Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang lanjutan terdakwa kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto kembali digelar hari ini, Kamis, 1 Februari 2018. Agenda sidang masih mendengarkan fakta yang disampaikan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada tujuh saksi yang diagendakan. Namun, hanya lima orang yang datang," kata jaksa Eva Yustisia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Februari 2018.
Baca: KPK Minta Setya Novanto Tak Setengah-setengah Jadi JC
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelima saksi itu adalah pengacara Hotma Sitompul, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Chairuman Harahap, dan Direktur Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setiabudi Arianta.
Dua saksi lainnya, yakni mantan pegawai negeri sipil (PNS) bernama Fajar Kurniawan dan bekas pegawai toko jam, Marita alias Tata.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat. Semula, sidang dijadwalkan pukul 09.00, tetapi baru dimulai pukul 10.12.
Sidang pemeriksaan saksi mulai berjalan sejak Kamis, 11 Januari 2018. Hingga saat ini, beberapa saksi yang dihadirkan datang dari instansi pemerintah, politikus, swasta, dan pihak money changer.
Baca: Mirwan Sebut SBY di Proyek E-KTP, Setya Novanto: Saya Kaget juga
Kamis, 25 Januari 2018, jaksa menghadirkan lima saksi, yakni mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi; mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni; Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh; Kepala Sub-Bagian Tata Usaha Pimpinan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Suciati; serta Direktur Pendaftaran Penduduk Kementerian Dalam Negeri Drajat Wisnu Setyawan.
Setya didakwa jaksa penuntut umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011 saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Atas perannya, Setya Novanto disebut menerima total fee sebesar US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Kini, Setya Novanto sedang mengajukan permohonan menjadi justice collaborator (JC). Seperti yang diketahui, syarat-syarat untuk menjadi JC di antaranya mengakui perbuatan, bersedia terbuka menyampaikan informasi yang benar tentang dugaan keterlibatan pihak lain yaitu aktor yg lebih tinggi atau aktor intelektual atau pihak-pihak lain yang terlibat dan pemohon bukan merupakan pelaku utama dalam perkara.
Bagi yang menerima justice collaborator, seorang pelaku dapat dipertimbangkan untuk menerima tuntutan hukuman lebih ringan. Setelah itu, ketika menjadi terpidana, justice collaborator bisa menerima pemotongan masa tahanan dan hak-hak narapidana lain yang bisa diberikan secara khusus.