Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Wawancara dengan perdana ... wawancara dengan perdana...

Kunjungan perdana menteri australia, malcolm fraser menjernihkan hubungan indonesia-australia yang menyangkut timor timur. australia memprioritaskan hubungan dengan indonesia dan asean.

6 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KUNJUNGAN PM Australia Malcolm Fraser hari-hari pertama Oktober yang lalu punya ekor yang agak ruwet. Persoalan pokok: benarkah Fraser menyatakan, meskipun tidak secara jelas, bahwa Australia mengakui kekuasaan de facto Indollesia atas Timor Timur? Kesimpulan yang berbeda-beda tentang pernyataan Fraser tentang Timor nampaknya sedikit merepotkan hubungan baik Australia - Indonesia dan mengingatkan orang akan berita pers tentang pembicaraan Fraser dengan PM Cina, Hua Kuo-feng, yang katanya menyebut "tidak-efektif"nya pemerintahan di Indonesia kini. Kunjungan Fraser sendiri ke Indonesia umumnya dianggap sangat menolong membantu menjernihkan hal-hal yang masih samar -- meskipun tidak semuanya. "Saya yakin kunjungan itu berhasil", komentar Dutabesar Australia Richard Wooleott kepada TEMPO. "Saya rasa Perdana Menteri Fraser dan Presiden Soeharto lebih dari sekedar membangun kontak pribadi". Tambah Woolcott: "Seperti dikatakan dalam bahasa Indonesia, mereka itu cocok". Untuk memcocokan sekali lagi antara kesimpulan yang kadang ditarik orang lain dengan kata-kata Fraser sendiri. Toeti Kakiailatu dari TEMPO berusaha mengadakan wawancara dengan PM Australia itu sendiri. Di bawah ini hasil pertanyaan-pertanyan tertulisnya: Tanya: Apakah arti sebenarnya dari kormentar yang anda berikan kepada PM Hua di Peking tentang pemerintah Indonesia? Jawab: Dutabesar Australia di Jakarta telah memberi suatu penjelasan kepada Presiden Soeharto tentang masalah ini Juli yang lalu. Saya percaya bahwa setiap kesalah-fahaman yang disebabkan oleh laporan pers tentang apa yang dianggap sebagai ucapan itu telah dibikin terang. T: Diketahui bahwa ada peningkatan dalam jumlah bantuan militer Australia kepada Indonesia. Apa komentar anda tentang ini? J: Pemerintahan Australia yang sebelum ini berjanji untuk menyusun program pertahanan tiga tahun kedua di tahun 1975. Pemerintahan saya kini mempertahankan program kerjasama pertahanan dengan suatu anggaran tiga tahun yang kini berlaku, sejumlah A$ 25 juta. Program pertama yang dijalankan oleh Perdana Menteri McMahon di tahun 1972 adalah A$ 20 juta. T: Indonesia berpendapat bahwa Samudera Hindia harus jadi suatu daerah bebas. Sebaliknya anda nampaknya setuju pada pendirian bahwa AS harus meningkatkan kehadirannya di P. Diego Garcia. Menurut pendapat anda perlukah Indonesia merubah pendiriannya? J: Terserah kepada Indonesialah untuk menentukan politiknya sendiri. Saya yakin Indollesia dan Australia punya tujuan sama. Kita sama-sama yakin bahwa adanya kekuatan besar mana saja yang menguasai Samudera Hindia bukanlah merupakan kepentingan wilayah ini. Lagipula kita setuju, sambil menunggu tercapainya suatu wilayah darmi, suatu keseimbangan dalam tingkat yang serendah-rendahnya di Samudera Hindia akan memungkinkan dihindarinya peningkatan kekuatan yang bersaingan. T: Dalam hal apa sikap pemerintahan anda terhadap Indonesia, sehubungan dengan persoalan Timor, berbeda dari sikap pemerintahan Whitlam? J: Sebagaimana yang saya katakan dalam pidato saya di DPR, suatu hal penting dalam persoalan Timor kini adalah untuk melihat ke masa depan. Baik pemerintanan Whitlam maupun pemerintahan saya telah menekankan bahwa Australia sangat menganggap penting untuk memperkuat dan mengembangkan hubungannya dengan Indonesia. T: Whitlam sengaja mengadakan kunjungan resminya yang pertama ke Asia Tenggara, segera setelah ia jadi perdana menteri. Kecuali kunjungan singkat yang tak direncanakan sebelumnya ke pemakaman Tun Razak, kunjungan anda pertama terjadi 10 bulan setelah anda jadi perdana menteri, dan itupun setelah mengunjungi banyak negeri lain. Apakah ini menunjukkan suatu perbedaan prioritas dalam politik luarnegeri Australia? T: Sejauh menyangkut eratnya hubungan Australia, tak ada hal yang luar biasa yang seharusnya disimpulkan sehubungan dengan kenyataan bahwa saya mengunjungi Jepang dan Cina Juni yang lalu dan Indonesia Oktober ini. Dalam kunjungan saya ke Cina saya berusaha meluaskan komunikasi dan saling pengertian antara Australia dengan Cina, setelah hilangnya kontak dan adanya syak wasangka selama satu generasi. Di Jepang saya berusaha memperluas satu huhungan yang terutama bersifat ekonomis. Dengan Indonesia, situasinya tentu berbeda. Tak ada kontak yang hilang dan harus disambung kembali, tak ada pemusatan berlebih-lebihan dalam hubungan ekonomis yang harus diseimbangkan. Selama lebih tiga dasawarsa kita telah membangun suatu hubungan dalam berbagai bidang. Sebagaimana yang saya jelaskan dalam kunjungan saya. Australia meletakkan pada prioritas yang sangat tinggi hubungannya dengan Indonesia dan negeri-negeri ASEAN lain, yang tentulah merupakan tetangga terdekat Australia di sebelah utara. T: Anda lihatkah adanya rasa bermusuhan yang akan bertahan lama pada sejumlah orang Australia terhadap Indonesia karena Timor? J: Tidak. Saya yakin mayoritas bangsa Australia sadar akan pentingnya Australia dan Indonesia saling berhubungan baik dan saling mengerti. Situasi Timor memang telah mengakibatkan sedikit ketegangan dalam hubungan kita, tapi seperti yang telah saya katakan kita harus memandang ke depan dan bukannya ke belakang. T: Apakah Australia mengakui Timor Timur sebagai propinsi Indonesia ke-27? Kalau tidak, pemerihtah yang mana yang diakuinya di sana? J: Indonesia telah mengambil tanggungjawab (assumed responsibility) dalam daerah itu. Australia telah menunjukkan bahwa kami ingin memberi bantuan perikemanusiaan kepada rakyat di Timor Timur dan untuk tujuan itu telah menyediakan dana bagi Palang Merah Indonesia. Kami juga prihatin atas nasib para pengungsi yang telah datang ke Australia tanpa keluarga mereka. Kami berharap bahwa para pejabat dari kedua negeri kita akan segera dapat bertemu untuk memecahkan masalah para pengungsi ini. T: Setelah Konperensi Non-Blok di Kolombo para peninjau di ASEAN cenderung melihat tumbuhnya pengaruh Uni Soviet di belakang politik luarnegeri Vietnam dan Laos. Hubungan macam apa yang anda ingin dapatkan antara "Asia Tenggara Merah " dan negeri-negeri ASEAN dan Australia? J: Sekali lagi: sebagai garis kebijaksanaan umum kami ingin berharap agar negeri-negeri Indocina - Vietnam, Laos dan Kamboja -- akan mendekati negeri-negeri ASEAN dengan cara damai dan kooperatif. Jadi kami harapkan bahwa ketegangan baru, perpecahan baru dan konfrontasi baru di kawasan ini dapat dihindari. Karena itu kami menyambut baik cara konstruktif, yang tahun lalu ditempuh anggota-anggota ASEAN untuk menunjukkan kesediaan mereka mengadakan hubungan bersahabat dengan pemerintahan baru di Vietnam, Laos dan Kamboja. Namun kami kecewa atas kurangnya pengertian negeri-negeri Indocina tertentu tentang tujuan dasar ASEAN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus