Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CORAT-coret di kertas berkop Hotel Sultan itu sekilas tidak punya arti apa-apa. Hanya ada tulisan huruf A, C, dan AC yang dilingkari. Lalu ada inisial: D, G, PPP, PAN, PKB di bawah tulisan ”Opsi 1”. Agak ke bawah, ada deretan angka: 146, 43, 35, 25, yang lalu dijumlahkan menjadi 249. Di dekat angka itu, ada tambahan angka 50, yang membuat jumlah totalnya berubah menjadi 299.
Tebak judi togel? Bukan. Huruf dan angka itu ada kaitannya dengan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu pekan lalu. Pada saat sidang yang membahas kesimpulan dan rekomendasi Dewan atas hasil kerja Panitia Angket pengusutan kasus Bank Century itu tengah berlangsung di kompleks DPR, Senayan, Tempo menemukan kertas penuh coretan itu di atas meja di Ruang Krakatau, Executive Business Room, Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Lokasi hotel berbintang lima itu memang tak jauh dari gedung Dewan Perwakilan Rakyat.
Seorang petugas hotel membenarkan bahwa di sana sebuah pertemuan penting baru saja selesai digelar. Di pojok ruang rapat, beberapa potong pisang goreng keju dan lumpia masih tersisa. Cangkir-cangkir berisi kopi dan teh masih hangat. Menurut sumber Tempo, di sanalah pertarungan penting di Senayan dikendalikan.
Dipimpin Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, pertemuan itu dihadiri Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Syarif Hassan, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar. Empat tokoh ini kebetulan juga menduduki kursi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu. Menurut sumber Tempo yang hadir di sana, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie juga sempat mampir, meski meninggalkan rapat lebih awal.
Pertemuan di lantai dasar Hotel Sultan itu berakhir ketika Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengetuk palu, mencabut skors Sidang Paripurna pada pukul 08.30 malam. ”Mereka pindah ke atas, Mas,” kata petugas kebersihan hotel. Usaha Tempo melacak lokasi baru pertemuan dihalangi petugas keamanan.
Di Senayan, begitu sidang dibuka, Marzuki langsung mengumumkan hasil rapat lobi pimpinan fraksi. Politikus Fraksi Demokrat itu menjelaskan bahwa anggota parlemen akan diminta melakukan pemungutan suara atas dua pilihan yang bakal menjadi materi voting tahap berikutnya. Alternatif pertama, anggota Dewan diminta memilih opsi A, C, atau AC. Alternatif kedua hanya opsi A atau C. ”Silakan sekretariat membacakan tata cara pemungutan suara,” perintahnya.
Opsi A mewakili pandangan kubu Partai Demokrat yang menilai tidak ada yang salah dalam kebijakan penyelamatan Bank Century pada akhir 2008. Sedangkan opsi C, sebaliknya, menilai kebijakan itu melanggar aturan. Nah, opsi AC—yang muncul dan dilingkari khusus dalam kertas penuh coretan di Hotel Sultan itu—merupakan opsi jalan tengah karena mengakomodasi kedua opsi yang lain. ”Ide ini muncul dari PPP,” kata politikus Fraksi Demokrat di Panitia Angket, Achsanul Qosasih, yang ditemui akhir pekan lalu.
Jika corat-coret yang tertinggal di atas meja Ruang Krakatau itu benar adanya, kubu koalisi pemerintah saat itu hakulyakin akan memenangi voting tahap pertama. ”Kami dijanjikan mendapat limpahan sedikitnya 40 suara dari Fraksi Golkar,” kata Achsanul. Matanya menerawang, mengenang kekalahan pahit kubunya dalam babak akhir pengusutan kasus Bank Century pada Rabu pekan lalu itu.
Di Sidang Paripurna, Marzuki menutup sesi interupsi yang gaduh dan memutuskan pemungutan suara tetap dilanjutkan. Dia meminta kesembilan fraksi di parlemen mengirim satu saksi untuk mengawal proses voting. ”Kita mulai dari Fraksi Demokrat. Mereka yang memilih alternatif pertama silakan berdiri,” katanya.
Di Hotel Sultan, elite partai pendukung pemerintahan Yudhoyono menyaksikan drama itu dengan jantung berdebar. Anggota staf khusus Presiden, Daniel Sparringa, memastikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat laporan perkembangan yang detail dari pergulatan politik itu. ”Tapi kali ini Presiden memilih tidak menonton siaran langsung di televisi,” katanya.
HASIL kerja Panitia Angket pengusutan kasus Bank Century yang dilaporkan secara resmi ke Sidang Paripurna, Selasa pekan lalu, disikapi secara berbeda oleh fraksi-fraksi Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk mencari titik temu, dua pekan lalu, Panitia Angket membentuk tim kecil—yang beranggotakan sembilan orang, wakil dari sembilan fraksi di sana.
”Ada fraksi yang menilai proses formulasi kebijakannya salah, ada yang menilai kebijakannya sendiri salah, dan ada yang menilai implementasinya yang salah,” kata politikus Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, M. Romahurmuziy, pekan lalu. Ada juga fraksi yang menganggap semua aspek penyelamatan Bank Century yang menghabiskan dana Rp 6,7 triliun itu tak bermasalah.
Sejak Kamis dua pekan lalu, tim kecil Panitia Angket berusaha mencari persamaan dari sikap keempat kubu pendapat itu. Rapat-rapat maraton digelar di Hotel Santika, di kawasan Slipi, Jakarta Barat, dan Hotel Sultan. ”Kami minta semua anggota tim ini melepas baju fraksi dan bergerak ke tengah,” kata Wakil Ketua Panitia Angket sekaligus politikus Partai Demokrat, Yahya Sacawiria, dalam salah satu rapat lobi tim kecil.
Rapat antarfraksi juga intensif digelar. Sabtu malam dua pekan lalu, misalnya, kubu Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera sempat dilobi terpisah oleh politikus Fraksi Demokrat, Achsanul Qosasih dan Benny Harman. ”Mereka memberi sinyal setuju dengan posisi kami,” kata Achsanul. Harga dukungan itu tidak murah: Demokrat harus menerima sikap dua partai itu, yang menilai formulasi dan implementasi kebijakan bailout Bank Century melanggar peraturan. ”Kami bisa menerima sepanjang kita semua bisa sepakat pada satu rumusan,” kata Achsanul. Saat itu, menurut dia, posisi kubu Istana sudah aman: enam fraksi koalisi pemerintah solid, termasuk Partai Keadilan Sejahtera.
Namun, saat dimintai konfirmasi, pihak Beringin membantah. ”Kami sejak awal konsisten, tidak berubah-ubah,” kata Ketua Golkar Firman Subagyo. Penjelasan lain datang dari politikus Golkar lainnya, Azis Syamsuddin. Dia tak membantah ada pertemuan, tapi menolak jika disebut ada kesepakatan. ”Mereka memang berharap kami ikut. Tapi, yang jelas, kami tidak pernah menjanjikan ikut.”
Walhasil, setelah lobi yang mulur-mengkeret itu, pada Minggu malam, tim kecil gagal menghasilkan rumusan tunggal. Mereka lalu sepakat pada dua opsi kesimpulan Panitia Angket, yang akan diserahkan pada Sidang Paripurna untuk divoting. Pilihannya: tidak ada yang salah dari kebijakan bailout Bank Century (opsi A) dan kebijakan bailout itu salah (opsi C). Opsi B yang semula diusung Partai Amanat Nasional dilebur dengan opsi A. Pada opsi B, sejumlah masalah dalam formulasi dan implementasi kebijakan penyelamatan Century akan disoroti kembali.
Menjelang detik-detik pengambilan keputusan akhir pada Sidang Paripurna Dewan, Rabu pekan lalu, peta itu berubah lagi. Rapat lobi pimpinan fraksi yang dipimpin kelima pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat masih belum mendapat titik temu. Saat itulah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan memunculkan opsi AC sebagai jalan tengah.
Fraksi Demokrat sebenarnya menawarkan solusi lain. ”Kami persilakan Sidang Paripurna memutuskan opsi C secara aklamasi, tapi kami minta ada minderheidsnota, catatan keberatan, dari kami,” kata Achsanul. Dia mengaku usul itu diajukan agar tidak ada kesan parlemen terbelah dalam menyikapi hasil kerja Panitia Angket. Namun solusi itu ditolak. Kubu oposisi yang didukung Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera ngotot minta voting saja.
Setelah hampir tiga jam berbicara berputar-putar tanpa kesepakatan, sekitar pukul lima sore, Marzuki Alie menskors rapat lobi. Saat itulah pertemuan di Hotel Sultan dimulai. Sejumlah politikus Senayan merapat ke sana untuk berkonsultasi dengan ketua umum partainya. ”Di sana, kami semua sepakat mengambil opsi AC,” kata Romahurmuziy.
Achsanul memastikan saat itulah ada tawaran ”bantuan” dari Beringin sebanyak 40-50 suara. Dengan tambahan suara itu, tanpa dukungan Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Gerindra—yang condong ke oposisi—Fraksi Demokrat bisa melenggang. ”Mereka menawarkan tali saat kami sudah di tubir jurang,” kata Achsanul.
Namun lagi-lagi, saat dimintai konfirmasi, para politikus Beringin hanya mengangkat bahu. Golkar mengelabui Demokrat? Azis Syamsuddin tersenyum. ”Saya tidak mau berkomentar, deh,” katanya. Lalu Mara Satriawangsa, juru bicara Ketua Golkar Aburizal Bakrie, membantah ada tawar-menawar suara. ”Posisi Golkar sejak awal sudah jelas. Pak Ical tidak menawarkan ini dan itu,” katanya.
SETENGAH jam setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengetuk palu tanda kemenangan kubu pengusung opsi C, Hatta Rajasa melangkah gontai keluar dari Hotel Sultan. Tanpa didampingi ajudan, Hatta, yang malam itu berkemeja putih dilapis jaket kulit hitam, tampak murung. Mukanya ditekuk. Dia hanya diam dan terus berjalan ketika disapa. Ketika ditanya bagaimana reaksinya menyaksikan drama yang terjadi di Senayan, Hatta hanya berujar pendek, ”Tidak tahu…. Saya heran.” Dengan cepat, dia masuk ke mobil dinasnya dan berlalu. Di meja rapat, yang tersisa hanya lumpia, pisang goreng keju, dan kertas coretan angka-angka.
Wahyu Dhyatmika, Oktamandjaya Wiguna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo