Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden Anies Baswedan menanyakan perasaan Prabowo Subianto tentang putusan Mahkamah Konstitusi soal batas usia capres-cawapres yang dianggap bermasalah.
Menurut Anies, dari keputusan bermasalah itu dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK. "Hasilnya ditemukan terjadi pelanggaran etika berat," kata Anies, dalam debat tersebut, Selasa malam, 12 Desember 2023.
Putusan MK itu diputuskan oleh Anwar Usman, ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi, yang juga paman Gibran Rakabuming Raka. Putusan tersebut dianggap menjadi karpet merah untuk Gibran dicalonkan sebagai cawapres Prabowo.
Prabowo menanggapi Anies, itu dengan mengatakan, dalam perkembangan politik, ada beberapa segi perspektif. Prabowo mengklaim timnya menyebutkan putusan MK itu tidak bermasalah dari sisi hukum. Sementara untuk pelanggaran etikanya sudah diambil tindakan dan keputusan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo menyatakan putusan itu tidak dapat diubah. "Kami ini bukan anak kecil, Mas Anies. Anda juga paham, sudahlah. Rakyat juga paham. Intinya rakyat yang putuskan, rakyat yang menilai," ujar dia.
Menurut Prabowo, jika rakyat tidak menyukai pasangan nomor urut 2 itu tidak perlu memilih. "Jika rakyat tidak suka dengan Prabowo dan Gibran, tidak usah pilih kami," katanya.
Dengan suara lantang sambil menunjuk Anies, Prabowo menyampaikan tidak takut jika tidak mempunyai jabatan atau terpilih dalam Pilpres 2024. "Sory, ya..., sory ye," kata Prabowo dengan nada geram. Prabowo juga menyampaikan tidak memiliki apa pun dan siap mati untuk negara.
Menanggapi Prabowo, Anies mengungkapkan tentang fenomena “orang dalam” yang menyebalkan hingga membuat meritokratik tidak berjalan dan membuat etika luntur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anies, fenomena itu bukan hanya terjadi di masyarakat bawah, tapi juga di puncak pemerintahan. "Beberapa orang guru berjumpa dengan saya dan mereka mengatakan, 'Pak di tempat kami, pengangkatan guru-guru itu mendasarkan ordal. Kalau tidak punya ordal tidak bisa diangkat jadi guru.' Terus apa katanya, 'Wong di Jakarta aja pakai ordal'," tutur Anies