Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bursa Efek Indonesia perwakilan Yogyakarta mengajak difabel belajar berinvestasi di pasar bursa. Melalui program Difaversada maka terbuka peluang bagi difabel untuk turut menjadi investor di pasar modal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari berbagai kalangan yang kami edukasi, mulai dari pengusaha, eksekutif muda, mahasiswa, petani, sampai tukang becak, dan penyandang disabilitas, yang cukup menantang adalah tunanetra," kata Irfan Noor Riza, Kepala Bursa Efek Indonesia Perwakilan Yogyakarta, Jumat, 13 Desember 2019. Awalnya terbersit kekhawatiran apakah teman tunanetra dapat memahami apa itu pasar modal dan apa saja bentuk produknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Irfan Noor Riza menyatakan rasa pesimistis itu keliru karena tunanetra mampu membaca berbagai angka, tabel, grafik, melalui aplikasi. "Sudah ada aplikasi yang membacakan tampilan pada layar ponsel melalui suara," ucap dia. Kini di BEI Perwakilan Yogyakarta tercatat ada 28 difabel yang teregistrasi.
Seorang tunanetra yang menjadi investor di pasar bursa, Toviyani Widi Saputri mengatakan sudah memahami mekanisme jual beli saham sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). "Saya mengajak teman-teman untuk menanam saham di perusahaan yang resmi, bukan bodong," kata Toviyani, mahasiswi semester lima Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Toviyani tak kesulitan untuk berinvestasi saham di bursa efek. Melalui aplikasi di ponsel Android, dia bisa membaca grafik melalui suara. "Saya pakai aplikasi Talkback," ucapnya. Setelah memahami cara berinvestasi di pasar bursa, Toviyani kerap menggunakan uang beasiswa untuk membeli saham sebagai bentuk investasi.
Toviyani Widi Saputri, mahasiswa tunanetra Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang menjadi investor di pasar bursa sejak SMA. TEMPO | M. Syaifullah
Hingga Oktober 2019, tercatat sebanyak 46.534 investor di Bursa Efek Indonesia perwakilan Yogyakarta. Jumlah ini meningkat dari 38.815 investor pada tahun lalu. Irfan Noor Riza mengatakan, pada awal berdiri tahun 2009, BEI Yogyakarta hanya memiliki 900 investor. Transaksi per bulan rata-rata sekitar Rp 50 miliar.
Setelah sepuluh tahun berjalan sembari memberikan edukasi mengenai pasar modal kepada masyarakat, kini transaksi per bulan di BEI Yogyakarta mencapai Rp 1,4 triliun. "Program edukasi dalam bentuk Sekolah Pasar Modal menjadi primadona dan andalan kami dalam menumbuhkembangkan investor di Yogyakarta," kata Irfan.
Saat ini ada 36 Galeri Investasi BEI di sejumlah kampus di Yogyakarta. Galeri tersebut juga menggelar program Sekolah Pasar Modal. "Kampus punya desa dan SMK binaan. Dari sana akan ada kelompok studi investor dan Karang Taruna untuk bersinergi," kata dia.