Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Polarisasi di Mahkamah Konstitusi

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman perlu membuktikan bahwa ia mampu membenahi lembaga ini. Rapornya tak bagus.

8 April 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terpilihnya Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi bukan kabar yang menggembirakan. Di tengah perkubuan hakim konstitusi yang makin tajam dan kredibilitas MK yang makin hancur, ia bukanlah sosok yang diharapkan bisa menyelamatkan lembaga ini. Tapi Anwar memiliki kesempatan besar untuk membuktikan bahwa asumsi itu keliru.

Menjadi hakim konstitusi lewat jalur Mahkamah Agung, Anwar selama ini masuk kubu yang sering berpandangan kontroversial ketika memutus permohonan uji materi. Selain melalui jalur Mahkamah Agung, ada pengangkatan hakim konstitusi lewat Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden. Tiap lembaga tinggi itu mendapat jatah tiga kursi hakim konstitusi. Sumber rekrutmen yang berbeda ini disinyalir menjadi salah satu pemicu polarisasi-hal yang sulit dibuktikan, tapi indikasinya selalu muncul dalam setiap putusan MK.

Sikap aneh Anwar antara lain mencuat dalam putusan uji materi tahun lalu mengenai perluasan delik zina dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pemohon meminta delik zina berubah menjadi pidana umum tanpa syarat pelaku sudah menikah dan tanpa syarat ada pengaduan. Lima hakim konstitusi tegas menolak permohonan ini. Tapi Anwar bersama Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, dan Aswanto bersikap pro terhadap pemohon dengan mengeluarkan dissenting opinion.

Pandangan Anwar dan kawan-kawan berbahaya lantaran setuju terhadap campur tangan negara yang terlalu jauh atas urusan privat warga negara. Sebagai hakim konstitusi, mereka juga bersikap berlebihan karena ingin menciptakan norma baru-tugas yang semestinya dilakukan DPR bersama pemerintah sebagai pembuat undang-undang.

Tiga tahun lalu, Anwar juga punya andil merevisi persyaratan calon kepala daerah dalam Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Anwar bersama Arief, Patrialis Akbar, Manahan Sitompul, Wahiduddin, dan Aswanto setuju bahwa mantan narapidana bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Sikap Anwar yang terlihat kurang mendukung upaya pemberantasan korupsi juga terlihat dalam uji materi mengenai keabsahan angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia termasuk hakim konstitusi yang membenarkan langkah Dewan itu.

Dengan rekam jejak seperti itu, publik sulit berharap banyak kepada Anwar. Apalagi beban yang dipikulnya sungguh berat. Ia harus mampu mengembalikan kredibilitas MK yang hancur karena sederet kasus. Wibawa lembaga ini makin luntur setelah diguncang skandal Akil Mochtar, kasus suap Patrialis Akbar, dan belakangan kasus pelanggaran etik Arief Hidayat.

Hingga kini, Arief masih menjadi hakim konstitusi kendati posisinya sebagai Ketua MK telah ditempati Anwar. Padahal ada indikasi kuat ia melanggar kode etik karena bertemu dengan anggota DPR terkait dengan pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi pada tahun lalu.

DPR bersama pemerintah semestinya membenahi pola seleksi demi melahirkan hakim konstitusi yang berintegritas. Polarisasi di tubuh MK tak akan terjadi bila para hakim konstitusi bersikap independen dan memiliki integritas tinggi. Selama ini, seleksi hakim konstitusi dilakukan presiden, Mahkamah Agung, dan DPR dengan pola yang berbeda-beda. Seleksi seharusnya dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi masyarakat.

Upaya membenahi MK bisa pula dilakukan kalangan hakim konstitusi sendiri. Terlepas dari rekam jejaknya yang kurang bagus, Anwar Usman memiliki kesempatan besar jika ia mau memperbaiki kredibilitas dan wibawa lembaga ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus