KUNJUNGAN PM Australia Malcolm Fraser hari-hari pertama Oktober
yang lalu punya ekor yang agak ruwet. Persoalan pokok: benarkah
Fraser menyatakan, meskipun tidak secara jelas, bahwa Australia
mengakui kekuasaan de facto Indollesia atas Timor Timur?
Kesimpulan yang berbeda-beda tentang pernyataan Fraser tentang
Timor nampaknya sedikit merepotkan hubungan baik Australia -
Indonesia dan mengingatkan orang akan berita pers tentang
pembicaraan Fraser dengan PM Cina, Hua Kuo-feng, yang katanya
menyebut "tidak-efektif"nya pemerintahan di Indonesia kini.
Kunjungan Fraser sendiri ke Indonesia umumnya dianggap sangat
menolong membantu menjernihkan hal-hal yang masih samar --
meskipun tidak semuanya. "Saya yakin kunjungan itu berhasil",
komentar Dutabesar Australia Richard Wooleott kepada TEMPO.
"Saya rasa Perdana Menteri Fraser dan Presiden Soeharto lebih
dari sekedar membangun kontak pribadi". Tambah Woolcott:
"Seperti dikatakan dalam bahasa Indonesia, mereka itu cocok".
Untuk memcocokan sekali lagi antara kesimpulan yang kadang
ditarik orang lain dengan kata-kata Fraser sendiri. Toeti
Kakiailatu dari TEMPO berusaha mengadakan wawancara dengan PM
Australia itu sendiri. Di bawah ini hasil pertanyaan-pertanyan
tertulisnya:
Tanya: Apakah arti sebenarnya dari kormentar yang anda berikan
kepada PM Hua di Peking tentang pemerintah Indonesia?
Jawab: Dutabesar Australia di Jakarta telah memberi suatu
penjelasan kepada Presiden Soeharto tentang masalah ini Juli
yang lalu. Saya percaya bahwa setiap kesalah-fahaman yang
disebabkan oleh laporan pers tentang apa yang dianggap sebagai
ucapan itu telah dibikin terang.
T: Diketahui bahwa ada peningkatan dalam jumlah bantuan militer
Australia kepada Indonesia. Apa komentar anda tentang ini?
J: Pemerintahan Australia yang sebelum ini berjanji untuk
menyusun program pertahanan tiga tahun kedua di tahun 1975.
Pemerintahan saya kini mempertahankan program kerjasama
pertahanan dengan suatu anggaran tiga tahun yang kini berlaku,
sejumlah A$ 25 juta. Program pertama yang dijalankan oleh
Perdana Menteri McMahon di tahun 1972 adalah A$ 20 juta.
T: Indonesia berpendapat bahwa Samudera Hindia harus jadi suatu
daerah bebas. Sebaliknya anda nampaknya setuju pada pendirian
bahwa AS harus meningkatkan kehadirannya di P. Diego Garcia.
Menurut pendapat anda perlukah Indonesia merubah pendiriannya?
J: Terserah kepada Indonesialah untuk menentukan politiknya
sendiri. Saya yakin Indollesia dan Australia punya tujuan sama.
Kita sama-sama yakin bahwa adanya kekuatan besar mana saja yang
menguasai Samudera Hindia bukanlah merupakan kepentingan wilayah
ini. Lagipula kita setuju, sambil menunggu tercapainya suatu
wilayah darmi, suatu keseimbangan dalam tingkat yang
serendah-rendahnya di Samudera Hindia akan memungkinkan
dihindarinya peningkatan kekuatan yang bersaingan.
T: Dalam hal apa sikap pemerintahan anda terhadap Indonesia,
sehubungan dengan persoalan Timor, berbeda dari sikap
pemerintahan Whitlam?
J: Sebagaimana yang saya katakan dalam pidato saya di DPR, suatu
hal penting dalam persoalan Timor kini adalah untuk melihat ke
masa depan. Baik pemerintanan Whitlam maupun pemerintahan saya
telah menekankan bahwa Australia sangat menganggap penting untuk
memperkuat dan mengembangkan hubungannya dengan Indonesia.
T: Whitlam sengaja mengadakan kunjungan resminya yang pertama ke
Asia Tenggara, segera setelah ia jadi perdana menteri. Kecuali
kunjungan singkat yang tak direncanakan sebelumnya ke pemakaman
Tun Razak, kunjungan anda pertama terjadi 10 bulan setelah anda
jadi perdana menteri, dan itupun setelah mengunjungi banyak
negeri lain. Apakah ini menunjukkan suatu perbedaan prioritas
dalam politik luarnegeri Australia?
T: Sejauh menyangkut eratnya hubungan Australia, tak ada hal
yang luar biasa yang seharusnya disimpulkan sehubungan dengan
kenyataan bahwa saya mengunjungi Jepang dan Cina Juni yang lalu
dan Indonesia Oktober ini.
Dalam kunjungan saya ke Cina saya berusaha meluaskan komunikasi
dan saling pengertian antara Australia dengan Cina, setelah
hilangnya kontak dan adanya syak wasangka selama satu generasi.
Di Jepang saya berusaha memperluas satu huhungan yang terutama
bersifat ekonomis. Dengan Indonesia, situasinya tentu berbeda.
Tak ada kontak yang hilang dan harus disambung kembali, tak ada
pemusatan berlebih-lebihan dalam hubungan ekonomis yang harus
diseimbangkan. Selama lebih tiga dasawarsa kita telah membangun
suatu hubungan dalam berbagai bidang. Sebagaimana yang saya
jelaskan dalam kunjungan saya. Australia meletakkan pada
prioritas yang sangat tinggi hubungannya dengan Indonesia dan
negeri-negeri ASEAN lain, yang tentulah merupakan tetangga
terdekat Australia di sebelah utara.
T: Anda lihatkah adanya rasa bermusuhan yang akan bertahan lama
pada sejumlah orang Australia terhadap Indonesia karena Timor?
J: Tidak. Saya yakin mayoritas bangsa Australia sadar akan
pentingnya Australia dan Indonesia saling berhubungan baik dan
saling mengerti. Situasi Timor memang telah mengakibatkan
sedikit ketegangan dalam hubungan kita, tapi seperti yang telah
saya katakan kita harus memandang ke depan dan bukannya ke
belakang.
T: Apakah Australia mengakui Timor Timur sebagai propinsi
Indonesia ke-27? Kalau tidak, pemerihtah yang mana yang
diakuinya di sana?
J: Indonesia telah mengambil tanggungjawab (assumed
responsibility) dalam daerah itu. Australia telah menunjukkan
bahwa kami ingin memberi bantuan perikemanusiaan kepada rakyat
di Timor Timur dan untuk tujuan itu telah menyediakan dana bagi
Palang Merah Indonesia. Kami juga prihatin atas nasib para
pengungsi yang telah datang ke Australia tanpa keluarga mereka.
Kami berharap bahwa para pejabat dari kedua negeri kita akan
segera dapat bertemu untuk memecahkan masalah para pengungsi
ini.
T: Setelah Konperensi Non-Blok di Kolombo para peninjau di ASEAN
cenderung melihat tumbuhnya pengaruh Uni Soviet di belakang
politik luarnegeri Vietnam dan Laos. Hubungan macam apa yang
anda ingin dapatkan antara "Asia Tenggara Merah " dan
negeri-negeri ASEAN dan Australia?
J: Sekali lagi: sebagai garis kebijaksanaan umum kami ingin
berharap agar negeri-negeri Indocina - Vietnam, Laos dan Kamboja
-- akan mendekati negeri-negeri ASEAN dengan cara damai dan
kooperatif. Jadi kami harapkan bahwa ketegangan baru, perpecahan
baru dan konfrontasi baru di kawasan ini dapat dihindari. Karena
itu kami menyambut baik cara konstruktif, yang tahun lalu
ditempuh anggota-anggota ASEAN untuk menunjukkan kesediaan
mereka mengadakan hubungan bersahabat dengan pemerintahan baru
di Vietnam, Laos dan Kamboja. Namun kami kecewa atas kurangnya
pengertian negeri-negeri Indocina tertentu tentang tujuan dasar
ASEAN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini