Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awal Agustus lalu, kantor berita Associated Press mencuplik video yang dipasang di situs Internet www.islamic-minbar.com. Adegan dalam video itu diklaim sebagai pemenggalan kepala Benjamin Vanderford, seorang sandera Amerika di Irak, oleh teroris Islam. Berita itu cepat menjalar ke seluruh pelosok dunia, dikutip koran dan televisi lokal, termasuk stasiun televisi di negara-negara Arab sendiri.
Belakangan terbukti, video itu bohong belaka. "Saya membuat film itu di garasi rumah saya di Pleasanton," kata Martin, seorang California, Amerika Serikat, kepada koran The San Francisco Chronicle. Martin mengaku membuat video itu untuk menguji kemampuan media massa memverifikasi bahan berita via Internet. Dan kini kita tahu jawabannya: media massa seluruh dunia telah gagal melakukan verifikasi serta terkecoh karenanya.
Dengan kredibilitas rendah seperti itu, masihkah layak kita percaya isi pesan dalam situs www.islamic-minbar.com? Dan haruskah kita setuju pada tulisan Ulil Abshar Abdalla (Tempo edisi 13-19 September 2004), yang seraya mengutip pernyataan dalam situs itu cenderung percaya pada klaim bahwa "Jamaah Islamiyah Asia Timur" bertanggung jawab atas teror bom Kuningan?
Saya menemukan setidaknya sepuluh berita tentang klaim Islamic-Minbar sejak akhir Juli 2004, menyangkut berbagai teror hampir di seluruh dunia: di Rusia, Chechnya, Palestina, Prancis, Uzbekistan, Afganistan, Irak, dan kini Indonesia. Namun, meski klaim tersebut kedengaran sangat serius, tidak satu pun media internasional terpanggil memastikan keautentikan pesannya.
Kantor-kantor berita seperti Associated Press (Amerika) dan Reuters (Inggris), yang paling rajin memberitakan klaim Islamic-Minbar, memang cukup kesatria mencantumkan pengakuan: "The authenticity of the claim could not be immediately verified." Problemnya, mereka terus-menerus menyebarkan berita setengah matang seperti itu bahkan setelah terbukti bahwa satu klaim (video pemenggalan kepala tersebut) jelas-jelas merupakan kebohongan.
Dalam klaimnya tentang bom Kuningan, "Jamaah Islamiyah Asia Timur" bin Al-Qaidah mengatakan menghukum Australia karena keterlibatan negeri itu di Irak. Sangat jelas bahwa situs Islamic-Minbar ingin memberi kesan adanya konsorsium teroris Islam seluruh dunia di bawah payung Al-Qaidah dan dengan motif utama Irak. Tapi, bukankah siapa saja yang mempelajari sejarah politik Islam semestinya curiga pada upaya membundel berbagai organisasi dalam satu citra monolit?
Ada dua dalih palsu yang diberikan pemerintah George W. Bush ketika menyerbu Irak: senjata pemusnah massal dan adanya sempalan Al-Qaidah di Irak. Kini, meski kebohongan sudah banyak terungkap, pemerintah Amerika tetap getol mengajak dunia untuk mempercayainya. Dan citra yang diberikan Islamic-Minbar benar-benar sesuai dengan keinginan menjustifikasi agresi Amerika atas Irak itu.
Melalui analisisnya, Ulil justru memperkuat justifikasi itu. Dia mengajak umat Islam agar menerima saja klaim rezim Bush, rezim John Howard, serta polisi Indonesia. Ulil mengabaikan implikasi luas tiga tahun "perang melawan teror" yang dibangun lewat klaim meragukan dan bahkan kebohongan-kebohongan.
Sampai sekarang, polisi Indonesia tidak bisa memberi penjelasan memadai tentang apa itu Jamaah Islamiyah dan juga motif-motifnya. Berbeda dengan di Chechnya atau Palestina, orang Islam di sini tidak dalam posisi ditindas. Muslim Indonesia juga secara politik merdeka, berbeda dengan di Uzbekistan, misalnya, tempat Islam Karimov, diktator dukungan Amerika, begitu bersemangat memberangus partai dan organisasi Islam.
Bertentangan dengan yang ingin dikesankan, tiga teror bom besar sejak 2002 merugikan Indonesia lebih dari negeri mana pun—baik secara ekonomi, sosial, maupun korban jiwa. Bom Marriott katanya ditujukan pada Amerika, tapi tak satu pun warga Amerika tewas di situ. Bom Kuningan konon ditujukan pada Australia, tapi faktanya teror itu membunuh dan melukai orang Indonesia secara telak. Bahkan lebih banyak warga Indonesia tewas di Kuta (Bali) ketimbang turis asing.
Dalam konteks itu, tidakkah kita semestinya curiga kenapa dua tersangka teroris kakap—Umar al-Faruk dan Hambali—diserahkan bulat-bulat kepada pemerintah Amerika tanpa Indonesia bisa menguji pengakuannya? Tidakkah sejak bom Bali, badan intelijen dan polisi Indonesia telah gagal merumuskan pertanyaan sederhana: kepada siapa sebenarnya mereka harus mengabdi?
"Perang melawan teror" memiliki implikasi sangat luas, meski dibangun di atas klaim meragukan. Bagi banyak masyarakat muslim, implikasi itu sangat merugikan. Jadi, wajar jika, alih-alih menerima saja, orang Islam harus menuntut akuntabilitas dan transparansi maksimal dalam penyidikan kasus terorisme.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo