Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kerja sama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan Telkom University membuka pendaftaran beasiswa S2 untuk program studi keamanan siber dan forensik digital diyakini, secara tidak langsung, bakal meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang sangat dibutuhkan di kedua bidang itu. Tapi kerja sama itu tak serta merta membuat perlidungan data pribadi di Tanah Air lebih baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tidak serta merta menjamin data pribadi kita tidak mudah dibobol hacker. Itu sih perjalanannya masih jauh,” kata ahli dan praktisi keamanan siber dan forensik digital, Alfons Tanujaya, ketika dihubungi, Selasa pagi 22 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alfons menjelaskan, pengamanan data memerlukan kedisiplinan dalam menjalankan prosedur pengelolaan dan perlindungan data. Menurutnya, gelar master atau sarjana bukanlah syarat mutlak sepanjang seseorang memiliki pemahaman dasar tentang teknologi informasi (IT).
“Asalkan pengelola data bisa menyadari kalau pengelolaan data masyarakat itu amanah dan memiliki disiplin menjalankan prosedur pengamanan data,” katanya sambil menambahkan prosedur harus diterapkan pada semua perangkat yang terlibat dalam pengelolaan data. "Bukan hanya pada satu server atau komputer saja."
Dia juga mengatakan bahwa salah satu tantangan terbesar justru terletak pada perilaku manusia, bukan pada teknologi itu sendiri. Sebab, lebih sulit mengubah satu manusia daripada mengelola belasan server. “Apalagi kalau manusia-nya banyak, itu yang sering menjadi sumber kelemahan dan mengakibatkan kebocoran data,” ucapnya.
Sebagai informasi, waktu pendaftaran beasiswa S2 Cybersecurity dan Digital Forensics kerja sama Kominfo dan Telkom University telah dibuka sejak 7 Oktober 2024 dan akan ditutup pada 31 Oktober. Melansir laman Telkom University, penerima beasiswa kedua program studi S2 itu akan mendapat dana pendidikan, sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), serta tunjangan buku dan referensi.
Kemudian juga dana pendukung yaitu biaya operasional bulanan seperti transportasi dan biaya hidup, bantuan publikasi jurnal ilmiah dan konferensi.
Disebutkan, cybersecurity atau keamanan siber merupakan praktik yang berfokus pada perlindungan sistem komputer, jaringan, dan data dari serangan siber. Para ahli keamanan siber menggunakan berbagai teknik dan teknologi untuk mencegah, mendeteksi, dan menanggapi serangan seperti peretasan, malware, phishing, dan denial-of-service.
Sedangkan Digital Forensics adalah cabang ilmu yang berfokus pada pengumpulan, pelestarian, dan analisis bukti digital. Ketika terjadi insiden keamanan siber, para ahli digital forensik akan berperan dalam mengidentifikasi pelaku, modus operandi, dan sejauh mana kerusakan yang terjadi. Mereka akan mengumpulkan bukti dari berbagai sumber seperti komputer, perangkat mobile, server, dan cloud storage.
Cybersecurity dan Digital Forensics bekerja untuk saling melengkapi. Cybersecurity bertindak sebagai pencegahan, sementara Digital Forensics untuk menyelesaikan masalah serangan. Keahlian di bidang keduanya sangat dibutuhkan setelah bolak balik kebocoran data publik terjadi dari perusahaan dan banyak lembaga pemerintahan di Tanah Air.
Anwar Siswandi berkontribusi dalam tulisan ini.