Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ketua DPR Minta Jokowi Beri Amnesti Baiq Nuril

Bambang Soesatyo Komisi III DPR akan meminta Presiden Jokowi memberi amnesti untuk Baiq Nuril.

8 Juli 2019 | 12.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan Komisi III DPR akan meminta Presiden Joko Widodo agar memberikan amnesti untuk Baiq Nuril, guru honorer SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baiq Nuril, sebelumnya dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta setelah pengajuan peninjauan kembali kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE ditolak Mahkamah Agung.

Baiq Nuril selaku pemohon PK dinyatakan bersalah karena merekam pembicaraan via telepon seluler antara Kepala SMAN 7 Mataram, H Muslim dengan Baiq Nuril, ketika Muslim menelepon Nuril sekitar satu tahun yang lalu. Pembicaraan via telepon tersebut diduga mengandung unsur pelecehan seksual terhadap Baiq.

Rekaman tersebut kemudian disimpan Baiq Nuril dan diserahkan kepada seseorang bernama Imam Mudawin. Imam memindahkan bukti rekaman tersebut dan disimpan secara digital di laptop-nya, hingga tersebar luas.

Mahkamah Agung melalui Majelis Kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni, pada 26 September 2018, menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Dalam putusannya, majelis hakim menganulir putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baiq Nuril lalu mengajukan PK namun ditolak. Perkara ini diputus oleh majelis hakim PK yang diketuai Suhadi, dengan hakim anggota Margono dan Desnayeti. Kasus yang menjerat Baiq Nuril ini menguatkan desakan dari pelbagai kelompok masyarakat sipil agar pemerintah dan DPR merevisi UU ITE.

Selama ini, UU ITE kerap dianggap membatasi kebebasan berekspresi dan demokrasi. Adapun dalam kasus ini, kelompok masyarakat sipil mengatakan hukuman terhadap Nuril menafikan upayanya untuk melindungi diri dari kekerasan seksual yang masih marak terjadi.

Terkait desakan revisi UU ITE, Bambang Soesatyo mengatakan akan menghimpun masukan dari pelbagai pihak ihwal perlu tidaknya revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Hal ini disampaikan Bamsoet, sapaan Bambang, saat menanggapi ditolaknya permohonan peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril oleh Mahkamah Agung.

"Nanti kami minta kajian dari berbagai pihak apakah UU ITE ini yang sudah berlaku ini perlu dievaluasi lagi, dan revisi ya sangat tergantung kepada dinamika yang ada di masyarakat," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 8 Juli 2019.

Meski begitu, Bamsoet mengaku mendengar bahwa Komisi I DPR berpandangan UU ITE masih diperlukan. Kata dia, UU ITE dianggap penting untuk menjaga kehormatan warga negara dari potensi penyebarluasan informasi elektronik yang merugikan.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus