Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Undang-Undang Anti-Kekerasan Seksual Mendesak Dirampungkan

Angka kekerasan seksual meningkat setiap tahun.

18 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Undang-Undang Anti-Kekerasan Seksual Mendesak Dirampungkan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Sejumlah lembaga advokasi korban kekerasan seksual yang tergabung dalam Forum Pengada Layanan (FPL) mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI untuk segera merampungkan serta mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Dewan Pengarah Region Tengah FPL Veni Siregar mengatakan, tidak adanya undang-undang yang secara khusus tentang penghapusan kekerasan seksual itu menyebabkan tingkat kekerasan seksual terus meningkat. "Isu kekerasan seksual saat ini semakin genting," ujarnya saat berkunjung ke kantor Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data Forum Pengada Layanan, laporan kekerasan seksual tiap tahun cenderung meningkat. Pada 2013, ada 279.688 laporan kekerasan seksual dalam setahun. Tahun berikutnya, laporan bertambah hingga mencapai 293.220. Tahun lalu, laporan kekerasan seksual yang masuk FPL menembus angka 348.446.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejak awal tahun ini, jumlah laporan yang masuk ke LBH APIK saja sudah mencapai 32 laporan dengan 13 laporan kekerasan dialami remaja. Meninggalnya seorang remaja di Bogor karena depresi setelah diperkosa pekan lalu pun menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual.

Lemahnya keberpihakan hukum kepada korban dirasakan oleh Ani (bukan nama sebenarnya), ibu seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Menurut dia, negara belum sepenuhnya hadir untuk melindungi korban kekerasan seksual. Aturan dan aparat penegak hukum terkesan tidak berpihak kepada korban. Bahkan, untuk pengobatan dan pemulihan psikologis anaknya, ia mesti berjuang sendiri. "Tak ada bantuan dari pemerintah," ujarnya.

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebenarnya sudah mulai dirancang sejak 2014. Namun pembahasannya alot dan tersendat di Senayan. Tampaknya pembahasan itu bakal molor lagi karena sebagian besar anggota Dewan sibuk mempersiapkan pemilihan legislatif 2019. Karena itu, FPL berharap pemerintah membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) atau peraturan presiden tentang penghapusan kekerasan seksual. "Pemerintah harus mengambil langkah strategis untuk menangani isu ini kalau DPR tidak bisa diharapkan," kata Veni.

Sejak pertengahan tahun lalu, DPR melalui Komisi Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan telah mulai membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Selain penindakan hukum terhadap pelaku, beleid ini mengatur sembilan jenis kekerasan seksual, pencegahan, pemulihan terhadap korban, pemantauan, serta ketentuan pidana. Setahun berlalu dan RUU ini tak kunjung disahkan.

Anggota Komisi VIII DPR, Diah Pitaloka, mengatakan proses pembahasan undang-undang oleh Dewan memang membutuhkan waktu yang lama. Meski begitu, ia menargetkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini bisa disahkan selatif. Diah sepakat jika ada usul agar pemerintah menerbitkan perpu sembari menunggu undang-undang ini disahkan. "Itu perlu sebagai upaya mencapai keadilan. Tapi bukan berarti dasar hukumnya tidak ada," katanya. MAYA AYU PUSPITASARI | AGUNG S



MAYA AYU PUSPITASARI | SUMBER: FORUM PENGADA LAYANAN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus