SEPTEMBER 1599, seorang lelaki Inggris masuk ke kamar ratunya
tanpa diundang. Ia menemui Elizabeth bicara bersemangat, minta
dimengerti persoalannya.
Sang Ratu dengan sabar mendengarkan. Lalu, dengan tenang wanita
berusia 65 tahun itu menggiring tamunya yang tak dikehendaki itu
ke tangan Kepala Rumah Tangga Istana York. Sang tamu pun segera
ditahan . . .
Juli 1982, suatu malam, seorang lelaki Inggris juga masuk ke
dalam kamar sang Ratu -- kali ini Elizabeth II. Bisa dibayangkan
Ratu sangat kaget melihat pria yang di waktu subuh itu entah
dari mana sudah duduk di tempat tidurnya.
Tapi, seperti Elizabeth yang lain 400 tahun yang silam,
Elizabeth abad ke-20 ini juga tetap kalem. Selama 10 menit ia
ajak si pendatang gelap itu berbicara. Rupanya sang tamu
kemudian minta rokok. Sri Ratu bangun untuk mengambilkan. Pada
saat itu ia tekan tombol, memanggil penjaga. Lalu laki-laki itu
pun ditangkap.
Tidak. Sejarah tidak berulang.
Sebab 400 tahun yang lalu, pria yang masuk ke kamar Sri Ratu itu
adalah Robert Devereux, Earl (Tumenggung) dari Essex. Dia
kemudian memang dihukum pancung di Menara London. Tapi dia bukan
orang sembarangan.
Dia, seperti halnya Sir Walter Raleigh yang masyhur itu, seorang
bangsawan pengabdi Ratu yang gagah berani. Bahkan menurut gosip,
Elizabeth ketika berusia 5 tahun jatuh cinta kepada pria yang
30 tahun lebih muda itu. Kesulitan Essex adalah ambisinya,
wataknya yang pemberang -- dan kemudian kegagalannya menaklukkan
Irlandia. Selebihnya ia adalah bagian yang memikat dari kisah
tentang suatu zaman, ketika balairung berpendar-pendar oleh para
kesatria yang entah kenapa tetap elok meskipun kadang ngawur...
Masa itu tak kembali lagi. Kini yang ada adalah demokrasi,
dengan banyak hal yang lucu dan mencemaskan -- dan menguji urat
saraf.
Lelaki yang memasuki kamar tidur Elizabeth II hanya seorang
penganggur -- bukan mahluk istimewa di bawah pemerintahan
Margaret Thatcher. Namanya Michael Fagan, 31 tahun, berasal dari
kalangan bawah. Diduga ia sinting -- juga bukan orang luar biasa
di zaman ini, ketika orang gila berkeliaran menembak presiden
atau membunuh John Lennon.
Yang agak unik ialah bahwa Fagan diduga menyimpan asmara
terpendam kepada Sri Ratu. Sebenarnya ini bisa menjadi satu
bahan cerita yang indah, yang meruntuhkan hati: seorang lelaki
kasmaran telah nekat menembus penjagaan 43 prajurit, 24 polisi,
350 staf istana, sejumlah patroli anjing, dan lain-lain -- hanya
untuk dapat melihat wanita ying dipujanya meskipun tak
dikenalnya.
Sayangnya, Fagan bukan Earl of Essex. Zaman telah jadi begitu
demokratis hingga asmara bisa menjalar dari bawah ke atas, tanpa
"a touch of class". Maka harian The Los Angeles Times menulis
satu tajuk khusus. Bukan mempersoalkan bagaimana Istana
Buckingham sampai kebobolan, tapi membayangkan apa kira-kira
yang dibicarakan oleh Sri Ratu dengan tamunya di pagi hari itu.
DI menit-menit pertama barangkali pembukaan obrolan ialah
tentang cuaca di luar yang basah. Tak ada percakapan di Inggris
yang tak dimulai dengan soal ini. Lalu, mereka barangkali
melanjutkan soal Piala Dunia di Spanyol: keduanya sama-sama
menyesalkan bahwa kesebelasan Inggris kalah, dan betapa mujurnya
Italia.
Mungkin Sri Ratu lalu berani menyindir, bicara tentang naiknya
angka kriminalitas di London, dan bagaimana mudahnya orang jahat
memasuki rumah orang. Padahal di rumahnya sendiri kaum wanita
harus merasa terlindungi bukan?
Ketika si tamu muda itu minta rokok, Sri Ratu barangkali
menyinggung sedikit soal bahayanya tembakau bagi kesehatan. Lalu
ia mencoba menawari secangkir Earl Grey, seraya berpikir keras
kenapa penjaga istana tak juga muncul dalam keadaan seperti itu.
Akhirnya, setelah 9 menit, Sri Ratu tak tahan lagi dan bertanya:
"Siapa, sih kamu ini?" Tamunya mungkin menjawab: "Michael. Dan
kamu siapa?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini