ARMACI, wanita berusia 20 tahun, tampak duduk termenung di bawah tenda. Matanya menatap kosong. Hiruk-pikuk suara massa menyambut kedatangan Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri ke daerah terparah bencana longsor, di Kampung Lebaksangka, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten, Kamis pekan lalu, tak dipedulikannya. Tak aneh. Dalam waktu singkat, janda ini kehilangan banyak kerabatnya: ayah, ibu, lima orang adik kandung, dan anak tunggalnya berusia 2 tahun. Mereka semua tertimbun tanah bersama 106 orang penduduk Lebak lainnya, Jumat dua pekan lalu.
Perempuan ini bisa selamat bersama dua adiknya karena saat itu tak berada di rumah. Pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga di Tangerang telah menyelamatkannya. Walau begitu, Armaci tak bisa menutupi kesedihannya. "Kami kini tak punya apa-apa lagi," katanya kepada Ade Hajari dari TEMPO.
Korban tewas dalam bencana ini kebanyakan berada di lokasi penambangan emas di kawasan Cikotok. Pekerja yang sebagian datang dari Bogor ini membuat lorong-lorong horizontal ke dalam perbukitan. Nah, saat hujan deras, tanah menjadi longsor dan mereka pun tertimbun. Namun, menurut Kepala Subdinas Pekerjaan Umum, Abdurakhman Sabit, kesalahan itu tak bisa hanya ditujukan kepada para penambang itu. Pengelola proyek sarana jalan juga menyumbangkan rawannya daerah tersebut. "Para pelaksana proyek tak memperhatikan kondisi tebing saat membuka jalan," ujar Abdurakhman.
Provinsi baru itu agaknya sedang mendapat cobaan. Selain tanah longsor, air bah menyerbu. Seratus desa lebih dari 26 kecamatan di tiga kabupaten di Banten terendam air. Di Lebak, misalnya, 20 ribu lebih orang terpaksa mengungsi, sawah-sawah rusak, lampu mati selama tiga hari berturut-turut, dan distribusi air bersih dari perusahaan air minum juga berhenti. "Yang kini harus diantisipasi adalah pascabencana, terutama soal distribusi makan dan kesehatan masyarakat," ujar korlap penanggulangan bencana, Bahrudin. Ini sudah terbukti ketika dua bayi meninggal karena dehidrasi.
Banjir ini juga membuat jalan menuju Pelabuhan Merak, yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatra, lewat darat sempat terputus. Belum surutnya air bah membuat penduduk memenuhi jalan-jalan raya, mengemis kepada kendaraan yang lewat. Penjabat Gubernur Banten, Hakamuddin Djamal, mengaku merasa sedih melihat hal tersebut. "Saya prihatin dan berharap partisipasi saudara-saudara setanah air untuk meringankan beban saudara-saudara di Banten ini," katanya.
Uluran bantuan sebenarnya sudah datang dari Palang Merah Indonesia dan beberapa perusahaan besar yang berada di sekitar Banten. Untuk memperbaiki sarana yang rusak, pemerintah sudah mengulurkan bantuan Rp 3 miliar. Namun, menurut Hakamuddin, tidak cukup, apalagi untuk mencegah terulangnya bencana, "Kami butuh Rp 73 miliar."
Lampung
INI pelajaran untuk para wakil rakyat. Jangan mentang-mentang jadi anggota DPRD lalu menghina rakyat. Tan Gatot Mahawisnu, anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Lampung, Senin pekan lalu, harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Tanjungkarang karena didakwa menghina Deri Hendrian, mahasiswa Universitas Lampung (Unila).
Peristiwanya terjadi pada Agustus tahun lalu. Deri dan sepuluh orang dari Unila mendatangi DPRD untuk menagih hasil kerja panitia khusus yang menangani insiden tewasnya dua mahasiswa Lampung saat menentang UU PKB, September 1999. Namun, para anggota pansus tak ada, maka mereka mencari wakil rakyat lainnya. Saat itu, ada Wakil Ketua DPRD asal Fraksi PKB, Mochtar Hasan, tapi ia sedang bertemu dengan Gubernur Lampung Oemarsono di ruang kerjanya.
Setelah ditunggu tiga jam lebih, Mochtar tak nongol juga. Para mahasiswa itu lalu mengetuk pintu ruang kerjanya. Ketika pintu terbuka, terjadilah insiden itu. Bukan sambutan yang mereka dapat, tapi caci-maki dari seorang anggota Fraksi PKB, Tan Gatot. "Mahasiswa tahi kucing, tahi anjing, tidak tahu etika. Kurang ajar. Apa kalian itu tidak diajar sama dosen kalian, hah?" begitu semburnya. Masih belum cukup, anak buah Tan Gatot juga memukuli Deri hingga babak-belur. Kasus ini sampai ke polisi, tapi polisi hanya memproses soal penghinaannya.
Dalam dakwaannya, Jaksa Sharifuddin Sham menyebut ancaman hukuman tiga bulan penjara atas penghinaan yang dilakukan Tan Gatot. Wakil rakyat itu juga tak menampik tuduhan Jaksa. "La, mereka itu memang tidak tahu etika. Orang lagi rapat diganggu," katanya. Soal ancaman hukuman penjara, dengan jumawa ia berujar, "Jangankan tiga bulan, satu tahun di penjara pun saya siap."
Jepara
CITA-CITA Andreas Anton Wibisono, 23 tahun, menjadi pilot maskapai penerbangan nasional kandas di tengah jalan. Senin pekan lalu, pesawat latih jenis Socata TB-10 milik Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penerbangan Curug yang dipilotinya menabrak Gunung Saptorenggo, Jepara, Jawa Tengah, dan merenggut nyawanya. Menurut Sumarlan, warga setempat, pesawat tersebut oleng, lalu menabrak pohon dan meledak setelah menabrak gunung yang tingginya 2.600 meter itu. Anton dan kawannya, Wibowo Agung Nugroho, tewas seketika.
Anton, anak sulung dari tiga bersaudara, sejak SMU bercita-cita menjadi penerbang pesawat tempur. Lulus sekolah menengah, ia mendaftar ke Akademi Militer AU, tapi gagal. Ia pun beralih ke Diklat Curug, Tangerang. Menurut rencana, Maret mendatang, Anton, yang sudah mengantongi 106 jam terbang, akan diwisuda sebagai penerbang. Latihan terakhir itu diharapkan dapat menambah jam terbangnya sebagai pilot muda. Namun, maut sudah menjemputnya lebih dulu. Penyebab kecelakaan itu, menurut Kepala Diklat, Siswo Purnomo, sampai akhir pekan lalu belum diketahui karena kotak hitamnya sedang diteliti. "Perkiraan sementara akibat cuaca buruk," ujar Siswo.
Cianjur
SEJAK pekan lampau, kota manisan, Cianjur, ingar-bingar. Alun-alun dipenuhi warga yang ramai membunyikan petasan, di jalanan rakyat berpawai membawa spanduk, sedangkan halaman gedung DPRD setiap hari didatangi massa. Mereka adalah pendukung ataupun penentang calon Bupati Cianjur, yang proses pemilihannya dianggap tak benar.
Massa yang berasal dari PDI Perjuangan dan PPP minta proses pemilihan diteruskan. Calon mereka, Tjetjep Muchtar Saleh dan Nyonya Dedeh Saryamah, pada tahap kedua mendapat 20 suara dari 45 wakil rakyat. Pada seleksi tahap akhir diharapkan dukungan datang dari Fraksi Partai Golkar, yang punya 12 kursi, dan Fraksi TNI/Polri sejumlah 5 kursi. "Kami siap berada di belakang dewan. Pokoknya, pengumuman pemenang harus tuntas tanggal 19 Februari," teriak massa pendukung.
Sedangkan penentang proses pemilihan bupati ini datang dari gabungan 32 lembaga swadaya masyarakat. Mereka minta proses pemilihan itu ditunda. Penyebabnya adalah adanya laporan tentang uang sogok yang diterima anggota Fraksi PDI Perjuangan, Afen Afendi, dari calon bupati Tjetjep Muchtar Saleh. Afen mengaku diberi uang Rp 500 ribu menjelang Idul Fitri lalu. Suap lain sebesar Rp 5 juta tidak sampai ke tangan Afen dan ini terungkap saat Afen ketemu sang calon bupati. Borok ini bocor ke masyarakat. Afen pun diteror oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan yang lain, dituduh membocorkan rahasia partai. Afen lalu meminta perlindungan ke Lembaga Bantuan Hukum Cianjur.
Isu politik suap ini memicu maraknya aksi menentang proses pemilihan Bupati Cianjur itu. Ketua DPRD Cianjur, Deden Zaini Dahlan, ditengarai menerima uang sogok Rp 110 juta dan Mobil Suzuki Escudo. "Makanya dia tidak bisa bersikap tegas untuk menindak suap-menyuap dalam proses pemilihan ini," ujar Ketua Forum Komunikasi Pemuda Kabupaten Cianjur, Asep Rakhmat.
Benarkah? Sayang, Deden tak bisa dikonfirmasi. Begitu juga Tjetjep. Keluarganya tak mengizinkan wartawan TEMPO menemuinya. Sejak Selasa hingga akhir pekan lalu, proses pemilihan calon bupati mandek karena Deden tak pernah datang ke gedung wakil rakyat.
Tanjungpinang
DRAMA pelantikan Bupati Kepulauan Riau, Huzrin Hood, Januari silam, belum selesai. Kamis pekan lalu, tokoh pejuang Riau Merdeka, Nyonya Azlaini Agus, digelandang ke Kepolisian Daerah Riau di Pekanbaru. Sekretaris Dewan Pakar Riau itu dituding sebagai bandar yang membiayai proses penggagalan pelantikan Huzrin.
Tuduhan terhadap Ny. Azlaini ini diperoleh polisi ketika memeriksa para tersangka yang memiliki bahan peledak saat pelantikan bupati. Keempat orang itu kepada polisi mengaku diberi uang Rp 30 juta oleh Ny. Azlaini untuk merakit bom. Tujuannya membatalkan pelantikan Huzrin Hood.
Keempat tersangka itu ditangkap setelah polisi menemukan tiga bom rakitan di rumah dinas Ketua DPRD Kepulauan Riau, Andy Anhar Chalid, beberapa jam sebelum pelantikan bupati. Selain Ny. Azlaini, istri dan adik Andy juga diperiksa polisi. Soal pemanggilan istri dan kerabatnya, Ketua DPRD Andy menduga ada oknum polisi Kepulauan Riau yang ingin menyudutkan dirinya. Namun, Kepala Dinas Penerangan Polda Riau Ajun Komisaris S. Pandiangan menolak tuduhan itu. "Soal nama pejabat itu keluar dari mulut tersangka," katanya. Pengacara Ny. Azlaini, Kafitra Ampera, membantah kliennya membiayai pembuatan bom itu. "Tuduhan itu ngawur dan mengada-ada. Tidak ada bukti yang cukup dalam tuduhan itu," tuturnya.
Palu
ADA saja cacat untuk menjegal seseorang menjadi gubernur. Tapi cacat yang dituduhkan kepada Profesor Aminuddin Ponulele sungguh unik. Bakal Gubernur Sulawesi Tengah itu, menurut Direktur Jenderal Umum Pemerintahan, Oentarto S. Mawardi, dituduh menjiplak karya tulis Asisten IV Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Surna T. Djajadiningrat, saat ia menjabat sebagai Rektor Universitas Tadulako, Palu, pada 1991.
Dengan tuduhan tersebut, walaupun sudah meraih 34 dari 45 suara di DPRD dalam pemilihan gubernur, Januari lalu, hingga kini bekas Ketua Partai Golkar Sulawesi Tengah ini belum juga mengantongi surat pengangkatan dari Presiden. Bahkan, Jumat pekan lalu, Menteri Dalam Negeri menunjuk Samijono, Sekretaris Provinsi Sulawesi Tengah, menjadi caretaker gubernur.
Peristiwa ini menambah deretan kasus tarik-ulur pusat dan daerah. Gubernur yang lama, H.B. Paliudju, tak bersedia menyerahkan jabatannya dengan alasan tak terima diberhentikan hanya dengan telegram menteri. Sebagai pengisi kekosongan,Wakil Gubernur Kiesman Abdullah ditunjuk menjadi caretaker. Tapi tak diterima ribuan pendukung Aminuddin Ponulele.
Apa benar tuduhan plagiat itu? Muhammad Rasyid, ketua tim akademik yang ditunjuk Profesor Aminuddin saat menjabat rektor, membantah. Menurut dia, dalam sampul makalah Aminuddin dicantumkan catatan kaki sumber makalah itu,''soal plagiat ini hanya menjadi komoditi politik sejak Ponulele ikut pencalonan Ketua Golkar Sul-Teng pada 1994. Lagi pula, sejak Desember lalu, Surna sudah memaafkan Ponulele."
Sebenarnya, ada lagi tuduhan yang dilontarkan kepada Aminuddin, menyogok saat pemilihan. Soal ini dibantah juru bicara Fraksi Partai Golkar DPRD Helmi D. Yambas. Menurut dia, pihaknya tak perlu main sogok karena Golkar, yang mencalonkan Aminuddin, sudah punya 22 kursi, "tuduhan itu biasa beredar saat pemilihan, tapi tak pernah ada bukti."
Ahmad Taufik dan laporan dari daerah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini