Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Audit Dahulu, Sanksi Nanti Dulu

Banyak partai bermasalah setelah diaudit akuntan publik. Meski sanksinya berat, hal itu dianggap angin lalu.

27 Juni 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI mungkin masalah penting yang nyaris lolos dari sorotan publik. Dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) di internet, sampai Sabtu pekan lalu, terpampang fakta yang cukup gamblang. Di situ dibeberkan hasil audit terhadap data keuangan setiap partai politik. Hasilnya cukup bikin kaget: 16 parpol ternyata bermasalah, termasuk partai besar seperti PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PAN, dan PPP. Mereka menerima sumbangan, baik dari perorangan maupun dari badan hukum atau perusahaan, yang besarnya melebihi ketentuan. Semestinya tiap partai hanya boleh menerima sumbangan dari perorangan maksimum Rp 15 juta—selama setahun. Boleh saja menerima bantuan dari perusahaan atau badan hukum asalkan besarnya tak melewati Rp 150 juta. Asal usul dana, sebagaimana ditulis KPU, juga banyak yang tidak jelas. Anehnya, hingga kini, belum ada partai yang dikenai sanksi lantaran melakukan penyimpangan itu, baik menyangkut asal usul atau sumber dana maupun soal penggunaan keuangannya. Padahal, sebagaimana diatur Undang-Undang Partai Politik, dan juga Undang-Undang Pemilu, ada sejumlah sanksi berat yang bisa ditimpakan kepada parpol yang ketahuan ngemplang dari ketentuan yang ada. Sanksi paling berat, parpol tersebut kehilangan haknya untuk ikut pemilu, bahkan bisa dibubarkan alias dibekukan. Banyak parpol ternyata ogah melaporkan data keuangannya. Padahal, pelaporan kepada Mahkamah Agung serta KPU merupakan kewajiban. Ini mesti dilakukan 15 hari sebelum pencoblosan dan 25 hari sesudahnya—di samping laporan setiap akhir tahun. Mereka juga menghindar diaudit oleh akuntan publik dengan berbagai dalih. Ada yang berkelit dengan alasan pengurus partai sibuk berkampanye. Malah, ada yang bersurat ke KPU, minta pelaksanaan audit ditunda saja sampai setelah pemilu. "Ada partai yang orangnya ngilang terus, sampai-sampai tim auditor terpaksa nongkrongin kantor parpol sampai malam," tutur Ahmadi Hadibroto, Ketua Kompartemen Akuntan Publik Ikatan Akuntan Indonesia. Kewajiban untuk melaporkan sumber dan penggunaan dana, termasuk pula untuk diaudit, tentunya mengandung maksud yang senapas dengan salah satu asas pemilu: kejujuran. Apalagi sudah telanjur berseliweran isu politik main uang yang dituduhkan kepada sejumlah parpol, terutama Partai Golkar. Itu sekaligus juga, misalnya, untuk melihat kewajaran besar-kecilnya dana yang dimiliki sebuah parpol. ''Aneh, kan, parpol seperti PPP dananya lebih kecil dari PRD," kata Hendri Kuok, anggota KPU dari PRD. Audit akhirnya memang terlaksana, tapi bukan atas kehendak parpol, melainkan "dipaksa" KPU. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pun dikontak. Persoalan bukannya langsung selesai. Dana untuk membayar jasa para akuntan tak tersedia. Bahkan, hal itu tak diatur dalam undang-undang, baik UU Pemilu maupun UU Parpol. KPU terpaksa merogoh kocek sekitar Rp 450 juta untuk biaya itu. Pihak IAI juga tak kaku memasang tarif. "Tarifnya? Tarif 'merah putih', ha-ha-ha.... Sebagai ketua asosiasi, saya meminta kerelaan teman-teman karena untuk kepentingan nasional,'' ujar Ahmadi kepada TEMPO. Akhirnya, dicapai kesepakatan dengan Subkomisi C KPU yang membidangi soal audit dana parpol. Intinya, yang penting proses audit bisa berjalan karena merupakan ketentuan undang-undang. Perkara selanjutnya soal nanti. Banyak temuan yang didapat auditor yang faktanya menunjukkan terjadinya pelanggaran, baik dalam soal sumber dana maupun penggunaannya. Mayoritas partai ketahuan tak punya pembukuan yang rapi. Partai Golkar, misalnya. Dari laporan Akuntan Publik Soejatna, Mulyana & Rekan, ditemukan dana Rp 125 juta sumbangan dari tiga orang yang tidak disebutkan namanya, yang masing-masing mengisi pundi partai warisan Orde Baru itu melewati batas maksimum yang ditentukan. Ada pula pemberian sumbangan kepada Golkar yang rinciannya tidak diterima auditor. Begitu juga sumbangan dari sejumlah perusahaan yang jumlahnya Rp 597 juta lebih—semuanya di atas batas Rp 150 juta. Dalam hal pengeluaran uang, Partai Beringin juga meragukan. Memang tidak ditemukan sejenis politik main uang. Yang terungkap dari hasil audit, ada penggunaan dana cukup besar yang diberikan dengan dalih sebagai bantuan untuk pembangunan masjid dan pondok pesantren serta untuk kegiatan keagamaan. Namun, ada catatan menarik. Dengan alasan kekurangan pegawai, ada pengeluaran yang belum dibuatkan buktinya. Akibatnya, tidak semua angka di dalam daftar pengeluaran dapat ditelusuri bukti pendukungnya. Fadel Muhammad membenarkan bantuan sosial ini. Bendahara Umum Golkar itu juga menjelaskan, sumbangan untuk masjid, pondok pesantren, dan kegiatan keagamaan memang dikucurkan. Hanya, ia berdalih, dana-dana tersebut bukan berasal dari dana kampanye, melainkan dari dana rutin Golkar. "Berdasarkan hasil audit, tidak ditemukan masalah. Buktinya, kami boleh ikut pemilu," katanya kepada TEMPO. Dari sisi batasan maksimum sumbangan perorangan ataupun perusahaan, Golkar dan 15 partai lainnya yang tercantum dalam daftar KPU tetap saja dikategorikan sebagai partai yang melanggar ketentuan undang-undang. Namun, yang menjadi pertanyaan: kenapa tidak ada tindakan terhadap partai-partai bermasalah tersebut? Apalagi pelaksanaan audit toh sudah rampung pada 2 Juni lalu (yang merupakan audit pertama). Jawabannya dijelaskan Andi Alfian Mallarangeng. Anggota KPU utusan pemerintah itu menegaskan, penindakan terhadap parpol bermasalah seharusnya dilakukan sebelum pemilu lalu. "Kami sudah memberikan hasil auditnya pada 2 Juni 1999. Berarti, harus ada tindakan setelah adanya laporan itu,'' katanya kepada TEMPO. Penindakan itu pun bergantung pada lembaga yang oleh undang-undang memang diberi wewenang menindak, yakni Mahkamah Agung. Kalau tidak, kewajiban pelaporan dana tahap kedua—25 hari setelah pencoblosan—akan setali tiga uang. Jalil Hakim, Ali Nur Yasin, Raju Febrian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus