Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bagi-bagi Susu Bukan Solusi Stunting

Bagi-bagi susu UHT ala Gibran tidak akan menyelesaikan masalah gizi dan stunting. Malah menambah masalah kesehatan anak.

11 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bagi-bagi Susu Bukan Solusi Stunting

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka membagi-bagikan susu UHT di sejumlah lokasi kampanye.

  • Langkah Gibran ini sebagai upaya untuk membantu meningkatkan gizi anak usia di bawah lima tahun.

  • Bagi-bagi susu tidak menyelesaikan masalah stunting dan bahkan mengancam kesehatan anak.

Irma Hidayana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presidium Gerakan Kesehatan Ibu & Anak dan Dosen Kesehatan Masyarakat di Hofstra University, Amerika Serikat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhir-akhir ini iklim kampanye Pemilihan Umum 2024 dihangatkan oleh aksi calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka yang membagi-bagikan susu di sejumlah lokasi kampanye. Tak lupa ia menyampaikan bahwa pembagian susu formula kotak ini untuk membantu meningkatkan gizi anak usia di bawah lima tahun (balita). Ini sejalan dengan komitmen calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran yang tertuang dalam visi-misi mereka, yaitu menuju Indonesia Emas 2045. Mereka juga memiliki program Gerakan EMAS, kependekan dari Emak-Emak dan Anak-Anak Minum Susu, sebagai upaya untuk mencegah stunting. Benarkah susu bisa menyelesaikan masalah gizi bangsa?

Tidak Menyelesaikan Masalah

Pemberian susu ultra-high temperature (UHT), termasuk susu kotak yang dibagikan Gibran, tidak akan menyelesaikan masalah stunting di Indonesia. Sebab, stunting tidak bisa diobati dan sifatnya irreversible atau tidak dapat dipulihkan karena terjadi akibat malnutrisi akut yang dialami seorang anak sejak masa pembuahan dalam kandungan ibu hingga ia berusia 2 tahun.

Selama rentang waktu tersebut, jutaan atau bahkan miliaran sel penting yang menentukan kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan anak terbentuk. Riset yang dilakukan oleh dokter sekaligus neurolog Amerika Serikat Anatole S. Dekaban serta Doris Sadowsky pada 1978 menggambarkan bahwa pada masa kehamilan otak bayi membentuk lebih dari 100 miliar sel saraf yang menghasilkan berat otak bayi saat lahir sebesar 400 gram. Bayi lalu mencapai berat otak sekitar 1.000 gram saat berusia 12 bulan. Ketika berusia 2 tahun, ukuran otaknya sudah mencapai 80 persen ukuran otak orang dewasa. Inilah yang menjadi fondasi kuat untuk menopang kesehatan, tumbuh kembang, termasuk kecerdasan seorang anak sepanjang hidupnya. Tentu saja ini hanya bisa terjadi dengan asupan nutrisi yang memadai.

Karena itu, kekurangan gizi akut yang terjadi pada rentang masa awal tersebut menyebabkan kegagalan tumbuh kembang, persoalan kesehatan lainnya, dan rendahnya kemampuan kognitif seseorang. Proses tersebut tidak bisa diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya. Jadi, pembagian susu UHT gratis yang menyasar anak di atas usia 2 tahun tidak akan mengubah masalah stunting kita.

Namun, meski tidak bisa diubah, stunting bisa dicegah. Intervensi pencegahan stunting perlu dilakukan sejak remaja putri hingga masa kehamilan. Dengan begitu, ia akan mampu memberikan kecukupan gizi bagi janinnya dan menghindarkan si bayi menjadi anak stunting. Setelah bayi lahir, memberikan air susu ibu, sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF, adalah salah satu kunci keberhasilan pencegahan stunting.

Langkah ini dimulai dengan melakukan inisiasi menyusu dini segera setelah bayi lahir selama satu jam, menyusui secara eksklusif selama enam bulan sejak lahir, dan melanjutkan menyusui hingga usia anak mencapai 2 tahun atau lebih bersamaan dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu yang bergizi alami. Sebab, air susu ibu merupakan makanan terbaik yang mengandung semua zat gizi, hormon, serta zat kekebalan tubuh yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak agar terhindar dari stunting dan masalah kesehatan lainnya. Jadi, lagi-lagi, pemberian susu kemasan bukanlah solusi yang tepat.

Perlu dicatat bahwa WHO dan American Academy of Pediatrics (AAP) pun telah menyatakan bahwa anak usia di atas 2 tahun sama sekali tidak memerlukan susu formula. Sebab, nutrisinya dianggap tidak lengkap dan justru mengganggu pola makan gizi seimbang anak-anak. AAP justru mengingatkan kita bahwa susu formula banyak mengandung gula dan minyak sayur. Hanya, sering kali susu jenis ini diklaim dapat meningkatkan fungsi otak atau fungsi kekebalan tubuh. Ini klaim yang cenderung menyesatkan karena tanpa dibarengi bukti ilmiah yang kuat.

Menimbulkan Masalah Lain

Alih-alih menyelesaikan masalah gizi, pemberian susu UHT justru bisa membuat anak menjadi obesitas atau terkena diabetes di kemudian hari akibat kandungan gula yang relatif tinggi pada susu kemasan. Studi Alissa M. Pries dkk. yang diterbitkan di jurnal ilmiah Maternal and Child Nutrition pada 2021 menunjukkan bahwa sebagian besar produk susu UHT yang beredar di pasaran Indonesia memiliki kandungan gula total cukup tinggi, yaitu hingga lebih dari 11,25 gram per 100 mililiter atau 13,5 gram per porsi. Banyak pula yang mengandung lima jenis gula tambahan atau pemanis. Selain itu, jumlah kepadatan energi, lemak jenuh, dan natrium cukup tinggi sehingga tidak bisa disebut sebagai minuman bergizi. Adapun anjuran konsumsi gula per hari adalah 10 persen dari total energi atau 50 gram per orang per hari.

Bayangkan, apa yang terjadi bila setiap hari anak mengkonsumsi susu UHT ditambah makan tiga kali sehari beserta makanan ringan lainnya. Selain itu, dilihat dari kandungannya, susu UHT kemasan tidak lain dari minuman kemasan semata.

Jika memang berkomitmen menurunkan angka stunting dan status gizi bangsa, sebaiknya Gibran dan semua pemimpin bangsa perlu memulai dari gerakan makan sehat dengan gizi seimbang dan alami sesuai dengan panduan Kementerian Kesehatan. Ini dimulai dengan memenuhi isi piring kita dengan sayur, lauk-pauk, buah, dan air putih serta memberikan air susu ibu secara optimal bagi anak usia 0-2 tahun atau lebih. Bukan dengan bagi-bagi susu UHT.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebut lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke email: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Irma Hidayana

Irma Hidayana

Presidium Gerakan Kesehatan Ibu & Anak dan Dosen Kesehatan Masyarakat di Hofstra University, Amerika Serikat

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus