IRIAN Jaya terkena bencana lagi. Akhir bulan lalu, sejumlah koran Jakarta memberitakan musibah yang terjadi di Kabupaten Jayawijaya itu. Tercatat 84 orang tewas akibat kemarau panjang yang melanda terutama di Kecamatan Kurima. Mereka yang meninggal dilaporkan sebagai akibat penyaklt dan kelaparan selama masa masa tak turun hujan April-Oktober ini. Jumlah korban yang tewas itu kabarnya sesuai dengan laporan yang dibuat Camat Kurima di empat desa yang terletak di Daerah Aliran Sungai Seng dan Solo, serta Dataran Kurupan. Sebagian daerah bencana itu merupakan ngarai curam di ketinggian 1.500 meter lebih di atas permukaan laut. Laporan camat yang kemudian diteruskan Bupati Jayawijaya Albert Dien kepada Gubernur Izaac Hindom itu antara lain mencatat korban yang meninggal 16 orang di Desa Pasema, 34 di Desa Silimo, 22 di Desa Semanage, dan 12 di Desa Soba. Korban, yang kebanyakan anak balita dan mereka yang berusia di atas 40 itu, kekurangan gizi dan menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah diserang flu, radang paru, cacingan, dan malaria tropika. Kemarau panjang tahun ini memang telah memukul wilayah yang sampai kini masih terisolasi itu. Bantuan tak bisa segera diberikan bukan karena lokasi bencana sulit dicapai, tetapi cuaca yang sering tak menentu mempersukar pengangkutan udara ke sana. Departemen Sosial, misalnya, mengaku sudah menyiapkan 5 ton beras yang belum bisa diangkut ke sana karena kesulitan transportasi. Kalaupun ada helikopter, misalnya, pesawat itu hanya mampu mengangkut 7 kuintal sekali terbang. "Karena itu, kami sedang mengusahakan angkutan tambahan agar bantuan bisa segera sampai," ucap Iman Supardi, Direktur Urusan Bencana Alam, Departemen Sosial. Sebenarnya, wilayah yang berpenduduk lebih 16 ribu jiwa itu memang bukan sekali ini saja mengalami bencana serupa itu. Kelaparan, menurut Wakil Gubernur Sugiyono, terjadi setiap tahun di sini. Daerahnya tandus dan tidak produktif. Pemda Ir-Ja telah berusaha mengatasinya dengan jalan memindahkan penduduk ke tempat yang lebih produktif. Usaha ini tak pernah membawa hasil karena penduduk sangat terikat pada tanah desanya. Bila benar malapetaka itu selalu datan tiap tahun, mengapa bantuan datang setelah korban berjatuhan. Pengalaman bertahun-tahun itu mestinya membuat pemerintah siap menanggulangi bencana yang datang. Wagub Sugiyono yang dihubungi TEMPO tak yakin korban yang meninggal bisa mencapai puluhan orang. "Kalau yang mati kelaparan, saya kira jumlahnya tak sampai puluhan. Terus terang, belum ada laporan yang terinci."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini