''Beragama dengan cara lapang penuh penyerahan diri pada Tuhan adalah sangat betul tapi ada tambahannya,'' kata Quraish Shihab menanggapi pernyataan Nurcholish Majid (TEMPO, 19 Desember 1992, Laporan Utama). Pembahasan tentang penyerahan diri pada Tuhan dalam laporan uama itu sangat menarik, terutama kata Quraish Shihab tersebut. Kemudian diikuti dengan perumpamaannya: tentang mengirim surat tanpa prangko. Saya kira perumpamaan itu hanya ditujukan kepada orang yang beragama Islam. Barangkali karena hanya sebuah laporan, isinya menimbulkan beberapa pertanyaan atau bahkan menimbulkan berbagai penafsiran baru, terutama bagi masyarakat awam seperti saya ini. Dan dikhawatirkan hal itu akan menimbulkan kesimpangsiuran. Dengan ini, saya ingin memastikan kebenaran penafsiran saya tentang hal tersebut. Penyerahan diri yang dimaksud di atas tentunya bukan penyerahan diri untuk masuk neraka, sebab hal ini tidak sesuai dengan keinginan dasar manusia untuk mencapai kebahagiaan. Saya menangkap bahwa yang dimaksud dengan penyerahan diri pada Tuhan itu adalah menyerahkan diri kepada Yang Paling Berkuasa di alam semesta ini untuk menerima dan melaksanakan dengan tulus segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak kebenaranNya, baik absolut maupun relatif. Yang dimaksud dengan kebenaran relatif di sini adalah perbuatan salah yang dilakukan dengan tidak sengaja, karena ketidaktahuan atau ketidakberdayaan, walaupun sudah melalui tahap semangat pencarian kebenaran dengan hati yang lapang. Dan bukanlah semangat mencari kebenaran dengan hati yang lapang jika membela kebenaran ibarat membela kesebelasan sepak bola pihaknya yang tengah bertanding dengan tidak menyukai dan menerima keunggulan pihak lawan. Orang yang berserah diri kepada Tuhan disebut orang muslim. Orang muslim itu pasti orang yang beriman. Tetapi orang beriman (mukmin) belum tentu orang muslim. Muslim mempunyai tingkatan yang lebih tinggi daripada mukmin. Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, sudah ada orang muslim. Berarti, apa pun agama seseorang, jika dia menyerahkan diri kepada Penguasa Alam Semesta ini, dia termasuk orang muslim. Contoh muslim sejati adalah Nabi Ibrahim AS, yang telah tercatat dalam peristiwa penyerahan diri yang agung, ketika Nabi Ibrahim menerima ujian yang berat dari Pencipta Alam Semesta untuk menyembelih putra yang amat disayanginya, Ismail. Untuk menjadi seorang muslim sejati memang tidak mudah. Selain beriman juga harus mampu menjinakkan atau mengendalikan hawa nafsu, bukan mengekang hawa nafsu. Ibadah yang dapat melatih kemampuan mengendalikan hawa nafsu itu misalnya salat, puasa, dan zikir (khususnya agama Islam) yang selain mengandung nasihat juga melatih kesabaran. Inilah pengertian yang saya tangkap tentang penyerahan diri sekaligus bagaimana cara untuk menjadi seorang muslim, semoga tidak keliru. GANISHA IBRAHIM Jalan Raya Air Paku 3 Tanjungenim Sumatera Selatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini