Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kronologi OTT Bendesa Adat Bali yang Diduga Peras Investor Rp10 Miliar

Seorang Bendesa Adat Berawa di Bali berinisial KR diduga memerasa pengusaha demi memberikan rekomendasi izin investasi

4 Mei 2024 | 18.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksan Tinggi atau Kejati Bali menetapkan Bendesa Adat Berawa berinisial KR sebagai tersangka pemerasan terhadap investor usai tertangkap basah melalui operasi tangkap tangan saat bertransaksi di salah satu kafe di kawasan Renon, Denpasar, pada Kamis, 2 Mei 2024. KR diduga memungut tip Rp10 miliar sebagai uang pelicin agar rekomendasi itu keluar. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejaksaan Tinggi Bali merekonstruksi operasi tangkap tangan atau OTT terhadap Bendesa Adat berinisial KR pada Jumat, 3 Mei 2024. Dalam reka ulang agenda itu, KR tiba di Kafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Bali, beberapa menit setelah seorang pengusaha yang ingin meminta rekomendasi darinya datang lebih awal. KR tampak menggunakan pakaian adat Bali berwarna putih dengan udeng melingkar di kepalanya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KR dan seorang pengusaha itu duduk di nomor 30 kafe tersebut, sedangkan dua orang lain duduk terpisah di meja nomor 28. Bersama dua koleganya, pengusaha itu membawa tas berwarna kuning bertulis bread papas yang berisi uang Rp100 juta. 

Usai memesan minum untuk persamuhan itu, pengusaha itu langsung menyerahkan tas warna kuning itu ke KR. Penyerahan fulus sebesar Rp100 juta itu dilakukan di atas meja. 

Namun, transaksi uang pelicin rekomendasi itu ternyata telah dipantau oleh penyidik dari Kejaksaan Agung yang menyamar sebagai kurir ojek online. Secepat kilat, penyidik langsung memegang kedua tangan KR dan penyidik lain mengamankan pengusaha itu. 

Penyidik lantas membuka tas berwarna kuning berisi uang Rp100 juta yang terletak di samping kiri KR itu. Setelah itu, penyidik membawa KR ke kantor Kejaksaan Tinggi Bali. 

Alasan Kejati Bali Tetapkan Bendesa Adat sebagai Tersangka Pemerasan

Kejaksan Tinggi atau Kejati Bali menilai KR telah menyelewengkan wewenangnya sebagai Bendesa Adat dalam memberi rekomendasi izin, tapi turut minta duit. 

“Memanfaatkan wewenang. KR secara aktif meminta sejumlah uang,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana, saat dihubungi pada Jumat, 3 Mei 2024. 

Kejati menjerat KR dengan Pasal 12 huruf (e) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, satu pengusaha dan dua koleganya hanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. 

Bendesa Adat merupakan sosok yang krusial karena menjadi penentu lolosnya sebuah izin investasi di kawasan desa wisata dan adat. Dalam proses perizinan, Putu Agus menyebut calon investor mesti mendapat rekomendasi dari Bendesa Adat setempat agar bisa menjalankan kegiatan investasi, seperti mendirikan villa, hotel, dan jenis kegiatan lain. Rekomendasi ini nantinya menjadi modal bagi investor untuk mengajukan perizinan ke pemerintah daerah, notaris, mengurus Amdal, dan persyaratan lain. 

Dalam kasus ini, Putu Agus menyebut KR meminta uang pelicin sebesar Rp 10 miliar kepada AN agar rekomendasi itu keluar. AN diduga dua kali menyerahkan uang kepada KR. Pertama uang sebesar Rp 50 juta, kedua sebesar Rp 100 juta,  

Tanpa rekomendasi dari Bendesa Adat, pemerintah daerah tak bisa memproses perizinan kegiatan investasi di Pulau Dewata itu.  “Di sini krusialnya. Setiap desa menjadi kewenangannya (Bendesa Adat),” kata dia. 

Selain itu, Putu Agus menyebut posisi Bendesa Adat sebenarnya setara dengan kepala desa. Hanya saja, Bendesa Adat merupakan sosok yang dituakan dan dipercaya masyarakat setempat untuk mengurusi hak dan kewajiban adat, sedangkan kepala desa hanya mengurusi desa secara formal kenegaraan. Namun, kedua jabatan itu sama-sama mendapat tunjangan dan gaji dari pemerintah provinsi Bali. 

Putu Agus menyebut praktik lancung dengan mengakali perizinan seperti ini bisa merusak desa adat dan iklim investasi di Bali.  “Setiap desa itu ada daerah suci yang harus dijaga. Kejaksaan ingin menjaga itu supaya tetap memiliki muruah, apalagi kalau investasi di sebelah daerah yang suci,” kata dia. Putu Agus menyebut Kejati Bali akan terus mengembangkan kasus ini. 

Sebelumnya, Kejati Bali menangkap KR bersama seorang pengusaha berinisial AN dan dua koleganya saat bertransaksi di Resto Casa Eatery, Jalan Raya Puputan, Renon-Denpasar Timur, Bali. Operasi Tangkap Tangan itu juga menyita barang bukti berupa kantong berwarna kuning berisi amplop dengan uang Rp 100 juta di dalamnya, mobil Toyota Fortuner, dan dua buah ponsel. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus