Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA kali Anas Urbaningrum berkunjung ke Cijantung. Bukan untuk mengkampanyekan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, melainkan meminta restu Nyonya Sunarti Sri Hadiyah, yang tinggal di sekitar Markas Komando Pasukan Khusus itu. Sunarti adalah ibu mertua Susilo Bambang Yudhoyono, ketua dewan pembina partai itu.
”Ibu Sepuh suka sama Anas,” kata seorang politikus senior partai itu. ”Tiga kali Anas sowan ke sana, yang terakhir kira-kira sepekan lalu.” Menurut pendukung Anas itu, Ibu Sepuh—demikian panggilan Sunarti—menganggap Anas memiliki karakter mirip Yudhoyono: tenang dan sopan. Gaya bicara Anas di layar televisi pun sering menyerupai Yudhoyono.
Sunarti tak bisa disepelekan. Lima tahun lalu, menurut para politikus Demokrat, dialah yang mengegolkan Hadi Utomo menjadi ketua umum. Pensiun dari dinas militer dengan pangkat kolonel, Hadi ketika itu belum berpengalaman di partai politik. Namun, dalam kongres di Sanur, Bali, ia unggul mutlak atas pesaingnya, Subur Budhisantoso dan Surato Siswodihardjo.
Dukungan Sunarti, menurut sumber yang sama, diperkuat sokongan Mastuti Rahayu, istri Hadi Utomo. Para pendukung Anas kini berharap restu Ibu Sepuh—juga Mastuti—mampu menarik suara dari pengurus daerah pada kongres di Bandung, mulai akhir pekan ini.
Anas sendiri mengatakan tak pernah menghadap Sunarti. Ia hanya menyatakan telah bertemu dengan Yudhoyono, meminta izin mengajukan diri sebagai calon ketua umum. ”Beliau mengizinkan, dan berpesan agar berkompetisi secara sehat, tidak saling serang atau melakukan kampanye hitam,” kata mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam itu.
Dukungan keluarga Cikeas juga menjadi andalan Andi Mallarangeng, calon lainnya. Menggandeng Edhi Baskoro alias Ibas, ia menyertakan anak kedua Yudhoyono itu dalam pelbagai kesempatan, termasuk menampilkannya pada pariwara di media massa. Menurut sumber Tempo, Nyonya Ani Yudhoyono pun menyokong Andi. ”Ibu Ani suka Andi yang bisa ngemong Ibas,” ujar sumber itu.
Lima tahun menjadi juru bicara kepresidenan, Andi sangat dekat dengan keluarga Yudhoyono. Istri Andi pun aktif dalam Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu dan kegiatan sosial lainnya, yang membuatnya akrab dengan Ani Yudhoyono. Para pendukung Menteri Pemuda dan Olahraga itu yakin Ibas merupakan representasi dukungan keluarga Cikeas.
Achsanul Qosasi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Demokrat, mengatakan tanda-tanda dukungan keluarga Cikeas mengarah ke Andi Mallarangeng. Menurut dia, sinyal dukungan itu cukup kuat. ”Pendukung Anas plus Marzuki Alie—calon lain—memang belum percaya sebelum SBY menyampaikan dukungannya,” tuturnya.
Ahmad Mubarok, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, mengatakan keluarga Cikeas bersikap demokratis. Meskipun pilihan anggota keluarga berbeda-beda, menurut dia, Yudhoyono tidak pernah condong kepada salah satu calon. ”Kalau soal keluarga, SBY sangat demokratis. Setiap anggota keluarga punya pilihan masing-masing,” ujar Mubarok, Kamis pekan lalu.
Ia mengatakan meminta restu Yudhoyono sebelum memutuskan bergabung dalam tim sukses Anas, setahun lalu. Ketika itu, katanya, SBY menyatakan akan bersikap netral, dengan berkata, ”Saya menghargai hak politik masing-masing, dan tidak akan meng-endorse satu calon pun.”
Menurut Mubarok, ketua umum yang diinginkan SBY adalah tokoh muda yang prospektif, atau tokoh kuat yang relevan. ”Andi dan Anas masuk dalam tokoh muda yang prospektif,” ujar Mubarok.
Namun, soal ketokohan, keduanya masih harus diuji dalam kongres. Karena itu, SBY membiarkan keduanya masuk bursa pemilihan dan bisa bersaing secara sehat. ”Kata Pak SBY, yang penting mereka bisa bermain secara fair, dan tidak ada black campaign,” Mubarok menambahkan.
Soal ketokohan ini pula yang membuat calon lain, Marzuki Alie, percaya diri bakal menang. Walau berbeda masa dengan Anas dan Andi, Marzuki memiliki pendukung fanatik. ”Makanya dia pede menang tanpa deklarasi. Soalnya, pendukungnya emosional,” ujar Achsanul Qosasi.
Pada rapat koordinasi nasional partai itu bulan lalu, Yudhoyono menyampaikan persyaratan calon ketua umum. Pertama, harus memiliki kapasitas dan integritas yang kuat. Kedua, memiliki ketokohan dan popularitas untuk mengimbangi sosok lawan politik. Sebab, ketua umum kelak harus menghadapi tokoh semisal Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Wiranto, atawa Aburizal Bakrie.
Syarat ketiga, calon ketua umum harus memiliki visi strategis untuk 10-20 tahun ke depan. Keempat, calon tersebut mesti memiliki kemampuan komunikasi yang baik. ”Dia harus bisa berkomunikasi secara baik dengan pers, pemerintah, pihak luar negeri, dan segala macam,” kata Achsanul.
Meski seolah bersaing ketat, bisa saja ketiga kandidat bergabung menjelang pelaksanaan kongres. Menurut sumber Tempo, Anas dan Marzuki hampir pasti akan bergabung beberapa hari mendekati kongres. Tim Anas dan Marzuki sudah melakukan pertemuan tertutup di Hotel Bidakara, pekan lalu. ”Yang hadir 15-20 orang,” sumber itu bercerita.
Arief Budiman, Kepala Operasional National Institute for Democratic Governance, lembaga yang menekuni bidang tata kelola pemerintahan, menyatakan gabungan ketiga calon paling efektif menggerakkan Partai Demokrat. ”Jadi, bukan ketua dan sekjen, melainkan ketua dan wakil ketua,” kata Arief. ”Mereka harus berdiri sejajar untuk memperoleh kekuatan mutlak.”
Kekuatan itu diperlukan untuk mengantisipasi psikologis pengurus daerah, yang sangat bergantung pada figur Yudhoyono dan keluarga Cikeas. Menurut dia, bukan masanya lagi Yudhoyono dan keluarga Cikeas mempengaruhi pengurus daerah dalam menentukan pilihan. Bila para pengurus itu terus diarahkan, ”Dampaknya berbahaya bagi stabilitas Partai Demokrat sendiri,” ia menambahkan.
Anggota staf khusus Presiden, Heru Lelono, yang dikenal dekat dengan Yudhoyono, menyatakan belum bisa membaca calon yang diusung keluarga Cikeas. Ia hanya menekankan agar pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat tidak mengorbankan nama baik Yudhoyono sebagai kepala negara. ”Jangan korbankan SBY dalam proses ini,” ujarnya. ”Jangan sampai nama SBY sebagai negarawan jelek gara-gara proses pemilihan internal.”
Cheta Nilawaty
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo