Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Berita Tempo Plus

Kisah Bunda Maria dalam Film Mary

Film Mary ramai dikritik warganet dunia karena bintang utamanya dari Israel. Banyak kontroversi lain dalam film Bunda Maria ini.

21 Desember 2024 | 09.00 WIB

Noa Cohen dalam film Mary (2024). Netflix
Perbesar
Noa Cohen dalam film Mary (2024). Netflix

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Film 'Mary' merekam kehidupan Bunda Maria hingga kelahiran Yesus Kristus.

  • Film ini bersandar pada Injil Yakobus, tulisan di luar kanon gereja.

  • Menuai kecaman dari kelompok pro-Palestina karena menampilkan aktor Israel.

PEREMPUAN itu sedang menggendong seorang bayi di tengah padang pasir. "Aku dipilih untuk memberikan rahmat kepada dunia. Rahmat terbesar yang pernah kuketahui," katanya, dalam film Mary. "Kau pikir kau tahu ceritaku. Percayalah, kau tidak tahu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kalimat Mary, ibu Yesus Kristus yang dikenal sebagai Bunda Maria di Indonesia, itu membuka Mary, film yang sedang tayang di Netflix untuk menyambut Natal. Noa Cohen, pemeran Mary, seperti menjanjikan suatu cerita kepada penonton. Cerita yang barangkali belum pernah kita dengar. Ini memang bukan kisah tentang kelahiran Yesus Kristus, melainkan kisah Maria, perawan suci yang dipersiapkan untuk membawa kabar baik ke muka bumi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Film diawali dengan Joachim (Ori Pfeffer), orang Yahudi yang menyepi di gurun pasir Semenanjung Sinai. Pada suatu malam yang dingin dia didatangi malaikat Gabriel (Dudley O'Shaughnessy). Dengan memakai jubah dan penutup kepala serba biru, Gabriel menyampaikan pesan bahwa Joachim dan istrinya, Anne (Hilla Vidor), akan mendapatkan seorang anak perempuan dan kelak anak itu akan menjadi pelayan Tuhan.

Beberapa bulan kemudian Mary lahir. Begitu Mary menginjak usia hampir dewasa, Gabriel datang lagi dan mengingatkan Joachim dan Anne tentang takdir Mary. Kedua orang tua itu kemudian menyerahkan Mary ke Bait Allah, pusat peribadatan umat Yahudi Israel di Yerusalem.

Adegan film Mary (2024). Netflix

Mary adalah tokoh utama dalam film terbaru hasil kolaborasi rumah produksi Aloe Entertainment, Luna Film Productions, Ludascripts, dan PeachTree Media Partners ini. Film ini menceritakan perjalanan hidup Mary atau Maria hingga kelahiran Yesus.

Film ini menuai banyak kontroversi, dari ceritanya sampai hal teknis seperti pemilihan aktor. Dari segi cerita, gambaran tentang masa kecil Maria dipertanyakan. Belum lagi soal adegan percintaan antara Mary dan Joseph (Ido Tako) serta gambaran tentang malaikat Gabriel (Jibril) dan Lucifer. Para pengkritik menyebutkan tak ada landasan yang memadai bagi sutradara dan penulis cerita untuk membuatnya seperti itu.

D.J. Caruso, sutradara Mary, menyatakan dia ingin menampilkan sosok Mary sebagai manusia dan bertumpu pada Protoevangelium of James atau Injil Yakobus, tulisan tentang Bunda Maria dan Yesus di luar kanon gereja. Caruso adalah sineas yang pernah disewa Steven Spielberg untuk menyutradarai film Disturbia (2007) dan Eagle Eye (2008).

Masalah juga muncul dari pemilihan dua aktor utama dalam film ini. Noa Cohen dan Ido Tako adalah aktor Israel. Film bikinan Amerika Serikat ini juga menampilkan aktor Israel lain, seperti Ori Pfeffer, Mili Avital, Keren Tzur, dan Hilla Vidor.

Di tengah serbuan pasukan Israel yang membumihanguskan Gaza di Palestina, isu ini menjadi sensitif. Para pendukung Palestina mengkritik bahwa keduanya tidak merepresentasikan Arab dan Palestina. Ada juga pihak yang menuding studio pembuat film sengaja ingin menghapus identitas Palestina dari sosok Maria dan Yusuf. Bahkan ada seruan boikot terhadap "Mary" di Israel dan Palestina. "Sebuah film (tentang) seorang perempuan Palestina yang diperankan oleh aktor dari negara pemukim yang saat ini sedang membantai perempuan Palestina secara massal. Oh, sungguh tindakan yang sangat berani," kata seorang warganet, seperti dikutip The Times of Israel.

Beberapa aktivis pro-Palestina dan anti-Israel mengidentifikasi Yesus dan orang tuanya sebagai orang Palestina, meskipun cerita Alkitab menyatakan bahwa mereka adalah orang Yahudi dan tinggal di wilayah yang saat itu disebut Yudea.

Noa Cohen dalam film Mary (2024). Netflix

Caruso berkeras bahwa keputusan pemilihan pemeran utama film Mary sudah tepat. "Penting bagi kami bahwa Maria, bersama dengan sebagian besar pemeran utama kami, dipilih dari Israel untuk memastikan keaslian, katanya kepada Entertainment Weekly.

Kehadiran Anthony Hopkins, yang memerankan Herod, Raja Yudea, tampaknya tak banyak menolong. Herod, yang di sini dikenal sebagai Herodes, digambarkan sebagai Raja Yahudi bertangan besi yang akan menggunakan segala cara untuk mencegah lahirnya Mesias, yang diramalkan akan mengancam takhtanya. Namun akting Hopkins tak secemerlang dalam film terdahulunya, misanya The Silence of The Lambs (1991)

Meskipun kontroversial, Mary telah menambah khazanah perfilman tentang Yesus. Film ini menambah daftar film tentang sejarah Yesus dari sudut pandang yang lain yang belakangan ini mulai banyak diangkat. Sebelumnya ada film The Young Messiah (2016), yang diangkat dari novel Christ The Lord: Out of Egypt karya Anne Rica, yang menceritakan kisah Yesus saat berusia 7 tahun.

Ada pula film The Last Temptation of Christ (1988) yang dibintangi Willem Dafoe dan dikomandoi oleh sutradara Martin Scorsese yang menceritakan kisah Yesus yang lebih manusiawi. Film ini bercerita tentang kehidupan Yesus dan perjuangannya menahan berbagai bentuk godaan dan penderitaan. Sisi kontroversialnya muncul dalam adegan Yesus tergoda dan membayangkan dirinya terlibat dalam aktivitas seksual.

Film seri Messiah, yang tayang di Netflix pada Maret 2020, menafsirkan kembalinya Al Masih (Yesus) di zaman modern. Film ini juga menuai kontroversi karena tafsirnya terhadap sosok Yesus dan kandungan keagamaannya yang kontroversial.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus