Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Kendari - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menahan satu tersangka kasus korupsi pertambangan nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di blok Mandiodo- Lasolo-Lalindu di Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Satu tersangka itu berinisial GAS, selaku pelaksana lapangan PT. Lawu Agung Mining (LAM). Kejaksaan langsung menahan GAS yang baru diperiksa pertama kalinya itu.
Pemeriksaan GAS, berlangsung hampir 13 jam. Sekitar pukul 22.00 Wita, GAS mengenakan rompi oranye didampingi pengacaranya keluar dari gedung Kejati dan langsung digiring ke mobil tahanan untuk dititipkan ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Puuwatu, Kota Kendari selama 20 hari kedepan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Asintel Kejati Sultra, Ade Hermawan mengatakan, penahanan GAS berkaitan perannya dalam pelaksanaan Kerjasama Operasi (KSO) di wilayah PT Antam di Mandiodo dengan PT Lawu dan Perusda sejak 2021 hingga 2023.
“Penyidik melihat ada peran dalam perkara tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan KSO. Ada penjualan ore nikel tanpa izin yang melibatkan PT Antam KSO dengan Perusda dan PT Lawu. Lalu sebagian kecil dijual ke Antam namun lebih besar dijual ke luar menggunakan dokumen terbang milik PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) ke Morosi dan tempat lainnya,” kata Ade, pada sejumlah awak media, Senin malam, 19 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain menahan GAS, Ade menyampaikan, pada Jumat 23 Juni 2023 mendatang, pihaknya menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua tersangka lainnya yakni, Manager PT Antam berinisial HA dan Direktur PT Kabaena Kromit Pratama, AA.
Kejaksaan, menurut Ade, masih terus melakukan pendalaman terhadap perusahaan-perusahan lain yang juga ikut menambang. Sejauh ini Kejati Sultra sudah memeriksa 8 perusahaan dari 38 perusahaan yang menjadi saksi.
“Sepanjang alat bukti cukup, tidak menutup kemungkinan bisa ada penambahan tersangka, ” ujar Ade.
Gas dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 3, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31Tahun1999, Jo pasal 55 ayat 1, 56 KUHP.
Ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Adapun pihak GAS yang diwakili kuasa hukumnya, Andi Simangunsong mengatakan
menghormati penahanan yang dilakukan penyidik terhadap klienya.
Pihaknya akan melihat perkembangan kasus tersebut. Menurut dia, yang dilakukan kliennya bukanlah tindak pidana apalagi tindak pidana korupsi.
Menurutnya tindakan yang dilakukan GAS seluruhnya berdasarkan atas kontrak dan perjanjian antara pihak GAS, dengan PT Antam dan mitra KSO.
Andi membantah kliennya juga PT Lawu terlibat dokumen terbang pada penjualan ore nikel PT. Antam.
“Terdapat perbedaan persepsi menilai permasalahan ini. Kami melihat bukanlah tindak pidana apalagi tindak pidana korupsi. Tidak ada dokumen terbang dari GAS apalagi PT Lawu, tidak ada pertanyaan yang menjurus ke arah dokumen terbang atau yang menuduh GAS menggunakan dokumen terbang,” kata Andi di Kantor Kejati Sultra pada awak media.
Kejaksaan mulai menyidik kasus ini pada Februari 2023. Investigasi Majalah Tempo edisi Januari 2023, menemukan perusahaan tambang mencuci nikel hingga ke smelter. Pengiriman itu sukses karena menggunakan dokumen perusahaan pemegang IUP yang memiliki izin lengkap seperti RKAB juga IPPKH. Para penambang menyebutnya dokumen terbang alias “dokter”.