Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Majelis Hakim yang memimpin sidang obstruction of justice (menghalangi penegakan hukum) pembunuhan Brigadir Nofiransyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua, Djuyamto, mengutip Surat Yasin yang dia dengarkan saat khotbah shalat Jumat. Djuyamto mengingatkan agar terdakwa Arif Rachman Arifin untuk berkata jujur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada awal sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini, Jumat, 13 Januari 2023, Djuyamto membuka pertanyaan dengan wejangan agar Arif berterus terang. Ia menuturkan apa yang disampaikan khotib saat salat Jumat relevan dengan sidang hari ini. Hakim pun meminta agar Arif berbicara jujur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Waktu Jumatan tadi khotib mengutip surat Yasin ayat 65, jadi relevan dengan sidang hari ini. Tidak ada gunanya nanti di akhirat itu, yang ngomong nanti kaki sama tangan, mulut kita dibungkam. Kalau di sini pintar ngomong, nanti di sana tidak ada artinya. Lebih baik ngomong sekarang apa adanya,” kata Djuyamto.
Hakim tanyakan soal pertemuan 13 Juli 2022 di ruangan Ferdy Sambo
Kemudian Djuyamto mengkonfirmasi pernyataan Arif Rachman Arifin dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Awalnya Djuyamyo menanyakan perihal ucapan Ferdy Sambo kepada Hendra Kurniawan saat mereka bertemu di ruangan Sambo pada 13 Juli 2022.
Dalam pertemuan itu, awalnya Arif yang ditemani Hendra melaporkan hasil pengecekannya terhadap CCTV Komplek Polri Duren Tiga. Arif melaporkan bahwa berdasarkan rekaman CCTV tersebut, Yosua masih hidup saat Sambo tiba di rumah dinasnya.
Sambo kemudian membantah hasil rekaman itu. Dia pun memerintahkan Arif untuk menghapus rekaman tersebut serta memerintahkan semua yang melihatnya untuk tutup mulut. Sambo kemudian memberikan perintah kepada Hendra Kurniawan agar memastikan perintahnya dilaksanakan.
“Setelah itu ada tidak saudara mendengar Kadiv Propam mengatakan ke Hendra Kurniawan ‘Ndra kamu cek nanti itu adek-adek pastikan semuanya beres’. Ada tidak gak kata-kata seperti itu?” tanya Hakim DjuyamtoZ
“Ada Yang Mulia,” jawab Arif. “Betul. Tanggal 27 saya sampaikan seperti itu. Di kode etik juga saya sampaikan.”
“Yang dimaksud adek-adek itu siapa?”
“Mungkin Yang Mulia, mungkin, kan ada saya, ada Baiquni,” kata Arif.
“Pastikan semuanya beres itu maksudnya apa?“
“Kalau sepenangkapan saya perintah tentang musnahkan.”
“Yang kedua ada tidak saudara mendengar kata-kata Hendra ketika saudara melihat tadi Pak Ferdy Sambo menangis itu saudara juga tadi menyinggung tapi sedikit saja ‘sudah rif kita percaya saja sama beliau’. Ada kata-kata seperti itu?”
“Iya pada saat beliau menangis seperti kode mau keluar ‘sudah kita percaya saja’,” kata Arif.
“Terus pada saat itu ketika saudara berpamitan Pak Ferdy Sambo pastikan semuanya sudah bersih, ada? Dengar seperti itu?” tanya Djuyamto.
“Iya, terakhir ketika mau keluar berdiri,” kata dia.
“Terakhir, apakah saudara pernah ditelepon saudara Hendra Kurniawan tanggal 14 Juli malam sekitar pukul 11 malam. Ini BAP saudara juga. Isi teleponnya atau WhatsApp-nya ‘Rif perintah kadiv sudah dilaksanakan belum?’ Ada itu?” tanya Djuyamto.
“Kalau seingat saya tanggal 14 itu saya dipanggil Yang Mulia, bukan ditelepon, saya salah itu Yang Mulia,” tutur Arif.
“Bukan telepon?” tanya Djuyamto.
“Bukan Yang Mulia, dipanggil Yang Mulia,” jawab Arif.
“Tapi betul ini perintah tadi?” tanya hakim.
“Iya ditanya, betul,” jawab Arif Rachman.
Selanjutnya, Arif terseret kasus pembunuhan Brigadir Yosua karena hapus rekaman CCTV
Mantan Wakil Detasemen B Biro Paminal Divisi Propam Polri ini terjerat kasus setelah ia menjalani perintah Ferdy Sambo untuk menutupi jejak pembunuhan Brigadir Yosua . Awalnya, dia menerima saja skenario palsu yang dibuat Sambo bahwa Yosua tewas akibat tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Sambo, dalam skenario itu, mengaku tiba di lokasi setelah Yosua tewas.
Arif baru sadar cerita tembak-menembak yang disebar Sambo hanya rekayasa setelah menonton rekaman CCTV pos pengamanan Kompleks Polri Duren Tiga. Dalam rekaman itu terlihat jelas Yosua masih hidup saat Sambo tiba di sana.
Dia kemudian melaporkan hal itu kepada Hendra Kurniawan yang kemudian memerintahkannya untuk melapor ke Sambo. Saat menghadap, Arif Rachman Arifin diperintahkan Ferdy Sambo untuk menghapus dan memusnahkan rekaman yang ia tonton tersebut. Sambo juga disebut sempat mengancam para anak buahnya yang menonton rekaman tersebut untuk tutup mulut.
Rekaman CCTV itu akhirnya terungkap setelah tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menemukannya dalam sebuah diska lepas atau flash disk milik Baiquni Wibowo. Dia rupanya sempat menyalin rekaman tersebut sebelum menghapus seluruh isi dalam cakram padat atau hard disk di laptopnya yang kemudian dihancurkan.
Rekaman itu semakin membongkar skenario palsu yang diciptakan Ferdy Sambo. Hal lain yang menguatkan bahwa Brigadir Yosua tidak tewas karena tembak menembak adalah pengakuan dari Richard Eliezer. Kepada penyidik timsus, Richard mengaku dirinya menembak Yosua atas perintah Sambo. Richard bahkan menyatakan Sambo ikut mengeksekusi Yosua.