Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Memutus Rantai Perdagangan Manusia

Para bandar di Malaysia berperan penting dalam perdagangan tenaga kerja ilegal dari Indonesia. Kedutaan tak boleh pasif.

20 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keberadaan para cukong di Malaysia, yang memesan tenaga kerja ilegal ke Indonesia, sama sekali bukan khayalan. Data pengiriman uang hingga miliaran rupiah ke penegak hukum Indonesia menunjukkan ada semacam jejaring perdagangan manusia yang menghubungkan mereka dengan sejumlah orang di sini. Di antara orang-orang itu, terdapat aparat negara.

Polisi sejauh ini telah memeriksa bahkan menahan sejumlah tersangka dalam kasus pengiriman tenaga kerja ilegal dari Nusa Tenggara Timur. Tapi bukti-bukti menunjukkan masih banyak pelaku yang belum terjaring, khususnya para bandar itu. Pengusutan lebih jauh dan sungguh-sungguh mesti dilakukan. Mengingat sifat kejahatan yang lintas negara, operasi bersama dengan Polisi Diraja Malaysia sebaiknya segera dirancang.

Karena menyangkut kejadian di wilayah negara lain pula, Kedutaan Besar Indonesia tak boleh berdiam diri menunggu laporan. Kecenderungan para pejabatnya untuk bekerja hanya saat ada kasus yang terungkap tak boleh lagi terjadi.

Mereka mesti aktif mencari cara memantau kondisi warga Indonesia yang sedang bekerja di perantauan. Hanya dengan cara ini kedutaan bisa efektif memberikan perlindungan atau sekurang-kurangnya tak terlambat bertindak saat ada kejadian darurat.

Perdagangan tenaga kerja dari Nusa Tenggara Timur memang tergolong genting. DataBalai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan TKI setempat menunjukkan betapa besar angka pengiriman itu. Jaringan Perempuan Indonesia Timur, organisasi swadaya masyarakat yang aktif mengadvokasi soal ini, bahkan menemukan data pengiriman dari provinsi ini adalah yang tertinggi di ¡©Indonesia.

Bukan hanya pengiriman, pemulangan tenaga kerja dalam keadaan telah tak bernyawa juga sering terjadi. Mereka yang malang ini adalah korban penganiayaan akibat kondisi kerja yang menjadikan mereka semacam budak, sasaran perdagangan organ tubuh, dan perlakuan tak manusiawi lainnya.

Keterlibatan aparat negarapolisi, pegawai imigrasiikut memperbesar peluang terjadinya kejahatan yang bisa berujung maut itu. Dengan bantuan mereka, perusahaan perekrut tenaga kerja, yang kebanyakan tak profesional dan lebih tergoda meraup keuntungan dengan mengumpulkan serta mengirimkan orang secara melawan hukum, bisa leluasa beroperasi. Polisi tentu saja tak boleh membiarkan ini terjadi. Tindakan tegas pun perlu walau peran mereka bukan sebagai pelaku langsung, yaitu sebatas pemalsuan data kependudukan dan pengurusan dokumen.

Di luar tindakan hukum dan antisipasi, ada satu hal yang tak kalah penting dan menuntut perhatian lebih. Ini berkaitan dengan akar masalahnya. Selama ini, sudah merupakan pengetahuan umum bahwa Nusa Tenggara Timur termasuk provinsi yang perekonomiannya masih buruk. Kemiskinan di sana menyudutkan banyak orang dan membuat mereka tak punya banyak pilihan. Bisa dipahami bila keinginan untuk bisa bekerja di negeri orang begitu mudah mengalahkan akal sehat.

Pemerintahlah yang berkewajiban berikhtiar mencari jalan keluar dari kondisi tak menjanjikan itu. Dengan keterbatasan anggaran pemerintah, hal ini tak mudah. Tapi, karena Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan jajaran pemerintahnya, pada Februari lalu, agar menggenjot upaya pemberantasan kemiskinan di Nusa Tenggara Timur, realisasinya sangat dinanti.

Tanpa tingkat kesejahteraan yang lebih baik, perdagangan ¡©tenaga kerja ilegal dari Nusa Tenggara Timur bakal tetap sulit ditangkal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus