokowi menargetkan proses itu selesai pada pekan ini. "Jadi peta politik di Senayan sangat ditunggu," ujar politikus itu.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut tingginya politik transaksional dalam pemilihan pemimpin DPR. Di antaranya, ada sejumlah permintaan ke Jokowi dan Jusuf Kalla untuk posisi penting, seperti pos Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktur Jenderal Pajak, Menteri Keuangan, juga Direktur Utama Pertamina.
"Kami tak bisa melakukan itu karena posisi yang diminta harus diisi tokoh-tokoh bersih," kata Hasto. Lagi pula, memilih nama-nama itu adalah hak prerogatif Presiden Jokowi.
Deputi Kantor Transisi ini menolak menjelaskan siapa dan partai mana yang meminta posisi-posisi itu. Ia hanya memastikan kubu Jokowi tak akan diam dengan persekongkolan politik dalam penetapan pemimpin DPR.
Jokowi sendiri memilih rehat dari urusan penjajakan koalisi. "Sementara soal koalisi ditutup dulu. Besok setelah Senayan selesai dibuka lagi," ujar Jokowi, yang mundur dari kursi Gubernur Jakarta, Kamis pekan lalu. Ia mengaku tak kecewa terhadap hasil sidang di Senayan.
Jokowi mengaku prioritasnya adalah merampungkan postur kabinet dan pemilihan nama anggotanya. Ia menegaskan akan melawan politikus Senayan dengan caranya sendiri.
Ananda Teresia, Agustina Widiarsi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo