Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Dilema angkatan bersenjata filipina

Di filipina telah lahir generasi baru angkatan bersenjata yang berpolitik dan memihak. sejak itu mulailah terjadi insiden. mereka terlibat kekejaman, penyiksaan dan pembunuhan politik.

14 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARENA angkatan bersenjata Filipina diberi peluang menggunakan hak demokrasinya, belang pun terungkap. Suara mereka tidak kongruen dengan suara rakyat. Rakyat 78% menyatakan "ya" pada konstitusi, sedangkan angkatan bersenjata cuma 60%. Apalagi bila ditengok kesatuan demi kesatuan. Angkatan udaranya mayoritas menolak konstitusi. Maka, rahasia hati nurani pun terpaksa terbeberkan. Kekisruhan yang dihadapi angkatan bersenjata Filipina memang memprihatinkan. Tetapi kelirulah bila kita beranggapan bahwa kedodorannya wajah angkatan bersenjata Filipina itu muncul tiba-tiba. Lebih keliru lagi kalau itu dianggap reaksi terhadap bangkitnya people power atau golongan kiri di Filipina. Karena merosotnya moral prajurit Filipina sebenarnya sudah berlangsung sejak 20 tahun yang lalu, yakni ketika Marcos mulai melibat mereka dalam permainan kekuasaan. Tradisi angkatan bersenjata Filipina adalah tradisi profesional yang netral. Ajaran sekolah tentara konvensional yang menanamkan pengakuan atas supremasi pemerintahan sipil mendarah daging di kalangan prajurit dan perwira. Andalan ketangguhan kekuatannya ditujukan untuk menjaga integritas teritorial negara, keutuhan dan kesatuan bangsa, dan menjunjung tinggi undang-undang dasar. Angkatan bersenjata mengacu hidup dalam sebuah tatanan masyarakat yang demokratis, di mana suara rakyat ialah suara Tuhan. Karena itu, apa kata rakyat, itulah hal yang mesti dipertahankannya. Kata rakyat itulah yang tertuang di konstitusi, dan produk-produk perundang-undangan lainnya. Ketika Marcos berketetapan untuk melancarkan democratic revolution, angkatan bersenjatalah salah satu instrumennya. Tidak sabar menunggu hasil upaya meyakinkan premis baru demokrasinya, Marcos menggunakan angkatan bersenjata sebagai alat pemaksaan. Satuan yang semula kecil, kenyal dan tangguh sebagai tentara profesional, diperbesar. Bahkan kekuatannya ditambah dengan unsur Pertahanan Sipil (Hansip) yang dipersenjatai. Mereka lalu dipakai untuk rekayasa politik. Mulai dari "mendukuni" pemilu, agar hasilnya menjamin kelangsungan kepemimpinan Marcos, sampai menindas demonstrasi dan pemogokan. Bahkan juga untuk melikuidasikan unsur yang dianggap ekstremis dan pembangkang. Maka, lahirlah generasi baru angkatan bersenjata Filipina yang berpolitik dan memihak. Sejak saat itulah, mulai terjadinya insiden-insiden. Tentara harus berhadapan dengan rakyat yang mengupayakan agar hak asasinya dihormati. Kadang dengan perintah resmi dari komando tertinggi. Tidak jarang atas prakarsa dan interpretasi perwira jagoan. Melalui operasi terbuka ataupun terselubung. Situasi ini memperburuk citra angkatan bersenjata sembari menyuburkan gerakan komunis di Filipina. Maka, sejak tahun 70-an sudah ada gejala degenerasi kesatuan angkatan bersenjata Filipina, misalnya dengan lahirnya Pasukan Khusus, di bawah Orlando Dulay, yang dituduh telah menyiksa atau membunuh sukarelawan Namfrel-- National Movement for Free Election (Gerakan Nasional untuk Pemilu yang Bebas). Dulav sekarang ditahan, setelah sebelumnya menikmati hadiah pengabdiannya: diangkat Marcos menjadi anggota Batasang Pambansa. Lahirnya pasukan Jabidah, kesatuan yang dibentuk khusus untuk tujuan infiltrasi ke Sabah, juga bagian dari degenerasi itu. Jabidah ini tersohor karena pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan di negeri orang. Tentara juga kadang ditugasi melatih pengawal politisi atau bahkan menjadi tukang pukul atau pengawal para pengusaha. Pada zaman kalabend itulah, tampilnya perwira-perwira jagoan, seperti Gringo Honasan, Oscar Martines, Victor Corpus, dan Oscar Canlas. Mereka sebenarnya pemuda cerdas dan perwira yang tangguh. Tetapi dengan dalih memerangi komunis, mereka ini melewati pendadaran yang mengandung ajaran dan praktek menyimpang dari sumpah paling mulia seorang kesatria. Sejarah militer mereka mengandung catatan tentang kekejaman, penyiksaan tahanan sipil, bahkan pembunuhan politik. Kini menjadi tantangan generasi pilitik baru Filipina untuk menyucikan angkatan bersenjatanya yang telanjur runyam. Menggarisbawahi keutuhan hanya akan menyembunyikan masalah. Membiarkan perwira jagoan menunggu giliran memegang tampuk pimpinan angkatan bersenjata berarti menunggu saat mereka tampil bermain api. Langkah yang ditempuh Cory simpatik. Meminta semua prajurit menunjukkan kesetiaan pada kehendak rakyat, bersumpah setia pada konstitusi. Bila mereka kesatria, 40% angkatan bersenjata akan menolak. Itulah saatnya dilancarkan program pembersihan. Karena itu, sungguh berat tantangan yang dihadapi Jendral Fidel Ramos dalam membenahi angkatan bersenjata warisan pendahulunya, Jenderal Fabian Ver, yang berdarah dingin itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus