Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yang untung, yang korban, di jalan pintas

Porkas menimbulkan banyak ekses. misalnya, manalu membakar istrinya, jumino membunuh pengecer porkas. sudah dijudibuntutkan. aspek positifnya rejeki bagi pengecer dan dana melimpah bagi sepak bola. (nas)

26 Juli 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEDUNG Sasana Krida, Pluit, Jakarta Utara, penuh sesak. Sekitar 400 orang datang memadati gedung itu, Ahad malam lalu. Mereka umumnya datang bersandal jepit, dan berkaus warna-warni. Ada pula yang datang bertopi hitam dengan bagian depan ditekuk menutupi dahi -- ala Michael Jackson, penyanyi pop Amerika yang tersohor itu. Siapa mereka? Itulah potret penggemar Porkas. Mereka, seperti tampak dari dandanannya, umumnya berasal dari lapis sosial bawah. Malam itu, mereka datang untuk menyaksikan langsung hasil penarikan Porkas periode ke-28, dan, siapa tahu, mendapat peruntungan yang mengagetkan. Porkas, seperti diketahui, dengan sehelai kupon berharga Rp 300, menjanjikan berbagai hadiah -- yang tertinggi Rp 100 juta. Setelah lebih dari setengah tahun berlangsung, adakah yang pernah mendapatkannya? Pihak penyelenggara Porkas menyebut ada dua orang yang pernah meraih "kaya mendadak" itu. Siapa? "Ada perjanjian agar kami merahasiakan nama dan alamat pemenang," ujar Abraham Toding, Sekretaris Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial. Kedua orang itu, katanya, warga DKI Jakarta. Toding tak memberikan identitas lebih banyak tentang pemenang itu. Misalnya, foto ketika hadiah Rp 100 juta itu diberikan. "Tidak difoto," kata Toding seraya tertawa lebar. Konon, penyelenggara waswas mengumumkan secara terbuka si pemenang. Misalnya, takut orang itu akan diperah oleh penodong. Sehingga, nama dan alamat patut dirahasiakan. Alasan yang ternyata tak berlaku untuk undian berhadiah yang lain. Misalnya, Undian Sosial Berhadiah, yang dikenal sebagai Undian Harapan, dengan hadiah dua kali lipat dari Porkas (Rp 200 juta) -- selalu mengumumkan si pemenang. Bahkan, biasanya, turut dlsebarluaskan potret penyerahan hadiah itu. Khalayak ramai tahu, dan yakin, memang ada si pemenang. Misalnya, akhir Mei lalu, Sutiman, seorang tukang bakso yang tinggal di Kelurahan Gandaria Utara, Jakarta Selatan, mendapatkan hadiah Rp 200 juta itu. Tak jelas adakah menebak Undian Harapan lebih mudah dari Porkas. Namun, pada Porkas -- sebagai sesama jenis permainan untung-untungan -- tersedia 409 juta trilyun kemungkinan untuk bisa memenangkan hadiah terbesar. Toh masyarakat, lapisan bawah terutama, berduyun-duyun membeli kupon Porkas ini. Bahkan, di sana-sini ekses telah meluas, dan banyak yang berakhir dramatis. Adalah Jamorlen Manalu, 25, kini mendekam di penjara. Tukang becak ini, 14 April siang, pulang bergegas ke rumahnya di bilangan Jalan Tangguk Bongkar, Medan. Beberapa hari sebelumnya, ia membeli dua buah kupon. Entah dari mana sumbernya, yang jelas Jamorlen merasa beberapa tebakannya dalam kedua kupon yang dibelinya benar. Dan, untuk kedua kupon itu ia diperkirakan akan memperoleh total Rp 780.000. Tapi, kedua kupon itu tertinggal di saku celana yang dipakainya hari sebelumnya. "Mana kupon Porkas yang kusimpan di celana semalam?" tanya Jamorlen, pada istrinya. Perempuan itu menjawab, "Celananya sudah kucuci." Dan, masih dengan tenang, ibu dua anak itu hendak menyiapkan makan siang suaminya. "Di mana kupon Porkas itu kau letakkan?" kembali, Jamorlen bertanya. Kali ini, dengan nada yang sudah meninggi. "Aku tak tahu," ucap Tiolan boru Simamora. Tukang becak itu kesal, dan pertengkaran sengit pun pecah. Entah setan mana yang melintas di benak Jamorlen, yang kemudian mengambil sekaleng minyak tanah yang terletak di dekat dapur. Lelaki kalap itu lalu menyiramkannya ke sekujur tubuh si istri. Dan, dengan tak diduga, mengeluarkan korek api, menyantiknya, dan melemparkan anak korek api yang menyala itu ke tubuh Tiolan. Tubuh perempuan itu pun digerayangi api. Terang perempuan itu menjerit-jerit. Tetangga pun datang menolongnya. Tiolan, akhirnya, dirawat di rumah sakit, dengan biaya Rp 1.100.000. Sebuah jumlah yang jauh lebih besar, seandainya pun Jamorlen memenangkan hadiah Rp 780.000. Di penjara, Jamorlen berkata pada TEMPO, "Saya menyesal, Bang." Dan, ia merunduk. Memang, Sumatera Utara, khususnya Medan, merupakan kawasan penjualan Porkas yang dinilai baik. "Sekitar 65% kupon yang didrop terjual habis," kata Abraham Toding. Untuk Sum-Ut ini, sepekan habis 3,3 juta lembar kupon, melalui 154 loket penjualan. Artinya, tak kurang Rp 4 milyar kotor dalam sebulan. Dampak negatif Porkas pun nyata benar di wilayah ini. Tak hanya membakar istri, bahkan pembunuhan pun terjadi. Misalnya, di Kota Binjei, 22 km arah barat dari Medan. Pada 13 Juli itu, Jumino, 53, merasa tak diladeni dengan baik oleh penjual Porkas, Yang I Kok. Tapi, menurut versi polisi, Jumino mendesak Yang I Kok untuk memberi tahu kemungkinan huruf yang keluar. Jumino menganggap penjual kupon Porkas itu telah bermimpi semalam dan, karena itu, ia meminta diberi tahu. Yang I Kok lalu berkata ketus, "Lu gila." Dibilang gila, Jumino tersinggung berat. Dan, tiba-tiba saja Jumino meraih pisau dapur yang baru dibelinya dan menikam ulu hati Yang I Kok. Penjual kupon Porkas ini akhirnya meninggal. Apa kata Jumino? "Saya tidak gila," ujarnya pada polisi yang memeriksanya. Ekses Porkas juga terjadi di pedesaan. Padahal, diketahui, Porkas hanya boleh diedarkan sebatas ibu kota kabupaten. Di Kecamatan Tanah Jawa, Simalungun, Sum-Ut, kupon itu beredar luas. Hasil pengamatan wartawan TFMPO, Bersihar Lubis, penjualannya secara gelap bisa mencapai 5.000 lembar sepekan. "Saya saja menjual 3.750 lembar seminggu," ujar Ismail Sitompul, terus terang. Padahal, penduduk kecamatan yang berjarak 137 km dari Medan itu hanya sekitar 3.000 jiwa. Pengedar kupon Porkas itu bahkan merasa telah menolong penduduk. Sebab, "Jika penduduk harus membeli kupon ke Pematangsiantar, sedikitnya harus keluar ongkos bis Rp 600," kata Sitompul. Artinya, biaya pergi ke ibu kota Kabupaten Simalungun itu sama dengan harga dua buah kupon Porkas. Dan, seperti lotre-lotre lainnya, Porkas pun dijudibuntutkan. Ini, terang, bukan fakta baru dalam sejarah undian di negeri ini. Toto KONI, Undian Sosial Berhadiah, dan lain-lain selalu diikuti oleh ekses judi buntut. Porkas pun bukanlah pengecualian. Misalnya, yang terjadi di wilayah Keresidenan Pati, Jawa Tengah. Inilah wilayah yang meliputi berbagai kota kecil, seperti Kudus, Jepara, Rembang, Blora, dan Pati sendiri. Seperti diketahui, berbeda dengan undian-undian lainnya, pada Porkas yang ditebak bukan angka -- melainkan huruf. Huruf inilah pula yang dibuntutkan. Caranya? Sederhana saja: orang hanya menebak empat urutan huruf dari 14 huruf, pertama, hasil Porkas. Jika satu huruf pertama tepat, dari kupon seharga Rp 300, si penebak mendapat hadiah hanya delapan kali lipat, Rp 2.400. Jika tepat untuk dua huruf pertama, meraih hadiah 70 kali, yakni Rp 21.000. Jika tepat menebak tiga huruf pertama, memenangkan hadiah 500 kali lipat, yakni Rp 150.000. Dan kalau empat huruf pertama pas ? Ya, Anda akan mendapat hadiah buntut 2.500 kali lipat, yaitu Rp 750.000. Pembelian buntut Porkas itu, terang, di luar kupon Porkas, tapi kupon biasa yang dikeluarkan para bandar gelap. Jadi, para bandar itu hanya memanfaatkan hasil undian Porkas yang kemudian dijudibuntutkan. Cerita tentang Porkas tentu saja tak cuma yang burukburuk. Aspek positif Porkas ialah, antara lain, kita telah menikmati siaran langsung kejuaraan sepak bola dunia di Meksiko. Selain itu, jika uang yang menjadi hak kesebelasan yang diporkaskan benar-benar dibayarkan, uang Porkas itu terasa benar artinya bagi klub. Di Sum-Ut, misalnya, telah tujuh pertandingan yang diporkaskan. Dan, alhamdulillah, semuanya telah dibayar oleh penyelenggara Porkas. "Untuk menyelenggarakan setiap pertandingan, sedikitnya diperlukan biaya Rp 250 ribu," ujar Zainuddin, Sekretaris Komda PSSI Sum-Ut. Dengan uang Porkas, yakni Rp 2 juta untuk tiap pertandingan, PSSI Komda Sum-Ut dapat memberi lebih banyak dana bagi pembinaan klub. "Mestinya, dari jatah Rp 2 juta itu, Komda PSSI mendapat Rp 800 ribu. Tapi, demi pembinaan, yang separuh kami serahkan sebagai tambahan penghasilan bagi tiap kesebelasan yang bertanding," katanya. Komda PSSI Kalimantan Selatan juga menyebut betapa uang hasil Porkas itu sangat bermanfaat. Para penebak lalu ramai menonton pertandingan, seperti yang terjadi antara Perseban (Banjarmasin) dan Perseka (Kandangan), 26Januari silam. Dari dana Rp 2 juta hasil Porkas, "Perserikatan tertolong -- untuk menyelenggarakan kompetisi," kata H.A. Sulaiman H.B., salah seorang pengurus PSSI Komda Kal-Sel. Memang, di berbagai tempat, sekali pertandingan sampai menelan rata-rata Rp 200.000. Padahal, dana yang diperoleh KONI Kal-Sel dari APBD, hanya Rp 200 juta setahun. Itu pun biaya itu untuk membina semua cabang olah raga. Porkas disebarkan oleh 17 distributor di seluruh Indonesia. Sepekan rata-rata kini terjual sekitar 5-6 juta kupon, yang melibatkan 500 subagen. Belum lagi, tentu, para pengecer. Secara kasar, "Keseluruhan Porkas melibatkan 15.000 tenaga kerja," kata Abraham Toding, Sekretaris YDBKS, pemilik lisensi Porkas, mengira-ngira. "Ini berarti Porkas menciptakan lapangan kerja baru di sekitar informal," katanya lagi, menunjukkan dampak positif Porkas. Pihak YDBKS, menurut Toding, hanya mengutip Rp 240 dari sehelai kupon berharga Rp 300. Jika distributor mengambil Rp 20 sehelai, dan subagen, katakanlah Rp 20 pula, maka pengecer yang paling tak bermodal pun masih mendapat Rp 20 pula sehelai. Masuk akal, memang. Rusli, 59, misalnya. Orang tua ini sejak 1960 menggantungkan hidup dari menjual berbagai undian. Ia kini menjadi pengecer Porkas sejak penarikan pertama, 11 Januari lalu. Di Jalan Paseban, Jakarta, sepekan ia mengaku bisa menjual 1.250 lembar (Rp 475.000). Dengan komisi 10%, "Seminggu saya mendapat Rp 47.500, atau sebulan mencapai Rp 190.000," katanya. Sukarno, 61, baru tiga setengah bulan inimenjadi pengecer Porkas di daerah Petamburan, Jakarta. Ini kawasan kumuh (slum). Di sinilah tinggal masyarakat lapis bawah, seperti tukang bakso, tukang becak, dan tukang sapu. Kini, Sukarno mampu menjual sekitar 1.000 Iembar Porkas sepekan. Dari omset Rp 300.000 itu, ia mendapat komisi sekitar Rp 25.000 seminggu. Padahal, untuk menjadi pengecer, ia tak memerlukan modal. Cukup menyediakan sebuah meja dan bangku, dan seraya duduk-duduk di depan rumahnya -- ia mendapat uang. "Dagang begini enak, dan tanpa risiko," ujar ayah lima anak ini. Meski usianya di atas 60, Sukarno mengaku masih harus membiayai empat anaknya. "Baru seorang yang bekerja, menjadi tentara," tambahnya. Hasil penjualan kupon Porkas, ternyata, ada juga yang disumbangkan ke masjid. Ini terjadi, misalnya, di bulan Puasa silam. Masjid Raya Pluit, Jakarta, menerima 16 helai karpet, beras 1 ton, dan 10 buah Quran dari penyelenggara Porkas. "Berasnya sudah habis kami bagikan kepada fakir miskin," kata H. Rusmin, pengurus masjid. Masjid ini memang bertetangga dengan kantor pusat Porkas, di Gedung Sasana Krida, Jakarta Utara. Masih menjelang Puasa, masjid itu pernah disodori bantuan uang Rp 5 juta. "Tapi uang itu tak kami terima," ujar seorang pengurus masjid. Porkas memang lotre. Kata yang terakhir ini menjadi kosakata Indonesia -- yang diambil dari lotrij (bahasa Belanda). Pangkal katanya adalah lot, yang berarti nasib, peruntungan, kemujuran. Ia jalan pintas buat jadi jutawan. Orang memenangkan hadiah bukan karena keahlian. Dengan mempertimbangkan aspek positifnya, peruntungan itulah yang dipertaruhkan oleh kebanyakan lapisan bawah -- dan menimbulkan berbagai ekses negatif. Saur Hutabarat, Laporan Biro-Biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus