Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gonta-ganti partai di Tasik

Ahmad haris, komisaris golkar kec. cikatomas, tasikmalaya keluar dari golkar, masuk pdi dan ukan hidayat ketua ii mkgr kec. cineam, masuk pdi. beberapa pesantren di tasikmalaya warga ppp masuk golkar. (nas)

6 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI gaya baru di Tasikmalaya: yang PPP pindah ke Golkar, yang Golkar hengkang ke PDI. Itu semua terjadi seakan sambung-menyambung. Apa yang terjadi? Tak kurang dari 100 ribu warga PPP, yang berasal dari 61 pesantren di Kabupaten Tasikmalaya, sampai akhir November lalu, telah menyatakan kebulatan tekad, menyukseskan pemilu dan memenangkan Golkar. Yang paling akhir ialah yang terjadi 26 November. Sebanyak 360 ulama di Kecamatan Cikatomas, telah pula berikrar yang sama. "Sehingga, sampai November ini saja, DPD Golkar Tasikmalaya telah mengantungi 590.350 anggota dari 960.000 penduduk yang berhak pilih," kata Yeddy Sukria, Sekretaris DPD Golkar Tasikmalaya, dengan bangga. Tak jelas bagaimana jumlah yang menyeberang itu dihitung. Yang terang ialah di Kabupaten Tasikmalaya hanya ada lima pesantren terkemuka. Tak semua pemimpin pesantren ini menyatakan masuk Golkar. Gerakan masuk Golkar ini bermula Mei lalu. Pelopornya satu dari lima pesantren terkemuka itu, yakni Pesantren Cipasung di Kecamatan Singaparna. Ini masih bertautan dengan lepasnya NU dari PPP. "Selama ini yang menguntungkan NU adalah kerja sama antara ulama dan umara," kata K.H. Mohamad Ilyas Ruhiyat. "Sekarang ini umara itu adalah Golkar, ya, saya memilih Golkar." Rupanya, berbagai pesantren di Kecamatan Cibeureum lantas mengikuti langkah Kiai Ilyas. Soalnya, inilah sejumlah pesantren yang dipimpin oleh alumni Pesantren Cipasung. "Kalau Pesantren Cipasung sudah berikrar, tentu kami juga berada di belakangnya," kata K.H. Muhamad Mashum, pimpinan Pesantren Bahrul Ulum Awipari, Cibeureum. Padahal, pada Pemilu 1981, Pesantren Bahrul Ulum ini merupakan pendukung kuat PPP. Apa reaksi DPC PPP Tasikmalaya? "Pesantren adalah milik semua umat di sekitarnya," kata Deddy, S.E., Ketua DPC PPP Tasikmalaya. "Jadi, biarkanlah mereka mandiri." Bahwa pesantren selama ini dikategorikan sebagai pendukung PPP, tambahnya, hanyalah kebetulan belaka. "Dan hingga saat ini, kami belum merasakan kerugian apa-apa. Sebab, 'kan belum pemilu. Sementara itu, Ahmad Haris, 42, Komisaris Golkar Kecamatan Cikatomas, justru menyatakan keluar dari Golkar dan masuk PDI. Bekas Ketua Umum Angkatan Muda Siliwangi Distrik Tasikmalaya (1985) ini pindah dari Golkar karena berpandangan, kini tak ada lagi perbedaan antara PPP, PDI, dan Golkar. "Sama-sama berasas Pancasila, dan sama-sama berprogram membangun Indonesia," katanya. "Jadi, sama saja berada di PPP, PDI, atau Golkar." Toh, ia mengaku kecewa dengan Golkar. "Saya dinilai tidak lagi bermanfaat di Golkar," katanya. Tapi mengapa memilih PDI, dan bukan PPP? "PDI partai kecil, dan karena itu menimbulkan tantangan." Lagi pula, di PDI ia langsung dipercaya menduduki posisi Wakil Ketua DPC PDI Tasikmalaya. Bahkan, ia dicalonkan menjadi anggota DPRD Tingkat II Tasikmalaya. "Tapi saya mengundurkan diri. Sebab, sebagai Wakil Ketua DPC, saya sudah akan sibuk," tambahnya. Kecewa pada Golkar juga "menggigit" Ukan Hidayat. Ketua II MKGR Kecamatan Cineam, dan Ketua Subrayon AMS di Desa Cijulang ini, juga menyatakan masuk PDI. "Terus terang, saya kecewa dengan teman-teman di Golkar. Sebab, setelah saya gagal dipilih menjadi kepala desa Cijulang, tak seorang pun teman di Golkar yang datang ke rumah saya," katanya. Cerita di atas, memang, kisah yang terjadi di tingkat pedesaan. Tapi di lapis inilah sesungguhnya massa mengambang itu mestinya paling terasa. Dan ini menyangkut jumlah yang besar karena jauh lebih banyak penduduk yang tinggal di pedesaan. Sehingga, kemampuan "mempengaruhi" mereka, tentu, menjadi pula ukuran kemenangan merebut suara dalam pemilu. Karena itu, gonta-ganti aliran politik di lapis ini, seperti terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, boleh menjadi barometer tersendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus