Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memperjelas kembali pernyataan dia memberikan pengampunan bagi koruptor. Ia memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat dengan mengembalikan hasil curiannya kepada negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada yang mengatakan bahwa Prabowo mau memaafkan koruptor. Bukan begitu. Kalau koruptornya sudah tobat, bagaimana tokoh-tokoh agama? Iya kan?” kata Prabowo dalam pidatonya pada acara Puncak Perayaan Natal Nasional 2024 di Indonesia Arena, Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2024 yang dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Vonis Hukuman Koruptor
Prabowo Subianto dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor. Menurut Prabowo vonis ringan untuk koruptor melukai hati rakyat. Ia memerintahkan Kejaksaan, yang pada acara diwakili langsung oleh Jaksa Agung S.T. Burhanuddin untuk mengajukan banding terhadap kasus-kasus korupsi yang vonisnya terlalu ringan.
"Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian (tahun)," kata Prabowo, Senin, 30 Desember 2024. Seharusnya, kata Prabowo, para koruptor menerima vonis berat. "Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira," katanya.
2. Klarifikasi Kepala Negara
Prabowo menjelaskan bahwa pengampunan bukan berarti membebaskan koruptor dari tanggung jawab. Menurut dia, para koruptor harus menyadari perbuatannya yang telah merugikan negara. "Sudah terlanjur dulu berbuat dosa, ya bertobatlah," ujarnya.
Ucapan Prabowo mengenai pengampunan kepada koruptor itu disampaikannya saat melakukan kunjungan kerja di Mesir pada pertengahan Desember 2024. Pernyataan dia di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Prabowo mengatakan bakal memberikan kesempatan koruptor bertobat selama mereka mengembalikan hasil curiannya kepada negara.
“Hei para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Akan tetapi, kembalikan dong nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya,” kata Prabowo.
3. Bukan Saya Memaafkan Koruptor
Prabowo mengungkapkan bahwa koruptor tidak rela melihat pemerintahan Indonesia berbenah untuk memperbaiki sistem yang ada. Ia menekankan pentingnya dukungan rakyat untuk menghadapi tantangan tersebut dan meminta kesabaran dalam ikut berjuang demi pemerintahan yang bersih.
“Bukan saya maafkan koruptor. Tidak! Orang yang bertaubat, ya, tetapi kembalikan dong yang kau curi. Enak saja, sudah nyolong, bilang aku bertaubat, yang kau curi harus kau kembalikan,” kata Prabowo dikutip dari Antara.
4. Koruptor Si Maling
Prabowo mengatakan bahwa pelaku korupsi tidak rela melihat pemerintah Indonesia berbenah untuk memperbaiki sistem yang ada. "Si koruptor-koruptor itu, si maling-maling itu, tidak rela. Tidak rela ada pemerintah Indonesia ingin membenahi diri, kita akan digoyang akan dibikin isu ini itu," kata Prabowo saat berpidato dalam Perayaan Natal Nasional 2024 di Indonesia Arena, GBK, Jakarta, Sabtu malam, 28 Desember 2024. "Rakyat menuntut pemerintahan yang bersih, dan saya dipilih oleh rakyat. Seluruh aparat pemerintah Indonesia, bersihkan dirimu masing-masing."
5. Komentar Mahfud Md
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menanggapi ucapan Prabowo, yang sebelumnya disorot publik berbicara soal memaafkan koruptor. Menurut Mahfud, Prabowo harus lebih berhati-hati lagi dalam membuat pernyataan.
“Menurut hukum yang berlaku sekarang, itu tidak boleh (koruptor dimaafkan) karena bertentangan dengan Pasal 55 KUHP,” kata Mahfud saat ditemui setelah menghadiri peringatan HUT ke-18 Partai Hanura di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 21 Desember 2024.
Di Pasal 55 KUHP telah diatur mengenai penyertaan dalam tindak pidana. Menurut pasal tersebut, seseorang dapat dipidana ketika melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan pidana. Menurut Mahfud, ungkapan memaafkan koruptor tersebut juga melanggar prinsip penegakan hukum.
Novali Panji Nugroho, Nandito Putra, Dinda Shabrina, Hendrik Yaputra turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini