Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jangan Berhenti di Samadikun

Samadikun Hartono tertangkap petugas imigrasi Cina. Momentum membongkar tuntas skandal BLBI.

25 April 2016 | 00.00 WIB

Jangan Berhenti di Samadikun
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

PENANGKAPAN Samadikun Hartono harus menjadi momentum untuk membongkar kembali megaskandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Selama ini, meski Indonesia telah lima kali berganti presiden, pengusutan kasus BLBI tak ubahnya tarian poco-poco: maju-mundur, jalan di tempat.

Samadikun dicokok petugas imigrasi Cina di Shanghai pada 14 April lalu. Petugas curiga karena bekas Presiden Komisaris Bank Modern itu bolak-balik ke Tiongkok dengan paspor Gambia dan Dominika serta beberapa kali berganti nama. Setelah 13 tahun buron, Samadikun digiring ke Jakarta untuk menjalani hukuman empat tahun penjara, Kamis pekan lalu.

Skandal BLBI yang melibatkan Samadikun terlalu besar untuk dilupakan. Bank Indonesia mengucurkan dana sekitar Rp 650 triliun untuk penyelamatan 48 bank yang sekarat pada 1997. Bank Modern, misalnya, menikmati kucuran dana sekitar Rp 2,5 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan pernah menghitung, dari kucuran dana Rp 144,5 triliun saja, sekitar Rp 138,4 triliun diselewengkan.

Presiden B.J. Habibie mencoba menyelesaikan kasus BLBI di luar jalur pengadilan. Antara lain lewat mekanisme master settlement and acquisition agreement alias kesepakatan antara kreditor dan debitor untuk menyelesaikan utang. Lalu ada mekanisme master refinancing and notes issuance agreement atau perjanjian penyelesaian kewajiban pemegang saham. Tapi semua itu tak menyelesaikan masalah. Presiden Megawati Soekarnoputri malah membuat kebijakan kontroversial. Lewat Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, pengemplang dana BLBI yang dianggap kooperatif mendapat fasilitas release and discharge alias pembebasan dari tuntutan hukum. Badan Penyehatan Perbankan Nasional lalu menerbitkan surat keterangan lunas untuk 22 debitor. Kejaksaan Agung pun mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan.

Menutup pengusutan skandal ratusan triliun rupiah sungguh mengusik rasa keadilan. Kasus BLBI bukan perkara utang-piutang biasa. Bau kejahatan dalam kasus ini terlalu menyengat. Puluhan bank jebol karena sengaja melanggar batas maksimum penyaluran kredit. Pemilik bank pun banyak menyalurkan kredit-termasuk dana BLBI-untuk perusahaan dalam kelompok mereka sendiri.

Harapan untuk penuntasan kasus BLBI sempat bersemi di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kala itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji menunjuk tim khusus beranggotakan 35 jaksa untuk menangani perkara ini. Kejaksaan berjanji menyeret penerima dana BLBI, termasuk yang mendapatkan surat keterangan lunas. Namun, sampai Yudhoyono turun panggung, penyelidikan jaksa tak jelas ujungnya.

Selain menyeret pengemplang dana BLBI, Kejaksaan harus mengusut siapa saja yang pernah meloloskan mereka dari tanggung jawab hukum. Untuk itu, Kejaksaan jangan terbebani konstelasi politik bahwa PDI Perjuangan yang dipimpin Megawati kini berkuasa lagi. Demi tegaknya keadilan, penegak hukum tak boleh menghamba pada kekuatan politik mana pun.

Fakta bahwa Samadikun "tak sengaja" tertangkap petugas imigrasi Cina juga harus menjadi cambuk bagi penegak hukum di Indonesia. Kejaksaan Agung hendaknya lebih serius dan trengginas menguber buron di luar negeri. Apalagi Kejaksaan Agung masih punya utang untuk menangkap buron kasus korupsi lain, seperti Joko S. Tjandra, Eddy Tansil, Adelin Lis, Hesham Al Warraq, dan Rafat Ali Rizvi. Kejaksaan tak boleh menunggu sampai para buron itu "apes", tertangkap aparat di negara lain-seperti Samadikun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus