Tulisan Sdr. Zakaria M. Passe yang berjudul Episode dan Sebuah Pemberontakan (TEMPO, 26 September), ada beberapa keterangan yang saya kira keliru. Agar tidak menimbulkan salah pengertian, saya ingin menanggapi. Bagaimanapun kejamnya DI-TII pada pandangan seseorang, saya kira mereka tidak sampai membakar setiap bangunan milik "Pemerintah Pancasila". Sinyalemen Sdr. Zakaria bahwa setiap bangunan termasuk stasiun kereta api dan sekolah, dibakar DI-TII. Kita lihat, setelah usai pemberontakan hampir semua bangunan "Pemerintah Pancasila" masih utuh. Jadi, kata "semua" saya kira terlalu berlebihan. Dalam tulisan selanjutnya, dikatakan bahwa "pembunuhan sesama bangsa itu telah masuk agenda PBB di New York". Itu pun tidak benar. Memang ada seorang putra Aceh, Hasan Muhammad Tiro (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Columbia, New York) pada 1954, yang mengklaim diri sebagai "Duta Besar Republik Islam Indonesia" di PBB dan memperjuangkan agar masalah DI-TII dicantumkan dalam agenda PBB. Tapi usahanya gagal. Masalah DI-TII memang sempat menjadi headline beberapa koran Amerika di New York. Jadi bukanlah masuk agenda PBB . Bung Zakaria juga menulis, "Sesuai dengan janji pemerintah, 26 Mei 1959 status Aceh dikembalikan lagi menjadi provinsi." Status provinsi yang diberikan kepada Aceh oleh pemerintah adalah berdasarkan ketetapan Wakil Perdana-Menteri Syafruddin Prawiranegara tanggal 8 Desember 1949. Kemudian dicabut oleh pemerintah pusat, dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950, tanggal 14 Agustus 1950. Oleh Kabinet Djuanda dikembalikan lagi kepada Aceh pada tahun 1957, yakni dua tahun sebelum diadakan perundingan antara Dewan Revolusi yang dipimpin oleh Trio A. Gani, Teungku Amir Husin Al Mujahid dan Hasan Saleh dan delegasi Pemerintah RI yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri 1, Mr. Hardi pada 26 Mei 1959. Jadi, tidak benar bahwa pada 26 Mei 1959 status Aceh dikembalikan lagi menjadi provinsi. Yang benar adalah pada 26 Mei 1959 pemerintah RI, dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/misi 1959, memberikan kepada Provinsi Aceh status "istimewa' dalam rangka pelaksanaan UU Nomor 1/1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dengan sebutan "Daerah Istimewa Aceh". Demikian penjelasan saya. M. NUR EL IBRAHIMY Jalan Tebet Barat IV/16 Jakarta 12810
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini