Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ADA cerita, di bursa saham akhir-akhir ini peran jurnalis dan pialang agak sulit dibedakan. Para peliput pasar modal enteng saja bertransaksi di lantai bursa. Hebatnya, perusahaan sekuritas dan emiten menganggap hal itu praktek yang lazim. Kabarnya, setiap kali ada penawaran saham perdana, jurnalis di sana selalu mendapat prioritas.
Praktek ini baru terbongkar pekan lalu. Awalnya adalah penawaran saham perdana PT Krakatau Steel pada medio November lalu. Go public-nya pabrik baja nasional ini sejak awal memang sudah sarat kontroversi. Nilai sahamnya diprotes karena terlalu rendah. Media massa pun gencar menyoroti kejanggalan ini. Belakangan muncul tudingan pemberitaan negatif itu ternyata punya motif lain.
Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen mendapat laporan, "serangan" atas Krakatau Steel di media ternyata ada "harga"-nya. Nada pemberitaan akan berbalik positif jika para jurnalis itu diberi jatah saham. Sayangnya, petinggi Krakatau Steel dan perusahaan penjamin emisi memilih berkompromi. Jeri berhadapan dengan para juru warta-kabarnya mewakili 30 media peliput pasar modal-1.500 lot saham seharga Rp 637,5 juta pun diguyurkan.
Tentu semua pengaduan ini perlu diverifikasi. Cara yang paling mudah adalah meminta Badan Pengawas Pasar Modal membuka identitas wartawan yang memegang saham Krakatau Steel. Hal ini dimungkinkan jika ada indikasi pelanggaran Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan lainnya. Saksi-saksi yang mengetahui pemberian jatah saham ini pun hendaklah tampil ke depan. Pihak Krakatau Steel, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan tiga perusahaan penjamin emisi Krakatau Steel jangan pula mencoba menutupi skandal ini dengan berlagak pilon.
Pemimpin redaksi media harus segera melakukan koreksi internal. Ketimbang bersikap defensif, lebih baik menelusuri berita-berita tentang penawaran saham perdana Krakatau Steel yang dibuat reporter mereka. Aroma kongkalikong, jika ada, pasti terdeteksi dari sana. Sejauh ini sejumlah indikasi menunjukkan kasus ini bukan isapan jempol.
Perilaku jurnalis peliput bursa yang sering berperan bak pialang saham sudah merupakan rahasia umum. Pemberitaan positif atau negatif kadang bisa diatur sesuai dengan order. Imbalannya apa lagi kalau bukan jatah saham. Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik tegas menyatakan jurnalis dilarang menyalahgunakan profesinya-dan menerima suap.
Sebagai peliput bursa, jurnalis punya akses eksklusif ke semua sumber kompeten mengenai pergerakan saham di pasar modal. Jika informasi yang dia himpun dipakai menggoreng sahamnya sendiri-untuk kemudian diberitakan-jelas sang jurnalis mengkhianati kepercayaan publik dan menginjak-injak kehormatan profesinya.
Selama ini otoritas bursa dan lembaga pengawas pasar modal cenderung menutup mata terhadap praktek ini. Untuk menjamin kredibilitas Bursa Efek Indonesia, sudah saatnya aturan tentang jurnalis peliput bursa diperketat. Jangan lagi ada wartawan yang boleh bertransaksi saham ketika sedang meliput pasar modal.
Dalam kasus Krakatau Steel, jika ada indikasi pemerasan, polisi sudah seharusnya turun tangan. Jurnalis yang mengancam memainkan pemberitaan demi imbalan sudah jauh melampaui pagar wilayah jurnalistik. Mereka patut diproses secara pidana. n
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo