Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Si empunya, seorang dokter bernama Suradi, menjelaskan maksudnya. Ini nasi rezeki dari Tuhan, melalui para donatur yang tergerak hatinya membantu korban kelaparan, kata Suradi yang saban hari mengeluarkan biaya Rp 350 ribu untuk memberi makan sekitar 200 orang.
Setiap siang, sejak 30 Januari lalu, saat mendekati pukul 12.00, para pengunjung mulai antre di pelataran rumah itu. Kebanyakan para pemulung, korban PHK, dan warga miskin lainnya yang terhimpit krisis. Mereka datang dari berbagai penjuru Jakarta. Bahkan, ada juga yang dari Bekasi. Seperti Suratim, seorang pemulung Bekasi, yang setiap hari datang bersama anak dan istrinya, naik kereta api. Saya tahu dari teman, di sini ada yang memberi makan gratis, katanya.
Hari itu, Suratim dan teman-temannya mendapat nasi sepiring dengan lauk tahu dan sayur kentang. Sederhana memang, tapi bagi mereka jelas lumayan untuk pengganjal perut. Walau gratis, tampaknya tak semua lantas mengandalkan makan siangnya di sini. Vincent, seorang sopir korban PHK yang sekarang bekerja sebagai kernet bis kota, adalah salah satunya. Sudah sekitar 1 bulan 15 hari saya tidak makan siang di sini, katanya bangga. Tapi, apa mau dikata, siang itu ia harus kembali antre nasi. Bisnya ditilang polisi.
Infografik:
Peta Kelaparan dan Kemiskinan Nasional | |
Maluku | 81.840 jiwa |
NTB | 8.661 jiwa |
NTT | 150.471 jiwa |
Kalimantan | 18.073 jiwa |
Sumatra | 99.041 jiwa |
Sulawesi | 1.413 jiwa |
Sumber: Lembaga Penelitian dan Pembangunan Sosial KWI, 1998
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo