Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Medan Bobby Nasution menuai kontroversi gara-gara mengunggah video joget gemoy di akun media sosialnya. Dalam video yang di-posting di TikTok pada Senin, 15 Januari 2024, itu, Bobby tampak menari bersama sang Istri, Kahiyang Ayu. “Mana ni pasukan gemoy? Uda pada hafal gerakan ini belum?” tulis Bobby di unggahan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena unggahan tersebut, Bobby dituding sebagai Aparatur Sipil Negara atau ASN tak netral. Pasalnya, joget gemoy merupakan peraga kampanye pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. “Aturan pose yang dilarang hanya diterapkan untuk umbi-umbian kroco, bukan untuk dewa-dewi menteri, kepala daerah, dll,” tulis salah seorang pengguna TikTok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi tudingan melanggar netralitas ASN dalam Pemilu, Bobby mengakui joget gemoy dirinya bersama sang istri yang diunggah di media sosial memang untuk kepentingan kampanye. Menantu Presiden Joko Widodo atau Jokowi itu mengatakan, hal itu adalah hak politiknya. “Dan untuk joget di Tiktok itu saya rasa kalau ditanya itu untuk kampanye atau tidak, ya kampanye. Ya kebutuhan untuk kampanye,” kata Bobby pada Rabu, 17 Januari 2024.
Namun Bobby membantah bahwa dirinya berpotensi melanggar netralitas ASN karena mendukung pasangan calon tertentu dalam Pilpres 2024. Pasalnya, kata dia, jabatan Wali Kota yang diembannya bukan merupakan bagian dari ASN. Menurut Bobby, Kepala daerah bukan PNS.
“Saya rasa teman-teman paham kalau saya bukan ASN. Beda, saya bukan PNS, jabatan saya ini bukan seperti teman-teman di sebelah ini, pensiunnya ada beberapa tahun lagi. Saya tahun ini pensiun, jabatan saya cuma lima tahun tapi dari 2021, tahun ini selesai,” ucap Bobby.
Benarkah Bobby Nasution melanggar netralitas ASN?
Merujuk Pasal 70 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan bahwa pasangan calon dilarang melibatkan pejabat BUMN maupun BUMD, ASN, anggota TNI/Polri, kepala desa, lurah perangkat desa atau sebutan lain perangkat kelurahan dalam kampanye.
Namun, pada ayat (2) dijelaskan bahwa kepala daerah, termasuk wali kota dan wakilnya, tidak dilarang mengikuti atau terlibat dalam agenda kampanye. Hal itu diperbolehkan setelah mereka mengajukan izin kampanye sesuai ketentuan aturan undang-undang.
“Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, pejabat negara lainnya serta pejabat daerah dapat ikut dalam kampanye dengan mengajukan izin kampanye sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi ayat (2) Pasal 70 tersebut.
Selain itu, kepala daerah memang bukan ASN sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Kepala daerah seperti gubernur, bupati, wali kota, dan masing-masing wakilnya merupakan pejabat negara. Sementara ASN adalah PNS dan PPPK.