Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Anwar Usman keberatan atas pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Herdiansyah Hamzah Castro menilai upaya administrasi yang diajukan Anwar Usman terlalu berlebihan.
Upaya yang dilakukan Anwar Usman justru menunjukkan syahwat politiknya yang cukup besar.
JAKARTA – Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, keberatan atas pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. Keberatan itu disampaikan melalui kantor kuasa hukumnya, Franky Simbolon dan Rekan. “Ya, (suratnya) sudah diterima kemarin,” kata juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, Selasa, 21 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam surat tertanggal 15 November 2023 itu, tim kuasa hukum Anwar Usman mempermasalahkan putusan Mahkamah Nomor 17 Tahun 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK untuk masa jabatan 2023-2028. Alasannya, putusan itu bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anwar Usman dicopot dari posisi Ketua MK pada 7 November lalu berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Anwar dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim saat menangani perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Perkara itu secara khusus menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu yang mengatur syarat batas usia bagi calon presiden dan calon wakil presiden.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman (kedua dari kiri), berjalan untuk memberikan keterangan pers di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 8 November 2023. TEMPO/Subekti
Dari persidangan itulah bunyi Pasal 169 huruf q yang semula hanya membatasi usia capres dan cawapres minimal 40 tahun kemudian mendapat tambahan klausa “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum”. Putusan itu menimbulkan polemik. Mahkamah Konstitusi diduga memberikan karpet merah kepada putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai cawapres.
Berdasarkan hasil pemeriksaan MKMK, dalam menangani perkara itu, Anwar terlibat dalam konflik kepentingan. Majelis Kehormatan juga menemukan bukti bahwa Anwar dengan sengaja membuat ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 serta terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal.
Dalam amar putusannya, MKMK melarang Anwar dicalonkan atau mencalonkan kembali sebagai Ketua MK. Anwar juga dilarang terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan putusan atas perkara perselisihan hasil pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif, serta pemilihan kepala daerah yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Putusan MKMK itulah yang menjadi dasar terbitnya putusan Mahkamah Nomor 17 Tahun 2023 untuk mengganti Anwar dengan Suhartoyo. “Putusan itu penuh kejanggalan, bertentangan dengan hukum, dan merugikan klien kami,” kata Franky Simbolon dalam keterangan tertulis.
Franky mengatakan keberatan itu didasari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 75 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Keberatan Anwar ini menjadi upaya administrasi kepada Mahkamah Konstitusi yang telah mengangkat Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru.
Selain mengajukan upaya administrasi ke Mahkamah Konstitusi, kata Franky, kuasa hukum Anwar berencana mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Langkah ini sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Karena itu, Franky berharap Mahkamah Konstitusi dapat meninjau ulang putusan Nomor 17 Tahun 2023 tersebut. “Kami meminta untuk membatalkan putusan tersebut,” ujar Franky.
Ahli hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, menilai upaya administrasi yang diajukan Anwar Usman terlalu berlebihan. Paling tidak, langkah ini memperlihatkan bahwa Anwar tidak rela dilengserkan dari posisi Ketua MK. Alih-alih mengedepakan sikap kenegarawanan, ia justru menunjukkan syahwat politik yang cukup besar. “Ini juga menandakan ketidakpahaman Anwar Usman terhadap putusan MK yang sifatnya final dan mengikat,” kata Herdiansyah.
Menurut Herdiansyah, upaya administrasi berupa keberatan atau banding memang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023. Upaya itu akan wajar dilakukan bila Anwar diberhentikan sebagai hakim konstitusi. “Tapi dia kan tidak diberhentikan, hanya jabatan ketuanya yang dicopot,” ujarnya.
Hakim konstitusi Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo, melakukan sumpah jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi yang baru di Ruang Sidang Pleno gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 13 November 2023. TEMPO/Subekti
Mantan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna, berpendapat serupa. Menurut dia, Anwar tidak mesti menunjukkan keberatan atas pengangkatan Suhartoyo dengan mengajukan upaya banding administrasi. Sebab, MKMK hanya mencopot jabatan Anwar sebagai ketua, bukan sebagai hakim konstitusi. “Jadi, menurut saya, ini tidak perlu dilakukan,” kata Palguna. Terlebih, Mahkamah Konstitusi membutuhkan figur hakim yang mampu mengisi kursi pemimpin untuk menjalankan kegiatan operasional.
Palguna memahami keberatan yang dirasakan Anwar itu. Namun Anwar juga harus memahami bahwa putusan Mahkamah yang mengangkat Suhartoyo sebagai Ketua MK tidak cukup ditolak hanya dengan dalil keberatan. “Alasannya tidak kuat,” kata Palguna.
ANDI ADAM FATURAHMAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo