Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

57 Tahun Lalu, 6 Jenderal dan Seorang Perwira TNI AD Korban G30S Ditemukan di Lubang Buaya

Tujuh pahlawan revolusi yang dibuang ke Lubang Buaya saat peristiwa G30S ditemukan pada 3 Oktober 1965 dan dievakuasi pada 4 Oktober 1965.

3 Oktober 2022 | 17.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sugimin (tiga dari kanan) saat menarik jenazah enam jenderal dan satu perwira dari sumur Lubang Buaya, 4 Oktober 1965. (Istimewa)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Akhir September dan awal Oktober mengingatkan sejarah kelam bangsa Indonesia. Pada 30 September 1965 atau 57 tahun lalu, enam jenderal TNI AD dan seorang perwira Kapten Pierre Tendean dibunuh dan dibuang di Lubang Buaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejadian tersebut dikenal masyarakat sebagai Gerakan 30 September atau G30S. Enam jenderal tersebut adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Letjen S. Parman, Letjen M. T. Haryono, Mayjen D. I. Panjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka kemudian dianugerahi penghargaan pahlawan revolusi oleh pemerintah RI. Selain itu, korban G30S lain Brigjen Katamso, Kolonel Sugiyono, dan seorang polisi Aipda KS Tubun pun dianugerahi pahlawan nasional.

Proses Pengangkatan Jenazah 7 Jenderal dari Lubang Buaya

Jenazahkorban G30S ditemukan pertama kali pada 3 Oktober 1965 di dalam sumur sedalam sekitar 12 hingga 15 meter dengan diameter berkisar 0,75 mete di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Namun, sebab keterbatasan alat sehingga proses evakuasi membutuhkan waktu lebih lama, jenazah-jenazah tersebut baru diangkat pada keeseokan harinya, 4 Oktober 1965.

Lokasi para jenazah tersebut ditemukan oleh Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat alias RPKAD di kawasan hutan karet Lubang Buaya. Menurut catatan, setidaknya terdapat 11 orang yang melakukan pengangkatan jenazah tersebut, yaitu purnawirawan Pembantu Letnan Marinir Dua Sugimin, Winanto, Sutarto, Saparimin, J. Kandouw, A. Sudardjo, Hartono, Samuri, I. Subekti, dokter gigi Baharudin Sumarno, dan dokter tentara Kho Tjioe Liong.

Proses pengangkatan jenazah tersebut diperkirakan berlangsung pada pukul 11.00 dan berakhir pada pukul 15.00. Seluruh proses pengangkatan ini merupakan perintah dari Mayjen Pangkostrad Soeharto yang kelak menjadi presiden kedua sekaligus presiden terlama dalam sejarah Indonesia. 

Pada 2017, kepada Tempo, Sugimin mengatakan bahwa jenazah para jenderal tidak seperti cerita yang beredar. “Semua jenazah dalam keadaan utuh. Tidak ada yang matanya dicungkil atau kemaluannya dipotong, seperti cerita yang beredar,” kata Sugimin 

Sugimin bercerita bahwa saat itu pasukan evakuasi hanya dapat melihat kaki para jenderal yang dibuang. Hal ini menunjukkan bahwa jenazah dibuang dengan posisi kepala terlebih dahulu.

Selain itu, Sugimin mengungkapkan bahwa jenazah pertama yang diangkat adalah Pierre Tendean dan yang terakhir adalah DI Panjaitan. Ia juga menambahkan bahwa saat pengangkatan jenazah Jenderal Ahmad Yani dan Sutoyo, keduanya sempat terjatuh kembali ke dasar sumur karena tali yang tidak kuat.

Sugimin beserta rekannya, Julius Kandouw (J. Kandouw), juga mengaku bahwa aroma tidak sedap para jenazah bisa terhirup pada jarak 100 meter. Keduanya juga mengaku tidak mau makan selama dua hari mengingat aroma jenazah tersebut setelah proses evakuasi.

Setelah ditemukan pada 3 Oktober dan diangkat pada 4 Oktober, jenazah ketujuh pahlawan revolusi tersebut dikebumikan di TMP atau Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 5 Oktober 1965. Waktu itu, tanggal tersebut bertepatan dengan perayaan ulang tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia alias ABRI (sekarang TNI) ke-20.

ACHMAD HANIF IMADUDDIN 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus