Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Turun Pentas Fahri Hamzah

Pemecatan Fahri Hamzah ibarat angin segar di tengah ketidakpercayaan publik terhadap partai politik. Momentum menegakkan tata kelola partai.

11 April 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DRAMA politik dengan pemain utama pimpinan Partai Keadilan Sejahtera dan kadernya, Fahri Hamzah, terasa menghibur tatkala rasa hormat terhadap Dewan Perwakilan Rakyat melorot tersebab kelakuan sebagian anggota lembaga ini. Pangkal soalnya bukan ahwal besar saja semacam suap, skandal, atau studi banding dengan ongkos besar hasil tiada.

Dalam urusan "sekunder" pun, kelakuan sejumlah anggota sungguh jauh dari sikap terhormat: tidur atau menonton gambar tak senonoh di layar telepon di tengah sidang, serta tak punya kesantunan bertutur kata. Perkara terakhir inilah yang membuat Fahri Hamzah, yang dikenal sebagai "vokalis" Senayan, terjungkal dari kursinya. Dewan Pimpinan Pusat PKS memecatnya dari Partai pada 1 April 2016. Rontoklah jabatannya di seluruh jenjang kepartaian, termasuk kursi Wakil Ketua DPR.

Situs resmi Partai memuat enam "dosa" penyebab putus kongsi itu. Dari urusan menyebut anggota DPR "rada-rada bloon", mengatasnamakan kesepakatan DPR untuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi, hingga membela Setya Novanto—kini mantan Ketua DPR.

Geger Fahri Hamzah sebetulnya melahirkan momentum retrospeksi bagi semua partai—bukan hanya PKS. Tata kelola partai yang baik, transparan, dan akuntabel harus menjadi keniscayaan, bukan opsional. Mereka yang mengirim wakil-wakilnya ke Senayan ataupun lembaga negara lain otomatis akan memastikan kadernya melaksanakan tugas utama mereka, yaitu melayani konstituen dan masyarakat luas sebagai tugas utama, bukan mendahulukan partai, perkoncoan, kepentingan pribadi.

Hindari pula jebakan romantisisme partai asal. Dengan begitu, ke mana pun mereka pergi, ke situ mereka mengikuti tanggung jawab utama anggota Dewan: fungsi legislasi, anggaran, pengawasan. Fahri menyatakan pemberhentiannya melanggar hukum dan merugikan. Menggunakan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dia menggugat tiga pihak, yakni Presiden Partai Sohibul Iman, Majelis Tahkim (semacam mahkamah partai), dan Badan Penegak Disiplin Organisasi.

Tugas pimpinan Dewan dan Partai adalah memastikan jalan penyelesaian ringkas dan efektif. Dua mekanisme bisa ditempuh: jalur etika melalui ombudsman partai atau jalur hukum. Apa pun pilihannya, jangan korbankan kepentingan negara dan masyarakat, mengingat Fahri adalah pejabat publik.

Tepatnya begini: pemecatan Fahri otomatis membuat dia "beku produktivitas". Pemimpin DPR, Fadli Zon, menyebut Fahri tak bisa dicopot dari tugas-tugasnya sebelum inkrah. Silakan saja, tapi solusi harus dicari. Penyesuaian aturan tata tertib DPR, misalnya dengan membekukan seluruh fasilitas, tunjangan, dan gaji dari negara selama masa tarik-ulur di pengadilan, harus pula dipertimbangkan.

Bayangkan bila inkrah kasus ini mulur satu dekade. Betapa beratnya negara harus menopang pejabat dengan gaji buta. Aturan dan hukum memang harus ditegakkan, tanpa harus melepaskan etika dan nurani.

Tradisi politik di negara-negara Skandinavia, yang sudah amat maju, adalah contoh di mana etika bisa berjalan bersama, bahkan "di depan" hukum. Lembaga-lembaga ombudsman menjadi penting dan berperan signifikan membereskan perseteruan politik seperti dalam kasus Fahri Hamzah versus Keadilan Sejahtera, partai asalnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus