Jabatan "dobel" Jenderal Wiranto sebagai Panglima ABRI dan Menteri Pertahanan dan Keamanan dipertanyakan. Fraksi Persatuan Pembangunan di DPR dalam rapat kerja Komisi Satu dengan Jenderal Wiranto, medio September, menganggap dua jabatan itu sebaiknya dipisahkan. "Bukankah jumlah jenderal banyak?" kata Ghazali Abbas dari FPP. Setelah enam bulan merangkap jabatan--sebulan di antaranya pada masa Presiden Soeharto--inilah pertama kali jabatan nomor satu militer itu dipersoalkan.
Jenderal Wiranto menjelaskan, Undang-Undang Pertahanan Keamanan Negara Nomor 20 Tahun 1982 tak melarang rangkap jabatan itu. Malah lebih efisien karena urusan kebijakan dan operasional disatukan, tidak bertele-tele, begitu alasan Wiranto. Menjawab orang FPP tadi apakah ia juga bergaji dan berfasilitas dobel, mantan ajudan Presiden Soeharto tersebut mengutarakan bahwa ia hanya mengambil jatah satu gaji dan satu mobil.
Undang-undang yang dikutip Wiranto tadi mengatur bahwa tugas Menteri Pertahanan dan Keamanan adalah melaksanakan "pengelolaan pertahanan keamanan negara". Sedangkan Panglima ABRI melaksanakan "kewenangan komando penyelenggaraan pertahanan keamanan negara". Salah satu ayat undang-undang itu menyiratkan bahwa dua jabatan itu selayaknya disandang oleh dua orang. Bunyinya, antara lain, Pangab bersama kepala staf membantu Menteri (Hankam--Red.) melaksanakan tugas dan tanggung jawab bidang "administrasi pembinaan kemampuan pertahanan keamanan negara".
Jabatan rangkap pernah terjadi pada zaman Jenderal M. Yusuf (1978-1983). Jenderal Benny Moerdani (1983-1988) sempat merangkap jabatan itu, sebelum Jenderal Poniman menjabat Menteri Hankam. Setelah era itu, dua jabatan tersebut terpisah. Ketika Try Sutrisno menjabat Pangab, Benny Moerdani menjadi Menhankam. Perangkapan berulang lagi pada zaman Wiranto, yang lulus Akademi Militer Nasional (AMN) tahun 1968.
Jika benar Jenderal Wiranto akan menjabat Menhankam saja, siapa calon Pangab kelak? Pastilah Panglima ABRI kesembilan--dihitung dari zaman Soeharto sampai Wiranto--nanti akan dijabat oleh penyandang bintang empat atau tiga.
Yang menjabat bintang empat sekarang adalah Jenderal Subagyo, Kepala Staf Angkatan Darat yang lama bertugas sebagai Komandan Pengawal Presiden Soeharto. Bekas Komandan Pasukan Khusus yang lulus AMN tahun 1970 ini punya peluang besar. Sebab, biasanya jabatan KSAD adalah "jalan tol" untuk jabatan pertama jajaran militer itu. Apalagi, orang Bantul, Yogyakarta, berusia 52 tahun itu berasal dari angkatan yang lebih muda dari Wiranto.
Di peringkat bintang tiga, ada sejumlah kandidat. Dua kandidat pertama adalah "dua kaki" Panglima ABRI sekarang, yakni Kepala Staf Sosial Politik Susilo Bambang Yudhoyono dan Kepala Staf Umum Fachrul Razie. Letjen Susilo, bekas Panglima Kodam Sriwijaya dan Kepala Staf Kodam Jaya, adalah yang termuda. Orang Pacitan berusia 48 tahun itu lulus AMN tahun 1973. Sedangkan Letjen Razie lulus AMN tahun 1970.
Di luar Markas Besar ABRI, setidaknya ada empat nama yang bisa masuk nominasi. Ada Letjen Djamari Chaniago, lulusan AMN 1971 yang pernah menjabat Panglima Kostrad dan juga Panglima Kodam Siliwangi. Lalu, ada tiga menteri berbintang tiga, yaitu Letjen Hendropriyono, orang Yogyakarta berusia 53 tahun yang menjabat Menteri Transmigrasi. Bekas Panglima Kodam Jaya itu lulusan AMN tahun 1967, kakak kelas Wiranto. Yang juga masih aktif adalah Letjen Yunus Yosfiah, bekas Kepala Staf Sosial Politik ABRI yang sekarang Menteri Penerangan. Orang Rappang, Sulawesi Selatan, itu berusia 54 tahun dan merupakan lulusan AMN tahun 1965. Satunya lagi Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid, lulusan AMN 1966, yang menjelang masuk usia pensiun.
Biasanya, jabatan Pangab bukanlah "urut kacang". Jika kebiasaan ini dipertahankan, rasanya yang berpeluang besar adalah "adik-adik kelas" Wiranto di bawah angkatan AMN 1968. Itu pun bila politik tak menjungkirbalikkan kebiasaan ini.
Toriq Hadad, Ali Nur Yasin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini