Terima kasih atas komentar Saudara Bagus Sudjono terhadap artikel saya, ''Surat An-Nisaa: Mendiskusikan Pria dan Wanita'' (TEMPO, 13 November, Komentar). Secara prinsip, saya yakin tak ada perbedaan yang esensial antara yang terkandung pada tulisan saya itu dan tulisan ''Hubungan Pria dan Wanita: Jangan Malu Malu Kucing''. Terutama dalam hal Islam sangat menghormati wanita. Esensi dari ''Surat An-Nisaa: Mendiskusikan Pria dan Wanita'' itu terletak pada dua hal. Pertama, lelaki punya kelebihan ketimbang wanita, sama halnya wanita mempunyai kelebihan daripada lelaki. Dua hal itu seharusnya dilihat sekaligus dan jangan dilihat dari satu sisi saja. Jadi, jangan dibaca lelaki dilebihkan dari wanita saja. Atau, sebaliknya, wanita dilebihkan dari lelaki. Kedua, apakah Islam mendukung poligami atau tidak? Jawabannya sangat tergantung bagaimana mendefinisikan ''adil'' itu. Kuncung dan Bawuk tak berusaha mendefinisikan ''adil'', tapi berusaha menunjukkan level of difficulty untuk menerapkan kata ''adil'' dengan memberikan dua contoh ekstrem: kasus yang sangat mudah dipenuhi (maskawin berupa uang Rp 1.000) dan yang tidak mungkin dipenuhi (maskawinnya berupa bulan dan matahari). Dalam hal ini, Bagus Sudjono hanya melihat satu sisi, yakni sisi yang tak mungkin dipenuhi. Tapi kita harus ingat, dalam kehidupan ini prakteknya tak seekstrem itu, tapi merupakan suatu kontinum yang berjalan di sepanjang dua titik ekstrem itu. Pada kontinum dari dua kutub itu, berlakulah argumentasi Bagus Sudjono itu. Misalnya, lelaki boleh berpoligami dengan tujuan untuk menolong janda yang punya anak yatim, meskipun kata ''adil'' masih tetap mengikat dan harus dipenuhi oleh lelaki bersangkutan. Kalau ada seorang lelaki berpoligami dengan tujuan lain, dia sudah menyimpang dari jalan lurus yang telah digariskan. Kalau Bagus Sudjono mengartikan Surat Al-Baqarah ayat 228, Surat An-Nisaa ayat 4, ayat 124, dan Surat At-Taubah ayat 36, bahwa lelaki dilebihkan dari wanita, walaupun kelebihan itu dibatasi hanya dalam hal tugas. Pengertian ini sulit saya terima. Soalnya, apakah kelebihan itu, dalam tugas, berlaku absolut: tak terikat waktu, tempat, dan konteks. Satu hal lagi, Bagus Sudjono belum mendefinisikan apa yang dimaksud dengan tugas tersebut. Sebab, tanpa definisi yang jelas, ''tugas'' bisa punya makna ganda. Setiap definisi bisa punya implikasi yang berbeda-beda. Misalnya, Benazir Bhutto yang belum lama dipilih menjadi PM Pakistan. Lalu, siapakah yang akan dilebihkan antara Benazir Bhutto (seorang wanita) dan seorang laki-laki Pakistan? Mungkin Bagus menganggap contoh ini terlalu kasuistis. Tapi, kita harus ingat, suatu pengertian akan dapat dimengerti, dapat dipahami, dan dapat diterapkan jika ada keseimbangan antara kasus spesifik dan generalisasi. Selanjutnya, mari kita lihat empat ayat yang digunakan Bagus untuk mendukung proposisinya: lelaki memang dilebihkan dari perempuan, namun kelebihan ini menyangkut tugas-tugas. Keempat terjemahan Quran di bawah ini saya kutip dari Al Quran dan Terjemahan oleh Departemen Agama RI, tahun 1986. Surat At-Taubah ayat 36, ''... Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu ....'' Ayat ini jelas tak dapat digunakan Bagus untuk mendukung proposisinya yang menyatakan lelaki memang dilebihkan dari perempuan. Ayat itu lebih banyak bercerita tentang perang, yaitu bahwa kita dilarang berperang (mendahului berperang) pada bulan-bulan tersebut, kecuali kalau diserang. Surat An-Nisaa ayat 4, ''Berikan maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi).'' Ayat ini bercerita tentang mahar, bukan tentang kelebihan lelaki dari wanita. Surat An-Nisaa ayat 124 bercerita tentang siapa pun berbuat saleh sementara dia adalah seorang yang beriman, maka ia akan mendapatkan surga. Secara umum, ayat itu bercerita tentang lelaki dan perempuan (tak dibedakan antara lelaki dan perempuan). Jadi, ayat ini pun tak dapat Saudara gunakan untuk menyatakan bahwa lelaki memang dilebihkan dari wanita. Surat Al-Baqarah ayat 228, ''Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari para istrinya.'' Kalau Bagus cukup teliti melihat, akan terlihat aplikasi ayat itu harus merujuk ke Surat An-Nisaa ayat 34, yang sudah kita bicarakan dalam diskusi Kuncung dan Bawuk. Singkatnya, Surat An-Nisaa ayat 34 ini memang menyatakan kelebihan lelaki terhadap wanita, tapi dengan dua syarat yang harus dipenuhi semua. Kalau salah satu syarat ini tak dipenuhi, kelebihan lelaki itu tak harus terjadi. SAFRUDIN CHAMIDI8/60 Wellington Road Clayton, Victoria 3168 Australia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini