Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Banyak Iklan Kesehatan Menyesatkan, Kemenkes Susun Strategi

Kemenkes menyebut iklan dan publikasi kesehatan, baik di media cetak dan media digital, dengan konten yang menyesatkan sangat besar jumlahnya.

20 Desember 2017 | 08.59 WIB

Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek saat berbicara dengan pasien Difteri melalui pengeras suara di ruang isolasi Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Senin, 11 Desember 2017. (Dokumentasi Humas Kemenkes)
Perbesar
Menteri Kesehatan Nila Djuwita F. Moeloek saat berbicara dengan pasien Difteri melalui pengeras suara di ruang isolasi Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Senin, 11 Desember 2017. (Dokumentasi Humas Kemenkes)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga lintas sektoral berkomitmen melakukan perlawanan terhadap peredaran iklan dan publikasi kesehatan yang menyesatkan dan merugikan masyarakat. Melalui penandatanganan nota kesepahaman, disepakati koordinasi bersama dari hulu ke hilir dalam pengawasan dan tindak lanjut nyata perlindungan masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Sekretaris Jenderal Kemenkes Untung Suseno Sutarjo mengatakan cakupan persebaran iklan dan publikasi kesehatan yang telah beredar luas, tidak hanya pada media televisi dan online, menuntut kerjasama lintas sektor. Sektor tersebut yakni, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perdagangan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Lembaga Sensor Film, Komisi Penyiaran Indonesia, Dewan Periklanan Indonesia, dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Kami harapkan tidak saja dapat menertibkan soal iklan dan publikasi kesehatan dalam bentuk menjual janji-janji penyembuhan yang menyesatkan dan merugikan masyarakat sekaligus tindak lanjut terhadap oknum yang beriklan,” kata Untung di Kantor Kemenkes, Jakarta pada Selasa, 19 Desember 2017.

Menurut Untung, iklan dan publikasi kesehatan, baik di media cetak, elektronik dan media digital, dengan konten yang menyesatkan sangat besar jumlahnya. Diantaranya seperti, iklan pengobatan tradisional dan alternatif, talkshow kesehatan, obat, perbekalan kesehatan dan rumah tangga (PKRT) hingga produk yang mengklaim bermanfaat kesehatan.

Penayangan iklan dan publikasi kesehatan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1787 Tahun 2010. Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tentang prasyarat, bahwa iklan dan atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan memberikan informasi atau pernyataan yang tidak benar, palsu, bersifat menipu dan menyesatkan. Mengacu pada peraturan tersebut, Kemenkes akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menindaklanjuti penghentian iklan dan publikasi kesehatan tersebut.

Sepanjang 2017, Kemenkes telah melayangkan tujuh surat permohonan penghentian iklan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) terkait iklan pengobatan tradisional. Iklan yang diminta untuk dihentikan adalah Jeng Ana, Givana, Eyang Gentar, Mega 6 Far, Herbal Putih, Jeido Power Mat, Iklan Pengobatan Tradisional Chuan Shan Yao Bioin, dan Iklan Klinik Zona Terapi.

Dalam kasus iklan dan publikasi kesehatan yang menyesatkan ini, menurut Untung, sering kali yang ditonjolkan adalah kesan ilmiah melalui gambar, video dan grafis berupa anatomi tubuh dan penyakit. Iklan ini memanipulasi keawaman penonton dengan sengaja menimbulkan kekhawatiran pada penyakit tertentu.

Menurut Untung, iklan dan publikasi kesehatan dengan konten yang menyesatkan dapat dicirikan diantaranya dengan cara penyampaian berlebihan dan bersifat superlatif. Testimoni pengguna atau klien dan hadirnya dokter yang bertindak sebagai endorser.
Umumnya pengiklan juga mengklaim proses pengobatan atau produk obat yang dijual bisa menyembuhkan berbagai penyakit. “Masyarakat harus memahami kalau sebenarnya tidak ada proses penyembuhan dan pengobatan penyakit satu dengan yang lainnya itu tidak bisa disamaratakan,” kata Untung.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus