Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Wacana Pilkada Dikembalikan Lewat DPRD, Feri Amsari: Logika Sesat

Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, menilai wacana agar pilkada dikembalikan melalui DPRD merupakan logika yang sesat.

16 Desember 2024 | 11.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen ilmu hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai wacana pemilihan kepala daerah kembali melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai logika yang sesat. Usulan ini sebelumnya dilemparkan oleh Presiden Prabowo Subianto, dengan alasan mahalnya biaya untuk menggelar pilkada langsung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, terdapat dua perspektif atau kekuatan dalam mengubah suatu undang-undang. Pertama, harus menampung partisipasi publik. Dia menuturkan, sebelumnya tak ada sinyal bahwa pemerintah ingin mengubah Undang-Undang Pilkada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tiba-tiba sekarang ujug-ujug mereka lakukan. Atas partisipasi siapa, atas kehendak publik yang mana mereka mengubah Undang-Undang Pilkada?" kata Feri saat dihubungi Tempo pada Senin, 16 Desember 2024.

Kekuatan kedua, kata dia, harus ada kajian, naskah akademik, dan lain-lain untuk mengubah undang-undang. Poin ini, menurut Feri juga belum dilakukan oleh pemerintah.

Namun, Prabowo dinilai sudah menarik kesimpulan bahwa solusinya adalah pilkada harus dikembalikan melalui DPRD. "Itu kan logika sesat, yang membuat sudut pandang Prabowo itu betul-betul jungkir balik," kata dia.

Dia juga menyebut Prabowo salah memberikan contoh negara sebagai referensi untuk mengubah sistem pilkada. "Memberikan contoh negara-negara saja salah dalam perspektif hukum ketatanegaraan. Referensinya saja Bahlil, Menteri ESDM, bukan menteri yang paham akan apa yang disebut pilkada itu," tutur Feri.

Sebelumnya, Prabowo menyatakan tertarik dengan pemikiran Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengenai perbaikan sistem demokrasi. Dia menyoroti mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk pilkada. 

"Saya sangat tertarik pemikiran ketum Golkar, menurut saya hari ini yang paling penting, yang disampaikan Partai Golkar tadi, bahwa kita semua merasakan demokrasi yang kita jalankan ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama," katanya dalam Puncak Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center, Bogor, pada Kamis, 12 Desember 2024.

Prabowo pun mengusulkan pesta demokrasi untuk memilih DPRD saja. Setelah itu, DPRD lah yang akan memilih gubernur hingga bupati. Menurut Prabowo, sistem itu lebih efisien dan bisa menekan banyak biaya.

"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati," ujarnya.

Prabowo menyatakan, opsi itu bisa dilakukan untuk menekan besarnya anggaran menggelar pilkada langsung. Anggaran sebesar itu, kata Prabowo, lebih baik digunakan untuk kebutuhan masyarakat.

"Efisien enggak keluar duit? Uang yang bisa beri makan anak-anak kita, uang yang bisa perbaiki sekolah, bisa perbaiki irigasi," kata Prabowo.

Dia juga menyinggung banyaknya anggaran politik yang harus dikeluarkan oleh peserta pilkada. Mengingat hal itu, Prabowo menyarankan perlu ada evaluasi sistem secara bersama-sama.

Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus