Salam ukhuwah untuk Sdr. Sumarga, yang mengomentari kolom Haidar Bagir (TEMPO, 29 Agustus). Saya menilai pertanyaan Anda mengandung konotasi mengafirkan (sedikitnya mempertanyakan keabsahan) keyakinan orang Syiah. Di saat umat Islam sedang menjembatani terciptanya persaudaraan muslim (Sunah-Syiah), Anda malah membuka borok lama. Agar kita terhindar dari kebiasaan kafir-mengafirkan, saya memiliki beberapa informasi untuk Anda baca: (a). Fatwa Rektor Universitas Al-Azhar Syekh Mahmud Syaltut yang berisi antara lain: "Mazhab Ja'fariyah, yang terkenal dengan mazhab Syiah Imamiyah Itsna'asyariwah, adalah suatu mazhab yang menurut syara' boleh dianut dalam menjalankan peribadatan, seperti mazhab-mazhab ahlussunnah." (b). Buku Membina Kerukunan Muslimin, karangan Sayyid Murtadha al Ridlawi, Pustaka Jaya, Jakarta. (c). Buku Syiah Rasionalisme dalam Islam Abu Bakar Aceh, Ramadhani, Solo. (d) Buku Al-Murajaah (dialog Sunah-Syiah), Syarafuddin al Musyawi, Mizan Bandung. (e) Buku Malapetaka Terbesar dalam Sejarah Umat Islam". Saran saya yang lain, agar Anda belajar tentang hukum internasional, terutama mengenai perang. Dari situ Anda dapat mengetahui apakah benar Iran yang memulai perang. Saya kira wajar bila Iran bertahan melanjutkan perang dengan Irak, selama syarat damai yang diajukan Iran ditolak Irak dan PBB. Bukankah Islam menganjurkan umatnya memerangi sekelompok orang yang menyerang tanpa hak? Silakan Anda baca Tafsir Al-Mizan 18:34 mengenai ulasan Surat Al-Hujurat ayat 10-11. Pertanyaan Anda akan terjawab setelah Anda memahami buku-buku tersebut. Semoga Anda berlapang dada dan marilah kita bina persaudaraan muslim yang kita cita-citakan, dengan semboyan: "Perbedaan bukanlah berarti pertentangan." Bukankah kita ummatan wahidan? IMAN BUDIMAN N. Jalan Gerlong Girang 27/03/01 Bandung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini