Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

ASEAN Studies Center UGM soal Pengungsi Rohingya: Perlu Diplomasi Gigih, Lihat Sisi Kemanusiaan

Permasalahan pengungsi Rohingya menjadi sorotan setelah adanya protes dari warga lokal terkait kedatangan mereka.

23 Desember 2023 | 06.49 WIB

Sejumlah imigran etnis Rohingya berada di depan pagar Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Aceh, Senin 11 Desember 2023. Sebanyak 137 orang imigran Rohingya terlantar di depan Kantor Gubernur Aceh setelah mendapat penolakan warga dari beberapa tempat mulai dari Gampong Lamreh, Kabupaten Aceh Besar, hingga lokasi camp perkemahan Pramuka, Kabupaten Pidie. ANTARA FOTO/Khalis Surry
Perbesar
Sejumlah imigran etnis Rohingya berada di depan pagar Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Aceh, Senin 11 Desember 2023. Sebanyak 137 orang imigran Rohingya terlantar di depan Kantor Gubernur Aceh setelah mendapat penolakan warga dari beberapa tempat mulai dari Gampong Lamreh, Kabupaten Aceh Besar, hingga lokasi camp perkemahan Pramuka, Kabupaten Pidie. ANTARA FOTO/Khalis Surry

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif ASEAN Studies Center Universitas Gadjah Mada (UGM) Dafri Agussalim menilai Indonesia menghadapi dilema berkaitan dengan pengungsi Rohingya. Permasalahan pengungsi itu menjadi sorotan setelah adanya protes dari warga lokal terkait kedatangan mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Dafri menyebut kedatangan pengungsi itu akan menimbulkan potensi beban pada pembiayaan ekonomi. Sebab, pemerintah setidaknya harus membiayai untuk makan, tempat tinggal dan sebagainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Utamanya adalah potensi gesekan sosial yang bisa terjadi karena pengungsi yang datang bisa jadi berbenturan secara nilai moral dan perilaku dengan masyarakat lokal.
“Dampak lain yang bisa saja ditimbulkan adalah konflik mengenai perebutan lapangan pekerjaan dan konflik-konflik lainny," kata Dafri dilansir laman UGM, Jumat, 22 Desember 223.

Di sisi lain, permasalahan tersebut tidak bisa langsung menjadikan Indonesia menolak kehadiran para pengungsi dikarenakan ada alasan etika dan moral termasuk hukum internasional yang mengikatnya.

Dafri menyebut dalam menghadapi pengungsi, sebenarnya sudah ada aturannya dalam norma-norma atau hukum internasional. Salah satu yang mengaturnya adalah konvensi pengungsi, di mana bagi negara yang sudah meratifikasinya berkewajiban untuk menerima karena peraturan tersebut bersifat mengikat. Dalam hal ini, Indonesia belum meratifikasi peraturan konvensi pengungsi tersebut, namun sudah meratifikasi berbagai macam konvensi dan kovenan HAM, seperti mengenai anti penyiksaan dan sebagainya. Hal tersebut menjadikan Indonesia mempunyai "kewajiban" untuk menerima para pengungsi Rohingya tersebut.

Dafri juga menilai selain dasar ideologis dan idealisme tentang kemanusiaan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 tentang perdamaian dunia dan kemanusiaan yang adil dan beradab, Indonesia sulit menolak pengungsi Rohingya karena ada sentimen religius dengan fakta bahwa mereka sebagian besar adalah muslim. Indonesia dikenal ssbagai enhara mayoritas muslim.

Solusi sementara

Menurut Dafri, kebijakan jangka pendek yang bisa dilakukan adalah mencarikan tempat penampungan sementara bagi para pengungsi. Pada saat bersamaan, Indonesia harus melakukan diplomasi yang cukup gigih untuk meyakinkan dan memastikan pihak UNHCR (organisasi urusan pengungsi PBB) atau negara-negara lain anggota PBB untuk mengatasi permasalahan pengungsi Rohingya. Diplomasi yang dimaksud untuk bantuan biaya dan membuka pintu untuk tujuan akhir bagi para pengungsi.

Dafri menyebut diplomasi gigih juga harus dilakukan terhadap negara-negara ASEAN yang selama ini mempunyai pandangan, sikap dan kebijakan yang berbeda terkait permasalahan pengungsi Rohingya. Mengingat ada beberapa negara ada yang menolaknya.

"Jika dikaitkan dengan solidaritas menjaga keamanan di Asia Tenggara sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Bangkok, mestinya negara-negara anggota ASEAN ikut ambil bagian yaitu dengan mencarikan tempat penampungan yang tidak harus di Indonesia, melainkan di negara anggota ASEAN yang mempunyai kemampuan untuk menyediakan pendanaan dan tempat penampungannya,” kata Dafri.

Dua sisi pengungsi Rohingya

Dafri mengatakan permasalahan pengungsi Rohingya harus dilihat dari dua sisi. Pertama, dari sisi faktor pendorong penyebab orang-orang Rohingya itu mengungsi yang disebabkan konflik dalam negeri yang rumit, tidak adanya pengakuan eksistensi etnis Rohingya dari pemerintah Myanmar, ancaman pembunuhan, kelaparan dan sebagainya.

Indonesia sudah melakukan diplomasi tetapi belum tuntas dan masih terjadi. Dafri menyebut ini membutuhkan diplomasi yang gigih dari negara-negara anggota ASEAN.

Faktor kedua dilihat dari sisi penarik alasan pengungsi Rohingya menjadikan Indonesia sebagai tujuan. Hal ini bisa saja dikarenakan sistem pengamananan Indonesia yang lemah, persamaan agama mayoritas sehingga dianggap Indonesia lebih bisa menerima dan alasan kemungkinan di Indonesia untuk bekerja jauh lebih mudah.

Pada intinya, Dafri mengatakan pemerintah  harus memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa Indonesia memang mempunyai kewajiban kemanusiaan terhadap mereka. "Permasalahannya adalah bagaimana caranya menerima pengungsi Rohingya tanpa merugikan masyarakat," ujarnya.

Hal yang utama, Dafri mengatakan Indonesia juga harus bekerja keras melobi negara-negara di dunia. Contohnya ditujukan pembiayaan untuk menempatkan ke tempat penampungan sementara, seperti yang kita lakukan pada pengungsi Vietnam di Pulau Galang.

"Implementasi hal tersebut memerlukan biaya dari Lembaga Internasional dan yang harus dilakukan adalah diplomasi agar mereka di terima di negara tujuan, misalnya di Australia, Kanada dan sebagainya, tetapi kita memastikan kalau Indonesia bukan tujuan akhir,” kata Dafri.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus