Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Begini Pandangan Abdul Somad Soal Multikulturalisme di Indonesia

Pendakwah Abdul Somad mengajak masyarakat Indonesia untuk merawat multikulturalisme.

31 Juli 2018 | 14.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Presiden Jusuf Kalla temani Ustad Abdul Somad berjalan kaki menuju Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, 4 Februari 2018. Foto/Biro Pers Sekretariat Wakil Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pendakwah Abdul Somad mengajak masyarakat Indonesia untuk merawat multikulturalisme saat mengisi tablig akbar di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Indonesia itu berasal dari kata Indo, yakni India dan nesia atau pulau-pulau. Artinya, pulau-pulau yang ada di balik Negara India," katanya, saat tabligh akbar di Unissula Semarang, Senin.

Ulama asal Riau itu mengingatkan ketika itu tidak dinamakan negeri Jawa, dan sebagainya, tetapi mendeklarasikan sebagai bangsa yang satu, berbahasa satu, dan bertanah air satu, yakni Indonesia.

Masyarakat Jawa dipersilakan mengajarkan bahasa jawa kepada anak-anaknya, demikian pula masyarakat Sumatera, dan daerah lain dengan berbagai budaya lainnya, tetapi tetap menjaga keindonesiaan.

"Jangan sampai kemudian kehilangan identitas. Silakan orang belajar bahasa Jawa, bahasa Sumatera, tetapi tetap cinta Indonesia, tetap menjaga keindonesiaan," kata sosok kelahiran Silo Lama, Sumatera Utara itu.

Pria yang akrab disapa Ustad Abdul Somad menyebutkan Madinah bisa dijadikan sebagai contoh atau simbol masyarakat multikulturalisme pada zaman Nabi Muhammad SAW dengan banyaknya suku, agama, dan budaya masyarakatnya.

"Madinah merupakan simbol masyarakat multikulturalisme. Ada Maria Qibtiyah yang beragama Kristen Koptik, ada Salman Al Farisi dari Persia, dan banyak lagi," kata ulama kelahiran 18 Mei 1977 itu.

Dijelaskannya, Islam mengajarkan ukhuwah islamiyah bagi sesama Muslim, ukhuwah wathoniyah sebagai sesama bangsa, ukhuwah basyariah sebagai sesama manusia, dan ukhuwah khalqiyah sebagai sesama mahluk Allah SWT.

"Sesama Islam bersaudara, yakni ukhuwah islamiyah. Saya dengan tetangga, Pak Pandjaitan juga bersaudara karena sama-sama sebangsa, itu ukhuwah wathoniyah, kemudian sesama manusia ukhuwah basyariah," katanya.

Ada lagi, kata dia, ukhuwah kholwiyah sebagai sama-sama makhluk Allah SWT sehingga tidak boleh menyakiti hewan dan tanaman, apalagi membunuhnya tanpa alasan karena dilarang tegas dalam Islam.

Ajaran untuk menjaga alam semesta sudah diajarkan Nabi Muhammad SAW sejak 14 abad lalu, lanjut dia, sebab hewan dan binatang sama-sama makhluk Allah yang hidup sehingga tidak boleh disakiti atau disiksa.

Jangan seenaknya menebang pohon tanpa alasan, beda lagi kalau mau ditanam padi, boleh. Bahkan, ular dan kalajengking yang mengganggu dibunuh dengan sekali bunuh, tidak boleh disiksa," tegasnya.

Umat Islam, kata dia, sekarang ini terpecah belah, padahal Islam adalah Rahmatan lil alamin yang harus dimulai dari diri sendiri sebagai seorang muslim dengan menebarkan kedamaian kepada sekitar.

"Mulai dari diri sendiri dan jangan tunda mulai hari ini dalam lingkungan terdekat. Pulang ngaji ini, hati-hati, jangan rebut-rebutan, gesek-gesekan, kalau ada sampah dipungutin," katanya.

Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Irjen Pol Condro Kirono, beserta sejumlah jajaran, termasuk kalangan DPRD Kota Semarang, seperti Agung Budi Margono dan Joko Santoso.

Sebagaimana diwartakan, sempat terjadi penolakan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan atas penyelenggaraan tablig akbar yang menghadirkan Abdul Somad di Semarang, pada 30-31 Juli 2018.

Ormas-ormas itu menganggap Abdul Somad merupakan aktivis Hizbut Tahrir Indonesia yang sudah dibubarkan pemerintah.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus